Cari di Sini

Jumat, 16 September 2011

Israel Khawatir Palestina Bisa ke Mahkamah Internasional

RAMALLAH- Pejabat Israel khawatir Palestina akan melakukan langkah hukum terhadap pemukiman Yahudi di Tepi Barat jika upaya meningkatkan status keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berhasil.

Harian Haaretz melaporkan bahwa Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada utusan Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) tentang kekhawatiran kemungkinan Palestina membawa isu pemukiman Yahudi ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda.

“PM Israel menyatakan kekhawatirannya dalam pertemuan dengan utusan Kuartet, AS, UE,” papar laporan Haaretz. Utusan Kuartet telah berunding dengan pemimpin Israel dan Palestina untuk mengajak kedua pihak kembali ke perundingan langsung yang terhenti setahun silam.

Juru bicara Netanyahu, Mark Regev, menolak memberikan komentar apa pun pada AFP kemarin, tentang isi pertemuan PM Israel dan para utusan Kuartet, AS, dan UE. Namun pejabat senior Israel mengatakan, “Jalan lain yang dilakukan Palestina ke ICC sangat dikhawatirkan, itu berarti mereka menghidupkan konflik daripada mencari damai.”

Namun pejabat Israel itu juga yakin, Israel tidak terlalu khawatir dengan masalah ini karena rezim Zionis tidak meratifikasi Traktat Roma yang mengakui otoritas ICC, karena itu tidak ada kewajiban untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Kriminal Internasional tersebut.

Upaya Palestina untuk mengajukan keanggotaan penuh di PBB akan secara resmi dilakukan pada 23 September. Angkah ini ditentang Israel dan AS yang menganggap satu-satunya jalan menuju pembentukan negara Palestina ialah melalui negosiasi bilateral.

Uni Eropa berharap dapat meyakinkan pemimpin Palestina untuk menarik rencana mengajukan keanggotaan penuh di PBB bulan ini, dengan imbalan peningkatan status pengawas di PBB. Kepala kebijakan luar negeri UE Catherine Ashton pergi ke Timur Tengah pekan ini untuk memediasi Israel dan Palestina dengan tujuan menghidupkan lagi perundingan damai dan menghentkan upaya Palestina di PBB.

“Ide kami ialah untuk mendorong peningkatan status Palestina tanpa melarang status negara anggota penuh di masa depan, tapi dengan rujukan negosiasi,” papar diplomat senior UE. Tidak jelas apakah ini berupa peningkatan status menjadi pengawas “negara non-anggota” seperti yang dimiliki Vatikan atau bentuk status lainnya. Palestina saat ini berstatus sebagai pengawas “entitas”.

AS dan Israel menolak status “negara non-anggota” pada Palestina karena itu akan memberi kesempatan untuk membawa kasus-kasus ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dan Pengadilan Internasional (ICJ).

Sejumlah ide yang dibahas, menurut para diplomat, memberikan Palestina status “negara non-anggota” tapi dengan membatasi kemampuan untuk melakukan gugatan hukum ke ICC atau ICJ.

Israel kemarin meningkatkan kehadiran militernya di Tepi Barat, menjelang upaya Palestina di PBB. Harian Yediot Aharonot melaporkan, tiga batalion atau 1.500 personil telah dikerahkan dan unit-unit siap di tanah pendudukan.

Pengerahan tentara itu dilakukan menjelang unjuk rasa Palestina untuk menyuarakan kemerdekaannya. Jenderal Avi Mizrahi, komandan Israel tengah, termasuk Tepi Barat, telah mengeluarkan perintah pada militer untuk bertindak terkendali dan menghindari pertumpahan darah jika terjadi masalah.

Militer juga menambah kehadirannya di sekitar pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Pejabat Israel mengatakan, satu Palestina dan satu Israel terluka dalam bentrok yang terjadi kemarin di desa Kusra, utara Tepi Barat.

“Puluhan pemukim Yahudi hendak masuk Kusra tapi mereka dihentikan oleh penduduk yang khawatir mereka akan diserang dan pemukim Yahudi mulai memukuli mereka,” kata pejabat Palestina. “Seorang pemukim Yahudi mengeluarkan pistol dan menembak kaki seorang warga Palestina.”

Juru bicara militer Israel menyatakan, bentrok terjadi di wilayah konflik luar Kusra, antara penduduk dan orang dari pemukiman Yahudi terdekat, Esh Hakodesh.

Sementara itu, surat kabar corong pemerintah China memperingatkan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah jika AS mengeluarkan veto atas upaya Palestina di PBB pekan depan. “Jika AS memilih untuk melawan opini publik dan menghalangi upaya Palestina di PBB pekan itu, tidak hanya Israel yang menjadi lebih terisolasi tapi juga ketegangan di kawasan akan meningkat,” tulis China Daily.

“Mayoritas komunitas internasional menganggap negara merdeka merupakan hak Palestina yang tidak dapat dihalangi,” tulis China Daily, mendukung sikap pemerintah Beijing dalam isu tersebut. (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar