TOBRUK (SINDO)- Libya bagian timur mendukung revolusi sepenuhnya dan sebuah kota dekat Tripoli jatuh ke tangan milisi sipil, kemarin. Terlepasnya sejumlah wilayah itu dari kekuasaan Pemimpin Libya Moamer Kadhafi menunjukkan kian lemahnya rezim.
Beberapa wilayah lain tampaknya akan terus berada dalam kontrol oposisi dan tanpa ada hukum yang berlaku di sana. Gelombang unjuk rasa dan kekerasan yang terus terjadi di negara itu memaksa ratusan ribu ekspatriat hengkang dari Libya.
“Tidak ada tempat untuk kembali. Bahkan jika kita semua mati, paling tidak anak-anak tidak akan tinggal bersamanya,” tegas seorang penentang Kadhafi di Libya timur.
Saat jenderal senior dan pengikut Kadhafi sejak kudeta 1969 yang dilakukannya, beralih membelot menjadi pendukung revolusi, para penentangnya tampak menguasai pantai timur Libya, mulai dari perbatasan Mesir hingga kota Tobruk dan Benghazi, dua kota yang terkenal selama Perang Dunia II.
Sebuah kota di dekat Tripoli juga sudah tidak dalam kontrol rezim Kadhafi. Saat ini banyak para jenderal yang telah membelot menjadi penentang Kadhafi. “Para petugas polisi dan tentara telah desertir, membelot dari tugas di kota Zouara yang terletak 120 kilometer barat ibu kota Tripoli,” ujar saksi mata serta ribuan orang yang tiba di perbatasan Tunisia dan Libya, kemarin.
Menurut pekerja asal Mesir yang melarikan diri, Zouara telah dalam kontrol milisi sipil setelah pertempuran sengit pada Rabu malam (23/2). “Terdengar banyak tembakan antara pukul 7 dan 10 malam kemarin,” kata Mahmoud Mohammed Ahmed Attia. “Di sana tidak ada polisi atau tentara, warga sipil yang menguasai kota tersebut.”
Warga Mesir lainnya, Mahmoud Ahmeda, 23, menjelaskan, “Rakyat terpecah antara penentang dan pendukung Kadhafi, tapi ada lebih banyak penentangnya.”
Para penentang Khadafi lainnya menegaskan dalam rapat di kota Al-BAida, “Tujuan kita sekarang ialah Tripoli. Jika Tripoli tidak dapat membebaskan dirinya sendiri.”
Di wilayah timur Tripoli, suara letusan senjata api terdengar sepanjang malam. Kemarin pagi, jalanan di ibu kota tampak senyap, tanpa aktivitas manusia.
Namun untuk menunjukkan masih kuatnya pengaruh Khadafi, televisi pemerintah mengumumkan bahwa pemimpin Libya itu akan memberikan pidato lagi di kota Zawiyah yang terletak atnara Zouara dan Tripoli. Pidato itu akan dilakukan dua hari setelah dia muncul untuk mendorong para pendukungnya melenyapkan pemberontak dari rumah ke rumah dan dari inchi ke inchi.
Mantan Menteri Kehakiman Libya Mustapha Abdeljalil yang mundur karena jatuhnya korban jiwa, memprediksi bahwa Kadhafi akan mengikuti jejak Adolph Hitler dengan melakukan bunuh diri, daripada menyerahkan kekuasaan para kekuatan oposisi. “Dia akan seperti Hitler, dia akan bunuh diri,” ujar Abdeljalil, menyebut nama Pemimpin Jerman pada Perang Dunia II.
Sedangkan putra Moamer Kadhafi, Saadi Kadhafi, menyatakan bahwa ayahnya akan menjadi penasehat “big father” dalam rezim baru setelah “gempa bumi positif” yang mengguncang Libya. “Ayah saya akan tetap menjadi big father yang memberikan nasehat. Setelah gempa bumi positif ini, kita telah melakukan sesuatu untuk Libya. Kita telah membawa darah baru untuk memerintah negara kami,” papar Saadi melalui telepon dari Tripoli.
Putra ketiga dari tujuh putra Kadhafi itu menjelaskan, 85% Libya sangat tenang dan sangat aman. “Saat ini pukul 14.00 di Tripoli dan keadaan sangat tenang dan diam. 50 atau 60% rakyat bekerja secara normal,” katanya. “Ada orang yang memprotes pemerintahan ayah saya, itu normal. Setiap orang perlu bebas mengekspresikan opininya.”
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mengecam aksi brutal aparat Libya dalam meredam unjuk rasa. Ini merupakan komentar pertama Obama di televisi tentang krisis Libya. “Penderitaan dan pertumpahan darah ini sangat disesalkan dan ini tidak dapat diterima. Kekerasan ini harus dihentikan,” tegasnya.
“Selama beberapa hari terakhir tim keamanan nasional saya bekerja sepanjang waktu untuk memonitor situasi di sana dan berkoordinasi dengan mitra internasional kami tentang jalan keluarnya,” ujar Obama.
Obama menyatakan akan mengirimkan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengikuti pertemuan level menteri di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jenewa, pada Senin (28/2). “Seperti semua pemerintahan, Libya bertanggung jawab untuk mengatasi kekerasan, mengijinkan bantuan kemanusiaan mencapai pihak yang membutuhkan dan menghormati HAM rakyatnya,” katanya.
Uni Eropa (UE) mendesak angkatan laut membantu penyelamatan lebih dari 6.000 warga Eropa yang terjebak di Libya. Ribuan warga Eropa menyebut Libya telah menjadi neraka.
“Sekitar 5.000 hingag 6.000 warga Eropa masih terjebak di Libya, sebagian besar di Benghazi,” kata juru bicara Komisi Eropa Raphael Brigandi.
Blok 27 negara itu menyatakan kemungkinan melibatkan militer untuk membantu evakuasi. Sebuah kapal yang berkoordinasi dengan China, telah menetapkan 500 tempat yang bisa diakses warga Eropa di Libya untuk proses evakuasi.
Sementara itu, sebuah kapal perang Korea Selatan (Korsel) yang semula bertugas menumpas perompak Somalia, menuju Libya untuk membantu evakuasi. “Kapal itu akan tiba di perairan dekat Libya setelah pekan depan,” papar pemerintah Seoul.
Korsel juga menyewa sebuah pesawat Egyptian Air Airbus A330 untuk membawa 1.400 warga Korsel masih yang terjebak di Libya, menuju Kairo. Pesawat yang tiba di Tripoli itu dapat memuat 260 penumpang, sekali penerbangan.
Sedangkan China kemarin mengerahkan operasi udara, laut, dan darat untuk mengevakuasi lebih dari 33.000 warganya di Libya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri (kemlu) China Ma Zhaoxu menjelaskan, sekitar 4.600 warga China telah dievakuasi dari Libya.
“Lebih dari 4.000 orang dievakuasi menuju pulau Crete, Yunani, dengan kapal, 400 orang lainnya dibawa ke Mesir melalui jalur darat, dan sisanya tiba di Beijing dengan sebuah pesawat Air China,” ungkap Ma.
China juga menyewa empat kapal untuk evakuasi melalui laut. Puluhan ribu warga China yang tinggal dan bekerja di Libya, bekerja di sektor minyak, perkeretaapian, dan telekomunikasi.
Sementara Turki telah mengevakuasi lebih dari 7.000 orang dari Libya sejak akhir pekan. Mereka ada yang warga Turki dan warganegara lain yang meminta bantuan. “Sebanyak 3.000 orang tiba di pelabuhan Marmaris, Mediterranea pada Kamis pagi (24/2) dengan dua kapal feri yang dikirim ke Libya untuk mengumpulkan warga Turki,” papar Kemlu Turki.
Di antara mereka ada juga warga Inggris, Kanada, Jerman, Suriah, dan Rusia. Ada sekitar 25.000 warag Turki yang bekerja di Libya, sebagian di perusahaan konstruksi Turki di negara kaya minyak tersebut.
Harga minyak mencapai angka tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir, akibat kekacauan di Libya, produsen terbesar keempat di Afrika. Harga minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April mencapai USD119,79 di London. (AFP/Rtr/syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar