TRIPOLI (SINDO)- Pemimpin Libya Moamer Kadhafi terus mengerahkan pendukungnya untuk menghadapi demonstran anti pemerintah yang berupaya menggulingkan empat dekade pemerintahannya.
Kadhafi berpidato dengan penuh kemarahan di televisi nasional, kemarin. Dia tetap mengabaikan kecaman internasional tentang kebrutalan aparatnya dalam menghadapi para demonstran.
“Tangkap tikus-tikus itu. Keluar dari rumahmu dan serbu mereka di mana pun mereka berada,” ucap Kadhafi yang mengancam akan membersihkan musuh-musuhnya dari rumah ke rumah dari inchi ke inchi, sebelum dia secara dramatis menegaskan dirinya rela mati sebagai martir di Libya.
Kemarin, para pendukung Kadhafi tampak menggelar pawai di jalanan Tripoli, setelah pidato pemimpin Libya tersebut. Sebagian besar pertokoan di kota tersebut.
Sebuah spanduk besar bertuliskan “Kekuatan rakyat atau mati” dibentangkan di dekat Lapangan Hijau, yang menjadi basis pendukung Kadhafi sejak revolusi anti rezim bangkit pada 15 Februari. Para pendukung Kadhafi berkumpul menggunakan sejumlah minibus dan sebagian berada di atap-atap kendaraan.
Kadhafi tetap mempertahankan posisinya karena dia tidak ingin menjadi pemimpin Arab yang terguling melalui revolusi, seperti yang dialami pemimpin Mesir dan Tunisia dalam beberapa pekan terakhir.
Tapi cengkeraman kekuasaan Kadhafi mulai melemah, terungkap saat Menteri Luar Negeri (menlu) Italia Franco Frattini kemarin menyatakan, pemimpin Libya telah kehilangan kontrol di Provinsi Cyrenaica. “Cyrenaica tidak lagi di bawah kontrol pemerintah Libya dan di sana terjadi kekerasan di penjuru negeri,” ujarnya, menyerukan agar banjir darah ini segera diakhiri.
Selain itu, pada penentang rezim Kadhafi tampaknya dapat mengontrol wilayah pantai timur Libya, seiring membelotnya sejumlah tentara menjadi pendukung revolusi. Tim wartawan dari AFP yang berkeliling Libya melihat banyak pemberontak bersenjata di sepanjang jalan raya dekat Mediterranea dari perbatasan Mesir ke kota Tobruk.
“Milisi yang setia pada Kadhafi telah dieksekusi,” ujar warga setempat. “Gerakan anti-Kadhafi mengontrol wilayah dari perbatasan Mesir hingga Tobruk dan kota Benghazi hingga Ajdabiya, sepanjang pantai.”
Tentara di wilayah timur mendeklarasikan dukungan pada gerakan anti rezim. Tapi rezim menyatakan pemerintah masih mengontrol wilayah itu melalui SMS yang dikirim ke jaringan telepon seluler Libya. “Tuhan memberi kemenangan pada pemimpin dan rakyat kita,” tulis SMS yang dikirimkan pemerintah Libya.
Melemahnya dukungan terhadap Kadhafi juga tampak dari pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Libya Abdel Fatah Yunes. Bahkan Yunes menyeru militer untuk mendukung gerakan pemberontakan untuk menggulingkan Kadhafi.
Sejumlah diplomat dan pejabat militer juga mundur dari posisinya dan mengumumkan dukungan untuk gerakan anti rezim. Salah satu yang mundur ialah Duta Besar Libya untuk Indonesia, Singapura, dan Brunei Salaheddin M. El Bishari.
“Ini merupakan keputusan pribadi saya. Saya khawatir dengan kondisi keluarga saya di Libya,” kata El Bishari. “Tentara membunuhi warga sipil tidak bersenjata tanpa kasihan. Menggunakan persenjataan berat, jet tempur, dan membunuhi rakyatnya sendiri. Ini tidak dapat diterima. Saya sudah cukup dengan ini. saya tidak dapat mentoleransi lagi.”
El Bishari menyatakan telah mengajukan surat pengunduran dirinya sebagai ketua Dewan Rakyat Libya di Indonesia. “Ini respon terhadap apa yang terjadi di negara saya,” paparnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Kusuma Habir membenarkan mundurnya Duta Besar (Dubes) Libya untuk Indonesia, Salaheddin El Bishari. “Hari ini kami (Kemlu) menerima surat dari beliau (El Bishari) yang menyatakan mundur,” kata Kusuma yang dihubungi Sindo tadi malam.
Selain itu, Kusuma juga menjelaskan kondisi Warga Negara Indoneis (WNI) di Libya. “Kami belum menerima kabar ada WNI yang terkena efek. Kami mengimbau warga kita di sana untuk menghindari tempat-tempat keramaian dan terus mengontak warga lain,” paparnya.
Untuk pertama kali, kemarin, Kementerian Dalam Negeri Libya mengeluarkan data korban tewas sejak kerusuhan pecah sepekan silam. Pemerintah Libya menyatakan, korban tewas mencapai 300 jiwa, termasuk 189 warga sipil dan 111 tentara. Sebagian besar korban jiwa berada di kota terbesar kedua, Benghazi, yang menjadi basis oposisi di wilayah timur Libya.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia (HAM) menyatakan korban tewas dapat mencapai 400 orang. Surat kabar Times menyatakan, dari kondisi luka parah dan jasad korban tewas di sebuah rumah sakit Benghazi, tampak jelas aparat menggunakan senjata berat untuk menembaki demonstran.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam kekerasan dan penggunakan militer untuk menghadapi warga sipil. PBB menyesalkan tewasnya ratusan warga sipil. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyerukan upaya internasional untuk memastikan transisi damai di Libya.
Sedangkan Dewan HAM PBB akan menggelar sesi khusus pada Jumat (25/2) untuk membahas krisis di Libya, setelah mendapat permintaan dari Uni Eropa (UE). “Serangan sistematis dan meluas terhadap populasi sipil mungkin termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay.
Permintaan UE itu ditandatangani 47 negara anggota PBB dari semua kawasan di dunia, termasuk Otoritas Palestina. Pertemuan dan diskusi akan dimulai pada pukul 10.00 pagi waktu Jenewa pada Jumat (25/2).
Gejolak di Libya dan negara-negara Arab lainnya membuat harga minyak melambung tinggi. Selain itu, pemerintah di Asia, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) mengerahkan pesawat dan kapal untuk mengangkut warganegaranya keluar dari Libya.
Negara-negara Asia kemarin mempersiapkan rencana evakuasi besar-besaran untuk lebih dari 100.000 migran yang terjebak di Libya. Banyak dari mereka bekerja di bidang konstruksi dengan gaji rendah.
Mayoritas ekspatriat itu merupakan pekerja kontrak, 60.000 dari Bangladesh, 30.000 dari Filipina, 23.000 dari Thailand, dan 18.000 dari India. Dari 18.000 warga India di Libya, sebanyak 3.000 orang dilaporkan berada di kota Benghazi dan bekerja di sejumlah perusahaan otomotif serta rumah sakit. “Sebuah kapal penumpang India yang dapat membawa 1.000 orang berada di Laut Merah dan siap dioperasikan,” papar Menteri Luar Negeri India Nirupama Rao.
Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay terbang ke Timur Tengah untuk mengawasi rencana darurat untuk sembilan juta warganegara mereka yang menjadi pekerja migran. “Pemerintah akan membeli tiket pesawat untuk 30.000 warga kami di Libya yang ingin keluar dari negara itu,” paparnya.
China juga merencanakan evakuasi untuk 30.000 warganya yang bekerja di sektor minyak, perkeretaapian, dan telekomunikasi. “China akan mengirim sebuah pesawat, kapal, dan kapal nelayan ke Libya untuk membantu evakuasi warga,” papar pemerintah Beijing. “Pemerintah memutuskan segera mengerahkan pesawat sewaan, kapal kargo COSCO di perairan terdekat, dan kapal-kapal nelayan yang membawa bahan kebutuhan serta suplai medis.”
Sementara itu, pemerintah Vietnam terus mengawasi kondisi 10.000 warganya di Libya.
Sedangkan pemerintah Sri Lanka sudah menghubungi International Organisation on Migration (IOM) untuk membantu sedikitnya 1.200 warganegaranya.
“Kami tidak memiliki pesawat untuk membawa mereka pulang, jadi kami meminta IOM. Kami juga berbicara dengan para duta besar dari negara-negara sahabat untuk mendapat bantuan mereka,” kata deputi menteri luar negeri Sri Lanka Neomal Perera.
Uni Eropa telah siap mengevakuasi 10.000 warganya yang terjebak di Libya dalam beberapa jam dan hari ke depan, termasuk melalui laut. Semua negara anggota UE akan bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Monitoring (MIC) untuk melakukan evakuasi skala besar.
Pemerintah Spanyol telah mengirim sebuah pesawat ke Libya untuk mengevakuasi warganya. “Sebuah pesawat tiba malam ini di Tripoli untuk membawa warganegara Spanyol,” papar pemerintah.
Sementara itu, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyesalkan aksi represi aparat keamanan di Libya. “Tidak dapat dibayagnkan bahwa seseorang membunuh warganya, membombardir rakyatnya. Bagaimana para aparat diperintahkan menggunakan peluru tajam dari senjata mesin, tank-tank, dan senapan pada rakyat mereka sendiri,” katanya.
“Ini tidak dapat diterima. Biarkan rakyat bicara, secara bebas, memutuskan untuk mengekspresikan keinginannya. Jangan menghalangi kehendak rakyat. Para pemimpin di dunia harus mendengarkan dan berbicara dengan rakyatnya,” papar Ahmadinejad. (AFP/Rtr/syarifudin/anastasia ika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar