Cari di Sini

Kamis, 17 Februari 2011

Thailand Gelar Pemilu Sebelum Juni

Bangkok (SINDO)- Thailand akan menggelar pemilihan umum (pemilu) sebelum Juni tahun ini. Deputi Perdana Menteri (PM) Suthep Thaugsuban menjanjikan hal itu kemarin.

Pemilu itu akan jadi pertarungan sengit antara kekuatan politik di negara yang sempat diguncang sejumlah unjuk rasa berdarah. Komentar Thaugsuban muncul setelah pengesahan anggaran tengah tahun dan amandemen konstitusi terbaru. Dalam amandemen itu pemerintah menetapkan syarat untuk pemilu lebih awal, termasuk kondisi damai untuk menggelar pesta demokrasi.

“Saya jamin itu akan digelar sebelum Juni karena Perdana Menteri sudah membuatnya jelas. Kami akan menyelesaikan berbagai masalah kenaikan harga dan membubarkan (parlemen),” papar Thaugsuban.

Unjuk rasa pada April dan Mei tahun lalu oleh gerakan oposisi Kaus Merah mendesak pemeritnah menggelar pemilu lebih awal. Lebih dari 90 orang tewas dalam berbagai bentrok antara pengunjuk rasa dan militer bersenjata.

PM Thailand Abhisit Vejjajiva pekan lalu menyatakan, pemilu akan digelar pada semester pertama tahun ini jika tidak ada kekerasan baru. Pria kelahiran Inggris dan berpendidikan Oxford University itu harus menggelar pemilu pada akhir tahun ini, saat masa jabatannya berakhir.

Abhisit berhasil bertahan saat menghadapi krisis politik terburuk di Thailand pada tahun lalu. Banyak pengamat memperkirakan, Partai Demokrat yang dipimpin Abhisit dapat berkuasa lagi, asalkan berkoalisi dengan partai-partai yang lebih kecil.

“Pemerintahan ini akan terpilih lagi,” ujar Somjai Phagaphasvivat, profesor ilmu politik di Thammasat University, Bangkok. “Puea Thai (partai oposisi utama) akan mendapat banyak suara tapi tidak memiliki cukup kursi untuk membentuk pemerintahan. Sedangkan Demokrat akan memperoleh lebih banyak suara dan berkolaborasi dengan mitra koalisi saat ini untuk tetap berkuasa.”

Saat Abhisit diguncang krisis akibat tekanan Kaus Merah, dia mengusulkan menggelar pemilu pada November 2010, demi meredam ketegangan. Tapi Abhisit membatalkan rencana tersebut karena demonstran menolak membubarkan diri hingga militer digerakkan.

Beberapa bulan setelah militer membubarkan basis demonstran Kaus Merah, ibu kota Thailand diguncang sejumlah serangan bom skala kecil pada masa pemberlakuan keadaan darurat.

Somjai yakin Kaus Merah telah melemah karena kegagalan mereka meraih tujuan tahun lalu. “Beberapa orang tidak setuju dengan cara kekerasan mereka. Kaus Merah perlu mengatur strategi mereka, tapi itu akan lebih sulit bagi mereka karena pemilu segera digelar. Kekerasan akan berlanjut, tapi tak terlalu besar,” ungkapnya.

Oposisi Thailand juga dalam ketidakpastian apakah rakyat akan mendukung Kaus Merah, khususnya di wilayah pedesaan yang menjadi basis mereka. Kaus Merah menganggap pemerintahan Abhisit tidak demokratis karena berkuasa melalui voting parlemen pada 2008 dengan dukungan militer setelah keputusan pengadilan untuk membubarkan pemerintahan sebelumnya.

Gerakan Kaus Merah sangat setia pada mantan PM Thaksin Shinawatra yang dikudeta. Mereka telah menggelar serangkaian pawai sehari di ibu kota pada beberapa pekan terakhir.

Sedangkan kubu nasionalis Kaus Kuning yang mengklaim setia pada kerajaan Thailand, berunjuk rasa dekat Gedung Pemerintahan untuk memprotes cara Abhisit menangani perselisihan perbatasan dengan Kamboja. Karena itu, kabinet Thailand telah menyetujui pembelakuan Akta Keamanan Internal (ISA) di Bangkok untuk menghadapi berbagai aksi unjuk rasa di masa depan.

Saat ini Thailand dan Kamboja masih merasakan ketegangan di perbatasan. Kamboja lusa kemarin menginginkan pengawas regional untuk menengahi perundingan gencatan senjata dalam konflik perbatasan.

Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong menyatakan akan meminta bantuan dari 10 anggota Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menyelesaikan pertikaian di candi Preah Vihear, setelah terjadi baku tembak dan menewaskan sedikitnya 10 orang.

“Saya akan meminta pengawas ASEAN mengamati gencatan senjata di wilayah perbatasan,” kata Hor di Phnom Penh, setelah kembali dari pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Rabu (16/2). (AFP/Rtr/syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar