KANDAHAR- Walikota Kandahar Ghulam Haidar Hameedi tewas dalam serangan bunuh diri, kemarin. Ini merupakan pembunuhan politik terbaru di wilayah selatan Afghanistan.
Hameedi merupakan aliansi dekat Presiden Afghanistan Hamid Karzai. Pembunuhan Hameedi terjadi dua pekan setelah saudara kandung Karzai tewas ditembak di Kandahar. Kejadian ini menjadi kemunduran atas upaya Amerika Serikat (AS) mengontrol wilayah kediaman pemimpin spiritual Taliban saat pasukan asing mulai ditarik mundur.
“Pelaku bom bunuh diri meledakkan bom yang disembunyikan di turbannya dan menewaskan walikota Ghulam Haidar Hameedi yang sedang berbicara dengan warga setempat di lapangan balai kota Kandahar,” papar kepala kepolisian Abdul Razeq pada AFP.
Warga yang mengikuti pertemuan itu menyatakan, Hameedi sedang mendiskusikan sengketa lahan warga setelah dia memerintahkan penggusuran beberapa rumah yang dibangun secara ilegal dan dua anak-anak tewas saat penggusuran dilakukan pada Selasa (26/7).
Taliban menyatakan bertanggung jawab atas pengeboman tersebut. Menurut Taliban, seorang sukarelawan bom bunuh diri melakukan serangan setelah kematian dua anak-anak dalam penggusuran rumah warga. Taliban mengklaim seorang perempuan juga tewas selama penggusuran.
“Dalam serangan bunuh diri oleh seorang sukarelawan di Kandahar, walikota Hameedi terbunuh,” kata juru bicara Taliban Qari Yosuf Ahmadi dalam pesan singkat SMS pada AFP.
Kandahar merupakan kediaman keluarga Presiden Karzai dan menjadi lokasi pertempuran berdasar selama satu dekade. Kandahar juga menjadi wilayah persaingan suku untuk mendapatkan pengaruh dan uang.
Pengamat yang tinggal di Kandahar, Yunos Fakoor mengatakan Hameedi memiliki reputasi menolak korupsi dan aliansi penting Karzai. Hameedi pernah menetap beberapa tahun di AS hingga dia memegang jabatannya pada 2006. “Dia di bawah dukungan langsung saudara-saudara Karzai. Ini kehilangan besar bagi Presiden Karzai,” katanya.
Hameedi pernah selamat dari serangan di mobilnya pada 2009, meski dua wakil walikotanya tertembak mati pada 2010. Selain itu, Kepala Kepolisian Provinsi Kandahar dan Wakil Gubernur Kandahar juga terbunuh tahun ini.
Saudara tiri Presiden Afghanistan, Ahmed Wali Karzai yang dikenal dengan sebutan “Raja Kandahar” tewas ditembak di rumahnya di kota tersebut oleh seorang teman dekatnya dua pekan silam. Pembunuhan ini juga diklaim oleh kelompok pemberontak.
Kematian Wali Karzai diikuti beberapa hari kemudian dengan pembunuhan Jan Mohammad Khan, penasehat senior Karzai dan mantan gubernur Provinsi Uruzgan.
Duta Besar AS di Afghanistan Ryan Crocker mengecam pembunuhan terhadap Hameedi sebagai tindakan mengerikan. Dubes yang baru dilantik itu memperingatkan, maraknya pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting itu bukan pertanda kekalahan upaya koalisi asing di Kandahar.
Dibandingkan kekerasan saat ini dengan pembunuhan politik ketika dia menjadi Dubes di Irak, Crocker mengatakan berbagai pembunuhan itu dapat mencerminkan ketidakmampuan Taliban melakukan lebih banyak serangan terorganisir. “Rakyat Afghanistan sangat tangguh dan reaksi mereka atas semua ini ialah menganggap Taliban berupaya memundurkan kemajuan yang telah ada,” ujarnya.
Tanpa adanya pengganti yang kuat setelah kematian Wali Karzai, diperkirakan keamanan akan kembali dipegang pasukan asing. Wali Karzai merupakan tokoh anti Taliban yang menjalin aliansi rumit dengan pasukan AS. Dia dituduh memberikan informasi pada CIA. Tapi dia juga dituduh menjadi tokoh otoriter dan korup yang mengontrol sebagian besar perdagangan opium dan milisi lokal.
Pasukan NATO menggelar kampanye musim panas tahun lalu untuk mengontrol Provinsi Kandahar. Sejumlah komandan AS menyatakan, kemajuan yang rentan tercipta di sejumlah wilayah, meski masih jauh dari tercapainya kekalahan pemberontak.
Pembunuhan tokoh politik kali ini terjadi setelah fase pertama transisi keamanan dari pasukan asing pada tentara lokal. Tujuh wilayah secara seremonial diserahkan oleh pasukan koalisi pada tentara Afghanistan pekan lalu. Namun pejabat NATO menyatakan, masih memerlukan dua tahun lagi sebelum seluruh wilayah dapat sepenuhnya dikontrol oleh pemerintah Afghanistan.
Kritik menyatakan, proses transisi keamanan masih prematur karena pasukan Afghanistan tidak siap mengendalikan Taliban. Menurut pengamat, transisi keamanan itu dimotivasi jadwal politik saat negara-negara koalisi mulai menarik beberapa pasukannya keluar dari Afghanistan. Seluruh pasukan tempur Barat dijadwalkan keluar dari Afghanistan pada akhir 2014. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar