Cari di Sini

Jumat, 27 April 2012

Inisiatif Pemerintah Kurang


Reformasi pemilu menjadi harapan rakyat Malaysia. Namun pemerintah dinilai tidak cukup bertindak untuk memastikan pemilu berjalan jujur dan adil.

“Selama pemilu sebelumnya, ada banyak komplain tentang jual beli suara, khususnya di wilayah yang jauh seperti Sabah dan Sarawak,” ujar Ong Kian Ming, pengamat politik dan dosen di University College Sedaya International, Kuala Lumpur, pada laman Business Live.

Menurut Ong Kian Ming, ada juga banyak protes tentang pemilih hantu. “Kita harus membersihkan daftar pemilih untuk mengakhiri masalah pemilih hantu,” tuturnya.

Saat menghadapi berbagai tekanan untuk reformasi pemilu, Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak dengan enteng menyatakan koalisi Barisan Nasional (BN) tidak ingin mempertahankan kekuasaan melalui cara-cara tidak jujur. Dia pun berjanji memperbaiki sistem pemilu. BN telah berkuasa di Malaysia selama 55 tahun sejak negara itu mendapat kemerdekaan dari Inggris pada 1957.

“Kami tidak ingin dipilih atas dasar kecurangan dalam bentuk apapun. Kami ingin rakyat menunjukkan dukungan mereka dengan cara yang bersih dan adil,” kata Najib yang menggantikan Abdullah Ahmad Badawi setelah BN hampir dikalahkan oleh koalisi oposisi Pakatan Rakyat pada pemilu 2008.

Setelah ribuan orang berunjuk rasa di jalanan pada Juli lalu, sembilan anggota Komite Pemilihan Parlemen dibentuk. Sejauh ini komite itu telah membuat 33 rekomendasi pada Komisi Pemilu. Komisi telah mengadopsi beberapa usulan, termasuk menandai pemilih dengan tinta yang tidak dapat dihapus untuk mencegah pemilih memberikan suara lebih dari satu kali.

Pada Kamis (26/4), komisi pemilu mengadopsi enam usulan lagi, termasuk mendahulukan pemungutan suara bagi personil militer dan kepolisian, mengijinkan pemilih yang cacat untuk ditemani saat memberikan suara oleh seorang teman yang dipercayainya dan tidak hanya oleh anggota keluarga, serta mengijinkan warga Malaysia di luar negeri untuk mengikuti pemilu dengan mengirimkan surat suara melalui pos.

Ketua Komisi Pemilu Abdul Aziz Yusof menyatakan pihaknya sedang mempelajari rekomendasi lainnya. “Beberapa rekomendasi itu memerlukan amandemen terhadap undang-undang yang ada saat ini, dan rekomendasi lainnya melebihi kewenangan komisi untuk melaksanakannya,” ungkapnya.

Para pengamat dan pengkritik menganggap reformasi pemilu yang dijalankan pemerintah masih belum cukup. Karena itulah aktivis menyerukan unjuk rasa lagi hari ini di berbagai kota di berbagai negara.

Toh Kin Woon, pemimpin Koalisi untuk Pemilu Jujur dan Adil menyatakan beberapa masalah utama tidak diselesaikan oleh pemerintah. “Kami ingin Komisi Pemilu membersihkan daftar pemilih sebelum menggelar pemilu. Daftar pemilu merupakan masalah yang terus ada sejak dulu. Ada pemilih yang didaftar dua kali. Ada juga nama-nama pemilih yang dihapus tanpa memberi tahu pemilih itu,” paparnya.

Menanggapi kritik itu, Abdul Aziz menyatakan bahwa Komisi Pemilu telah melakukan yang terbaik untuk terus memperbarui daftar pemilih. Namun dia mengakui bahwa penghapusan nama pemilih memerlukan waktu lama berdasarkan undang-undang yang ada saat ini.

“Di Malaysia, kami memiliki sekibat 12,7 juta hingga 12,8 juta orang dalam daftar pemilih. Kita mengirim semua daftar itu pada Departemen Registrasi Nasional untuk memeriksa dan memastikan bahwa daftar pemilih itu bersih,” ujar Abdul Aziz.

Ong Kian Ming menegaskan, ada lebih dari 400.000 nama yang meragukan dalam daftar pemilih. Riset yang dilakukannya menemukan sedikitnya 938 alamat yang didaftarkan untuk masing-masing orang dari 51 hingga 100 pemilih. Ada juga 324 alamat yang ditulis untuk masing-masing orang dari lebih 100 pemilih terdaftar. Selain itu juga ada beberapa pemilih yang memiliki nama dan tanggal lahir yang sama.

Menurut Ong, kesalahan dalam daftar pemilih saat ini dapat menghasilkan hingga 35 kursi di parlemen federal, dari total 222 kursi. Padahal selisih kemenangan kurang dari 2.000 suara pada pemilu lalu. “35 kursi itu cukup untuk menentukan siapa yang mengontrol parlemen,” tegasnya pada kantor berita DPA.

Jual beli suara juga menjadi masalah besar dalam pemilu mendatang. Ong memperingatkan, untuk mengatasi masalah ini, rakyat harus benar-benar terdidik tentang pentingnya suara mereka.

Tidak hanya itu, Ong yang memimpin Proyek Analisis Daftar Pemilih Malaysia (MERAP) melaporkan bahwa ada 59.000 warganegara asing yang terdaftar sebagai pemilih di Malaysia. Menurutnya, ada celah dalam rincian pendaftaran mereka dan ini meningkatkan kecurigaan tentang status mereka sebagai pemilih.

“Jika Anda keturunan Malaysia yang lahir di luar negeri, Anda akan memiliki kode ‘71’ dalam kartu identitas Anda. Jika Anda tidak memiliki tanda ‘71’, itu berarti Anda keturunan asing yang lahir di Malaysia,” kata Ong.

Ong menekankan, ada 59.000 pemilih yang mencurigakan karena nomor kartu identitas mereka tidak mencantumkan kode “71” tapi mereka terlalu tua untuk lahir di Malaysia. Sebanyak 59.000 pemilih dengan status mencurigakan itu merupakan bagian dari 65.455 warga asing dalam daftar pemilih. “Pemilih itu lahir sebelum 1980-an tapi mereka tidak memiliki nomor kartu identitas lama,” tuturnya.  

Dia menjelaskan bahwa 65.455 warga asing dalam daftar pemilih itu termasuk keturunan dari warga Filipina, Indonesia, Afghanistan, Spanyol, Malta, dan Slovakia.

Menurut Ong, berbagai kondisi itu membuat peluang oposisi untuk memenangkan pemilu menjadi semakin kecil. “Dengan sistem sekarang, meski terjadi distorsi, meski tidak jujur, oposisi masih punya peluang, tapi peluang ini telah berkurang,” tuturnya. (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar