Cari di Sini

Rabu, 15 Juni 2011

PM Vietnam Keluarkan Dekrit Wajib Militer

HANOI- Perdana Menteri (PM) Vietnam Nguyen Tan Dung telah menandatangani dekrit perintah wajib militer, di tengah ketegangan maritim dengan China.

Surat kabar militer Vietnam, Quan Doi Nhan Dan, melaporkan hal tersebut kemarin. Dekrit itu bukan perintah mobilisasi tapi menjelaskan siapa yang akan dibebaskan dari wajib militer di saat perang, termasuk para pejabat tinggi pemerintahan dan pria yang tidak memiliki saudara kandung.

“Dekrit ini akan mulai berlaku 1 Agustus,” ungkap laporan Quan Doi Nhan Dan seperti dikutip AFP, kemarin.

PM Nguyen Tan Dung menandatangani dekrit tersebut pada Senin (13/6), hari yang sama ketika angkatan laut Vietnam menggelar latihan penembakan altileri akrif selama sembilan jam. Saat ini, hubungan Vietnam dan China sedang memanas terkait konflik di wilayah perairan yang disengketakan banyak negara.

“Hanoi mengirim satu pesan pada China bahwa Vietnam memiliki pertaruhan besar dalam konflik ini. Ketegangan belum pernah setinggi ini di Laut China Selatan,” papar Ian Storey, pengamat keamanan di Institute of Southeast Asian Studies, Singapura.

Hubungan antara Vietnam dan China berada di posisi terendah dalam beberapa tahun terakhir, setelah konfrontasi maritim yang mengusik klaim kedaulatan masing-masing di kepulauan Spratly dan Paracel.

Dalam komentar yang dipublikasikan pekan lalu, PM Nguyen Tan Dung menegaskan, Vietnam menegaskan tekadnya melindungi kedaulatan di kepulauan tersebut.

Pengamat meyakini kemungkinan bentrok antara dua negara semakin meningkat, meski Beijing menegaskan tidak akan menggunakan kekuatan di Laut China Selatan. Vietnam juga mengatakan ingin melihat resolusi damai dan mengikuti hukum internasional.

Situasi memanas sejak Mei silam, setelah Vietnam menuduh China melanggar zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut. Hanoi mengatakan, tiga kapal mata-mata marinir China merusak kabel-kabel eksplorasi sebuah kapal survei minyak Vietnam. Menurut Hanoi, China melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 tentang Hukum Laut.

Pekan lalu, Vietnam menuduh satu kapal nelayan China menabrak kabel-kabel kapal survei minyak lainnya di wilayah tersebut. Sebaliknya, Beijing memperingatkan Vietnam menghentikan semua aktivitas yang dianggap melanggar kedaulatan China di wilayah sengketa.

Vietnam pun kembali mengungkit 1.000 tahun pendudukan China dan perang perbatasan 1979 saat terakhir kali Hanoi memerintahkan mobilisasi militer umum bagi warga berusia 18-45 tahun.

Berdasarkan dokumen putih pertahanan Vietnam 2009 yang baru saja dirilis, negara berpenduduk 86 juta jiwa itu memiliki 450.000 personil militer aktif dan cadangan lima juta personil. Lebih dari 70 pelaut Vietnam tewas pada 1988 dalam pertempuran singkat angkatan laut melawan China di Spratly.

Sengketa maritim itu tidak hanya terjadi antara Vietnam dan China, tapi melibatkan pula Taiwan. Angkatan laut Taiwan pada Selasa (14/6) menegaskan tidak akan menghapus jadwal misi-misi patroli di kepulauan yang disengketakan di Laut China Selatan, meski sedang terjadi ketegangan regional terkait perairan tersebut.

Misi rutin sedikitnya dilakukan tiga kali setahun yang akan melibatkan satu armada angkatan laut ke Taiping yang dikontrol Taiwan. Taiping merupakan pulau terbesar di Spratly dan Prata atau Paracel.

“Jadwal berbagai misi tidak akan berubah. Selain itu, tidak akan cukup suplai logistik bagi para penjaga pantai yang bertugas di sana,” tutur juru bicara angkatan laut Taiwan yang menolak menyebutkan kapan tanggal misi itu digelar. United Evening News melaporkan, misi yang didukung penjaga pantai itu normalnya digelar pada Maret, Juni, dan September.

Kementerian Pertahanan Taiwan pada Minggu (12/6) menjelaskan kemungkinan pengerahan kapal-kapal rudal di Laut China Selatan. Selain itu juga mengerahkan tank-tank di kepulauan yang disengketakan.

Rencana pengerahan kapal rudal itu muncul saat China semakin agresif di Laut China Selatan. Taiwan pekan lalu mengulangi klaimnya terhadap Spratly, serta tiga gugus pulau lainnya di Laut China Selatan.

Taiwan, Vietnam, Brunei, China, Malaysia, dan Filipina, mengklaim seluruh atau sebagian Spratly yang terletak diduga mengandung deposit minyak dan gas bumi. (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar