Cari di Sini

Jumat, 01 Juni 2012

Konflik Suriah Akan Berlangsung Lama


Kekerasan di Suriah akan menjadi yang terlama dalam gelombang Kebangkitan Arab yang menggulingkan rezim Mesir, Tunisia, dan Libya. Selama militer masih setia terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad, selama itu pula rezim akan bertahan, apapun yang terjadi.

Apalagi pendukung setia Assad tidak hanya dari kalangan militer. Ada banyak pendukung Assad dan Partai Baath yang berkuasa saat ini. Pendukung Assad tidak hanya dari komunitas minoritas Alawite Syiah, Kristiani, dan Druze, tapi juga kelompok borjuis Suriah dan kelas menengah.

“Saya pikir ini akan menjadi perang yang sangat mengerikan dan berdarah sebelum dapat dihentikan. Dan saya memikirkan hal itu, karena seperti Anda tahu, menteri luar negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton menyebut krisis itu mengerikan dan Presiden AS Barack Obama menganggapnya sangat mengerikan, tapi tetap saja perang terus terjadi,” papar Robert Fisk, koresponden The Independent untuk Timur Tengah.

Saat ini pertempuran antara kelompok oposisi bersenjata dan tentara rezim terus terjadi, meskipun ada kesepakatan damai yang dimediasi Kofi Annan, utusan Liga Arab dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah.

Pertempuran itu tidak berlangsung imbang karena pemberontak kurang memiliki dukungan persenjataan dan tidak bersatu. Pemberontak masih kalah dengan kekuatan pasukan rezim Assad yang bersenjata lengkap, terkoordinir, dan solid. Maka tampaknya mustahil bagi pemberontak berhasil menggulingkan Assad yang memiliki militer kuat.

“Saya telah pergi ke perbatasan dan mencoba bertemu pemberontak bersenjata Tentara Suriah Bebas (FSA). Saya telah melihat tiga atau empat faksi berbeda,” tutur Fisk.

Oposisi Suriah sangat terpecah belah dan tidak dapat dilihat sebagai satu faksi tunggal. Hal itulah yang membuat banyak pemimpin dunia, termasuk Obama yang mengatakan bahwa mereka tidak tahu siapakah oposisi Suriah itu.

Karena tidak diketahui dengan pasti kekuatan tunggal oposisi, maka Barat tetap sulit memberikan dukungan pada oposisi. Apalagi sangat mungkin bahwa berbagai kelompok oposisi itu termasuk anggota Al Qaeda dan mereka mungkin terlibat dalam pembantaian di Houla, Suriah, yang menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk anak-anak dan perempuan.

Meskipun saat ini sejumlah negara-negara Teluk yang Sunni telah mempersenjatai pemberontak Suriah, namun langkah itu belum cukup. Yang dibutuhkan untuk menggulingkan rezim Assad ialah pasukan tank dan anti-pesawat serta personil militer yang cakap. Hal ini tidak dimiliki oleh pemberontak bersenjata saat ini dan dalam waktu dekat mendatang.

“Militer Suriah tetap setia pada presiden Assad. Dan sepanjang itu terjadi, selama itu pula Damaskus tetap menjadi pusat kota. Bashar al-Assad tidak akan tergulingnya, meskipun Obama atau pemimpin negara lain menginginkannya,” ungkap Risk.

Diplomasi Gagal

Dalam setahun terakhir, rezim Assad menunjukkan bahwa mereka dapat mengelola negara itu, meskipun diterpa krisis, kemerosotan ekonomi, dan status paria. Bantuan dari Iran membuat Suriah tetap survive menghadapi berbagai tekanan internasional. Dan sepanjang rezim itu mampu membuat militer dan aparat keamanan senang, Assad mungkin akan tetap selamat untuk beberapa tahun ke depan.

“Diplomasi telah gagal. Enam poin rencana damai Annan tidak dapat berhasil karena tidak diakui rezim dan oposisi Suriah. Rencana Annan hanya mampu menjauhkan Rusia dari Assad, tapi ini tidak akan mudah,” papar Aaron David Miller, pengamat dari Woodrow Wilson International Center for Scholars dan negosiator Timur Tengah dalam pemerintahan Partai Demokrat dan Partai Republik AS, serta penulis buku "Can America Have Another Great President?".   

Selain itu, Rusia telah menyaksikan bekas-bekas aliansinya telah berguguran seperti pin-pin dalam permainan bola bowling. Semua yang berada dalam tekanan AS, seperti Saddam Hussein dan Muammar Khadafi, telah tumbang. Rusia tentu tidak ingin Suriah mengikuti nasib seperti Libya. Kini Washington juga mendesak Rusia untuk menekan Iran dalam isu nuklir. Upaya Arab dan Barat untuk mempersenjatai pemberontak Suriah juga mendapat tentangan dari Rusia.

Sikap Rusia ini diikuti oleh China. Moskow dan Beijing juga telah mengeluarkan dua kali veto untuk menggagalkan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyerukan langkah lebih keras terhadap Suriah. 

Suriah Bukan Libya

Upaya Barat dan Arab untuk menggulingkan rezim Suriah tidak akan semudah mereka meruntuhkan Libya. Karena Suriah bukan Libya. Suriah memiliki sistem pertahanan udara yang canggih dan cadangan senjata kimia dan biologis. Bahkan serangan udara dan rudal-rudal kendali yang dilakukan militer asing tidak akan cukup untuk menggulingkan rezim Assad. Pasukan asing yang menyerbu melalui darat juga akan diperlukan setelah itu.

“Jika Obama menganggap bahwa menggulingkan Assad merupakan kepentingan nasional utama AS, dia harus menyusun satu strategi untuk melakukannya. Menurut saya, Suriah tidak termasuk, sehingga tidak cukup untuk membenarkan intervensi militer sepihak seperti yang dilakukan AS di Afghanistan dan Irak,” ungkap Miller, dikutip CNN.

Apalagi ketika AS yang memimpin intervensi militer di Suriah, Washington juga harus bertanggung jawab untuk perbaikannya. Dan hal ini akan menguras banyak energi, sumber daya, dan dana bagi pemerintahan Obama yang sedang menghadapi pemilu presiden dan ancaman krisis ekonomi di Uni Eropa.

Menteri Pertahanan AS Leon Panetta juga menegaskan bahwa setiap intervensi militer di Suriah memerlukan dukungan dari PBB. Itu artinya, mempersenjatai oposisi Suriah hanya akan dilakukan dengan dukungan internasional dan tergantung pada PBB untuk langkah praktis dan efektifnya.

Saat ditanya apakah ada skenario AS untuk mengambil langkah militer tanpa persetujuan PBB, Panetta menjawab dengan tegas, “Tidak, saya tidak dapat membayangkannya.”

Menurut Panetta, saat ini Pentagon sedang melakukan rencana contingency di Suriah dan membiarkan pintu tetap terbuka bagi kemungkinan intervensi militer di masa depan. Namun dia tetap menegaskan bahwa sikap pemerintah AS adalah melakukannya hanya mendapat dukungan internasional. “Komunitas internasional dan presiden AS sedang dalam proses memutuskan apa langkah-langkah yang akan kami ambil,” tuturnya.

Tekanan terhadap pemerintahan Obama untuk mempertimbangkan langkah-langkah militer terus menguat setelah tragedi di Houla. Washington memang telah mendesak Assad mundur, tapi upaya ini hanya fokus pada tekanan diplomatik dan sanksi terhadap rezim Suriah. Namun Rusia tetap menghalangi berbagai sanksi ekonomi yang akan diterapkan Dewan Keamanan PBB terhadap Damaskus.

Krisis di Suriah juga menjadi isu hangat kampanye pemilu presiden di AS. Nominasi presiden AS dari Partai Republik Mitt Romney mendesak Gedung Putih mempersenjatai pemberontak Suriah. Sejauh ini, pemerintah AS hanya bersedia memberikan bantuan kemanusiaan dan bantuan non-senjata lainnya pada pemberontak. Namun Washington menolak desakan untuk intervensi militer dengan alasan menghindari terlibat dalam perang sipil yang lebih besar.

“Ini bukan situasi yang dapat ditoleransi. Kita tidak dapat puas dengan apa yang sedang terjadi dan komunitas internasional harus mengambil langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan bahwa Assad mundur,” ungkap Panetta yang mendesak Rusia harus meningkatkan peran dalam meredam krisis.

AS dan NATO pernah melakukan intervensi militer untuk menghentikan pembunuhan etnis di Kosovo tanpa ijin PBB pada 1999. Namun langkah itu tampaknya tidak akan dilakukan di Suriah.

Iran dan Suriah Saling Bantu

Saat negara-negara Barat dan Arab berupaya mengisolasi rezim Suriah, Iran memilih menolong rezim Damaskus. Iran yang merupakan salah satu aliansi terdekat Damaskus itu menawarkan menjual produk pertanian pada Suriah.

Iran dan Suriah merupakan dua negara yang mendapat tekanan internasional. Barat berupaya mengacaukan import pangan, mengganggu jalur pengiriman kapal hingga melarang transaksi keuangan dengan Iran. Salah satu cara menghindari sanksi Barat pada Iran ialah dengan membantu Suriah yang sedang menghadapi masalah serupa. Meskipun bantuan Iran itu tetap terbatas bagi Suriah.

“Iran akan mencoba membantu Suriah. Saya pikir sebagian besar akan dilakukan melalui pasar gelap,” ungkap seorang pedagang di perusahaan pangan internasional di Prancis.

Menurutnya, Iran tertarik membantu menyelesaikan krisis pangan yang dihadapi pemerintahan Assad. Bahkan Teheran juga membantu Aljazair, Tunisia, dan Libya yang diguncang revolusi Kebangkitan Arab.

Pengamat berpendapat bahwa gandum, makanan ternak, dan biji-bijian lainnya dapat dikirimkan Iran ke Suriah secara rahasia, untuk menghindari praktek nolrmal dalam tender publik internasional.

“Jelas Iran akan membantu Suriah. Tapi ini tidak dilakukan secara terbuka. Ini akan menjadi perjanjian bilateral antara mereka,” papar pedagang pangan lainnya di Eropa barat.

Berbagai lembaga pemerintah biasanya membeli melalui tender publik di mana kuantitas, jadwal pengiriman, dan detail lainnya dikirim ke lembaga perdagangan internasional dengan batas waktu untuk tawaran. Namun pembelian oleh sektor privat biasanya tidak terlalu transparan.

Iran dapat mengirimkan suplai ke Suriah menggunakan truk-truk melalui Irak atau Turki yang berbatasan langsung dengan Suriah. Pengiriman juga bisa dilakukan melalui berbagai pelabuhan di Irak dan Turki, kemudian masuk ke Suriah.

Dengan dukungan Iran dan loyalitas militer Suriah terhadap rezim Assad, pemerintahan Damaskus tampaknya akan bertahan lebih lama. Kekerasan di Suriah pun akan lebih panjang dan berdarah. (syarifudin)        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar