Cari di Sini

Selasa, 15 Februari 2011

Revolusi Menjalar di Bahrain, Iran, dan Yaman

MANAMA (SINDO)- Gelombang revolusi terus menjalar di negara-negara Arab dan memunculkan korban-korban baru. Dua demonstran Bahrain tewas dalam bentrok melawan polisi, kemarin. Sedangkan di Iran, satu orang pengunjuk rasa juga tewas, dan di Yaman, beberapa orang terluka.

Di Bahrain, demonstran terus meningkatkan protes anti pemerintah dan kubu oposisi Syiah, Asosiasi Nasional Islam (INAA), melakukan walkout dari parlemen. INAA memiliki 18 kursi di parlemen dengan total 40 kursi.

“Keputusan ini diambil karena memburuknya keamanan dan cara brutal serta negatif yang diambil pemerintah dalam menghadapi demonstran, hingga dua orang tewas,” papar anggota parlemen oposisi Khalil al-Marzooq, kemarin.

Demonstran yang tewas ialah Fadel Salman Matrouk dan Msheymah Ali. “Matrouk tewas tertembak di depan sebuah rumah sakit, kemarin, saat para pelawat berkumpul untuk pemakaman Ali yang tewas karena terluka setelah bentrok dengan polisi di desa Diya, Manama, pada Senin (14/2),” kata Marzooq yang menyebut kedua orang itu sebagai martir.

“Rakyat Bahrain tidak kalah berani dibandingkan rakyat di negara lain,” ungkap Marzooq yang menuduh aparat keamanan membunuh dua demonstran dengan sengaja. “Kubu oposisi Syiah mendukung demonstrasi tapi tidak akan menyerukannya karena kami ingin dunia melihat bahwa yang membuat perubahan ialah pemuda Bahrain dan bukan partai politik mana pun.”

Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) Bahrain menyatakan, beberapa orang yang mengikuti pemakaman kemarin, bentrok dengan aparat keamanan yang sedang berpatroli hingga Matrouk tewas. “Investigasi sedang dilakukan untuk melihat situasi dalam kasus tersebut,” papar pernyataan Kemendagri Bahrain.

“Meninggalnya seorang demonstran pada Senin (14/2) itu akibat lukanya. Saat ini diselidiki apakah polisi menggunakan persenjataan secara berlebihan dalam membubarkan demonstran di desa Diya,” ungkap Kemendagri.

Berita tentang tewasnya dua demonstran yang fotonya dipampang di sebuah laman Facebook, mendorong unjuk rasa lebih besar saat pemakaman mereka. Protes anti pemerintah dipastikan semakin meluas.

Saksi mata menyatakan, unjuk rasa terjadi pada Senin (14/2) di berbagai desa mayoritas Syiah, mulai dari wilayah barat, timur, hingga utara ibu kota. Demonstrasi juga digelar di lapangan bersejarah Balad al-Qadim di pusat kota Manama. Jumlah demonstran jika ditotal mencapai ratusan orang.

“Tidak ada yang ditahan selama demonstrasi, tapi polisi di beberapa lokasi bentrok dengan pengunjuk rasa,” kata seorang petugas polisi.

Aparat keamanan dikerahkan di sepanjang jalan-jalan utama menuju Manama untuk mengantisipasi gelombang besar unjuk rasa yang terus diserukan melalui internet. Gejolak ini serupa dengan seruan online di penjuru dunia Arab.

Grup di Facebook yang menyerukan perlawanan anti pemerintah pada 14 Februari, menginspirasi demonstran yang menggulingkan rezim di Tunisia dan Mesir. Grup tersebut mendapatkan lebih dari 22.000 dukungan “likes” kemarin. Sebuah pesan di grup itu berbunyi, “Inilah peluang Anda untuk membuka jalan bagi reformasi politik dan sosial sesuai perubahan yang sedang terjadi di Timur Tengah.”

Seperti negara-negara Arab lainnya, pakar teknologi Bahrain menggunakan internet untuk menyerukan desakan rakyat agar pemerintah menciptakan pekerjaan bagi jumlah pengangguran yang semakin banyak, dan meningkatkan gaji.

Saat ini 25 aktivis Syiah menghadapi tuduhan terorisme dan diadili di Bahrain yang dipimpin keluarga Sunni Raja Hamad. Rezim di negara Teluk itu tetap memegang kekuasaan Perdana Menteri (PM) dan menteri-menteri penting.

Pada 1990-an, Bahrain yang menghadapi Iran di perairan Teluk itu dilanda kerusuhan yang dipimpin Syiah hingga mereda sejak reformasi 2001 yang memasukkan kubu Syiah di parlemen. Namun oposisi Syiah di parlemen menuduh pemerintah mencoba mengubah demografis penduduk Bahrain dengan menaturalisasi imigran Sunni.

Sementara itu, satu orang demonstran tewas saat mengikuti unjuk rasa anti pemerintah Iran di Teheran. Polisi anti huru hara Iran menembakkan gas air mata dan peluru cat untuk membubarkan demonstran anti pemerintah di Teheran pada Senin (14/2).

Kantor berita Fars mengutip pernyataan deputi kepala polisi Iran Ahmad Reza Radan yang menuduh bekas kelompok pemberontak yang dilarang, Rakyat Mujahidin Iran (PMOI), sebagai pelaku penembakan yang menewaskan seorang demonstran dan melukai sembilan aparat keamanan.

Sedangkan beberapa laman oposisi menyatakan, pria yang mengendarai sepeda motor menembak pengunjuk rasa. Laman pemimpin oposisi Iran Mir Hossein Mousavi, kaleme.com, mengungkapkan, berdasarkan beberapa laporan, ratusan demonstran ditahan di Teheran. Belum ada konfirmasi resmi tentang laporan tersebut.

Demonstrasi anti pemerintah ini merupakan yang pertama kali digelar di Iran sejak 11 Februari 2010. Pemerintah masih melarang segala bentuk pawai dan unjuk rasa.

Laman oposisi Rahesabz.net menyatakan, bentrok terjadi dekat Tehran University dan di jalan yang menghubungkan Lapangan Azadi dengan Lapangan Enghelab. “Polisi menembakkan gas air mata pada demonstran yang meneriakkan “Ya Hossein, Mir Hossein”, slogan pendukung Mousavi pada 2009.

Rahesabz.net juga melaporkan seruan melawan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Demonstran meneriakkan, “Ben Ali, Mubarak, kini giliran Syed Ali!” seruan itu merujuk pada revolusi yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali dan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Sejumlah laman internet dan saksi mata menyatakan, ribuan pendukung oposisi turun di jalanan Teheran untuk mendukung revolusi Arab, meski dijaga ketat oleh polisi. “Layanan telepon seluler dan aliran listrik terputus di beberapa tempat lokasi unjuk rasa,” papar saksi mata.

Aparat keamanan awalnya mengepung rumah Mousavi untuk mencegahnya ikut unjuk rasa. Sedangkan pemimpin oposisi Iran lainnya, Mehdi Karroubi, masih dalam tahanan rumah secara de facto, berdasarkan keterangan laman miliknya, Sahamnews.org.

“Rumah mantan presiden kubu reformis yang mendukung oposisi, Mohammad Khatami, juga dijaga ketat,” ungkap Rahesabz.net.

Inggris dan Amerika Serikat (AS) mendesak pemerintah Iran menahan diri dalam menghadapi pengunjuk rasa. Menteri Luar Negeri (menlu) AS Hillary Clinton memberikan dukungan terhadap demonstran dan menyeru Iran untuk mengikuti contoh Mesir.

“Kami harap oposisi dan rakyat pemberani di jalanan penjuru kota-kota di Iran memiliki peluang sama seperti yang mereka saksikan di Mesir pada pekan lalu,” kata Hillary saat menuju Kongres AS.

Menlu Inggris William Hague menyatakan, “Presiden Iran Ahmadinejad Jumat lalu (11/2) mengatakan pada rakyat Mesir bahwa mereka memiliki hak untuk mengekspresikan pendapat mereka tentang negara mereka. Saya serukan otoritas Iran untuk mengijinkan rakyat mereka hak yang sama dan memastikan aparat keamanan menahan diri.”

Sementara itu, demonstran anti dan pendukung pemerintah Yaman bentrok di Sanaa, kemarin. Sedikitnya tiga orang terluka dalam bentrok tersebut.

“Para pendukung rezim dibantu polisi berpakaian preman yang menggunakan pistol listrik dikerahkan untuk melawan 3.000 demonstran anti pemerintah yang sebagian besar mahasiswa,” papar saksi mata.

Para demonstran itu berangkat dari Universitas Sanaa untuk menggelar unjuk rasa selama empat hari berturut-turut, kemarin. Mereka mendesak Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh yang berkuasa 32 tahun untuk mengundurkan diri. “Rakyat ingin menggulingkan rezim,” teriak demonstran, mengulangi slogan yang digunakan para pengunjuk rasa di Mesir yang berhasil menurunkan Presiden Hosni Mubarak di hari unjuk rasa ke-18.

Saat mereka mendekati istana kepresidenan Saleh, pendukung partai berkuasa Kongres Rakyat Umum (GPC) yang bersenjata tongkat dan batu, bentrok dengan demonstran anti pemerintah. “Sedikitnya tiga demonstran terluka,” papar koresponden kantor berita AFP.

“Polisi dengan pistol listrik bergabung bersama pendukung Saleh,” kata sejumlah demonstran anti pemerintah. Kelompok hak asasi internasional mengecam kekerasan yang dilakukan polisi Yaman.

Pada Senin (14/2), bentrok juga terjadi di pusat Sanaa saat demonstran yang sebagian besar mahasiswa dan pengacara, melawan polisi dan pendukung Saleh. Bentrok juga terjadi di kota Taez, selatan Sanaa, hingga delapan orang terluka. (AFP/Rtr/syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar