Keberhasilan Palestina meningkatkan statusnya
menjadi negara pemantau non-anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seakan
menjadi akta kelahiran bagi negara Palestina merdeka.
Sebanyak 138 negara dari total 193 negara
dalam Sidang Umum PBB memberikan dukungan pada Palestina untuk menyandang
status sebagai negara non-anggota. Sembilan suara menentang dan 41 negara
abstain, serta lima negara tidak berpartisipasi.
Kemenangan Palestina itu menjadi kekalahan
diplomatik terbesar Amerika Serikat (AS) dan Israel di Timur Tengah selama ini.
Keberhasilan ini seakan menjadi hadiah termanis bagi rakyat Palestina yang baru
saja merasakan gempuran serangan udara Israel. Kemenangan ini mengobati kesedihan
keluarga korban akibat agresi rezim Zionis yang menewaskan 162 rakyat
Palestina.
Ketakutan terbesar Israel ialah sebagai negara
non-anggota di PBB, Palestina dapat bergabung badan-badan PBB, termasuk
Mahkamah Internasional (ICC). Palestina dapat meminta ICC mengusut berbagai
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Israel di tanah Palestina,
terutama di Jalur Gaza. Palestina juga dapat mengajukan gugatan terhadap
kejahatan perang Israel, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan serius lainnya
yang selama ini dilakukan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina.
Selama ini Israel merasa tak tersentuh oleh
hukum internasional karena Palestina tidak dapat mengajukan gugatan ke ICC.
Apalagi Israel selalu dibela aliansi utamanya, AS, di Dewan Keamanan PBB
sehingga setiap draf resolusi yang mengecam Israel selalu diveto oleh
Washington. Dengan peningkatan status Palestina di PBB sekarang, Israel harus
berpikir lebih panjang sebelum melancarkan serangan militer terhadap warga
sipil Palestina.
“Enam puluh lima tahun silam pada hari ini,
Sidang Umum PBB mengadopsi resolusi 181 yang membagi tanah Palestina menjadi
dua negara dan menjadi sertifikat kelahiran bagi Israel,” kata Presiden
Palestina Mahmud Abbas. “Sidang Umum hari ini mengeluarkan sertifikat kelahiran
realitas negara Palestina.”
Presiden Palestina Mahmud Abbas akan
menggunakan status saat ini sebagai landasan untuk perundingan langsung dengan
Israel. Dia menyerukan resolusi peluang terakhir untuk menyelamatkan solusi dua
negara. Dia menegaskan bahwa waktu untuk kesepakatan telah habis. “Tali
kesabaran semakin pendek dan harapan kian layu,” tegasnya.
Abbas menegaskan bahwa Palestina sedang
menciptakan tonggak sejarah baru dengan peningkatan statusnya di PBB saat ini.
“Besok kita memulai perang sesungguhnya. Kita memiliki jalan panjang dan jalan
sulit di depan kita. Saya tidak ingin mengganggu kemenangan malam ini, tapi
jalan ke depan masih sulit,” tuturnya.
Pemimpin Palestina memang tidak mengatakan
secara langsung kemungkinan bergabung ke ICC yang menjadi kekhawatiran utama
Israel. Tapi Abbas menegaskan, “Kami akan bertindak bertanggung jawab dan
positif dalam langkah-langkah kami selanjutnya dan kami akan bekerja untuk
memperkuat kerja sama dengan negara-negara dan rakyat dunia untuk perdamaian.”
Pemerintahan Hamas di Jalur Gaza menyambut
gembira keberhasilan Palestina di PBB. Bagi Hamas, ini merupakan kemenangan
baru di jalan menuju pembebasan Palestina dari pendudukan Israel.
Seperti yang dikatakan Abbas, masa depan
Palestina memang masih menghadapi berbagai tantangan berat di pentas
diplomatik. Meski sudah mendapat akses lebih besar dalam sistem PBB, tapi tidak
jelas apakah Palestina dapat secara otomatif bergabung ICC.
Delegasi Palestina mengakui bahwa Abbas tidak
akan terburu-buru bergabung ICC, tapi dapat menggunakan opsi itu sebagai
kekuatan pengungkit jika Israel tidak mengubah kebijakannya dalam masalah
pemukiman Yahudi dan isu lainnya.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki
memperingatkan jika Israel terus membangun pemukiman ilegal, Palestina mungkin
menggunakan jalur ICC. “Selama Israel tidak melakukan kekejaman, tidak
membangun pemukiman, tidak melanggar hukum internasional, kami tidak melihat
alasan apapun untuk pergi ke mana pun. Jika Israel melanjutkan kebijakan
agresi, pemukiman, pembunuhan, penyerangan, penyitaan, membangun dinding,
melanggar hukum internasional, kami tidak memiliki penolong selain mengetuk ke
tempat lain,” tegasnya.
Dampak yang dirasakan Palestina dan
badan-badan PBB yang menerima partisipasi Palestina juga sangat besar. Mereka
akan kehilangan dana ratusan juta dolar dari AS karena mendukung Palestina.
Washington bahkan telah mengancam Abbas bahwa Palestina akan kehilangan USD200
juta dana bantuan dari AS karena mengajukan peningkatan status di PBB.
AS dan
Israel Berang
AS dan Israel langsung meradang atas hasil
pemungutan suara di Sidang Umum PBB tersebut. Duta Besar AS di PBB Susan Rice
menyebut keputusan Sidang Umum akan menajdi penghalang perdamaian karena tidak
akan mendorong perundingan langsung antara Israel dan Palestina.
Kecaman AS terhadap langkah Palestina itu
bukan sesuatu yang baru. Washington sebelumnya juga menghalangi aplikasi
Palestina mendapatkan keanggotaan penuh di Dewan Keamanan PBB pada September
2011. Saat itu Abbas memperjuangkan langkah tersebut sebagai rencana pertama
Palestina. Setelah langkah itu digagalkan AS, Abbas melaksanakan rencana kedua
dengan mengajukan peningkatan status Palestina sebagai negara pengamat
non-anggota. Beruntung, langkah kedua ini berhasil.
Para senator AS dari Partai Republik dan
Partai Demokrat juga menyuarakan kekhawatirannya. “Saya takut Otoritas
Palestina akan menggunakan PBB sebagai klub politik melawan Israel,” kata
Senator Republikan Lindsey Graham, dikutip Reuters.
Israel juga tidak kekurangan kata-kata kecaman
terhadap Palestina. Dubes Israel di PBB Ron Prosor mengatakan mengakui
Palestina akan menjadi penghalang dan prasyarat untuk negosiasi dan perdamaian,
bahkan mendorong kekerasan lebih lanjut.
Adapun Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon
mencoba mengambil sikap lebih netral dengan memperingatkan Abbas bahwa proses
perdamaian Timur Tengah harus tetap hidup. Dia juga mendorong Perdana Menteri
(PM) Israel Benjamin Netanyahu dan Abbas untuk menghidupkan negosiasi.
Sedikitnya 17 negara Eropa mendukung langkah
Palestina, termasuk Austria, Prancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Ini
merupakan kemenangan Abbas yang selama ini fokus melobi negara-negara Eropa
agar mendukung upaya Palestina di PBB. Prancis menganggap langkah Palestina ini
terjadi di saat sulit dan akan ada pembalasan berat dari pihak-pihak tertentu,
yakni Israel.
Sementara Inggris dan Jerman yang bersikap
abstain dalam voting di Sidang Umum PBB, mengatakan bahwa Palestina harus
menunggu mengajukan peningkatan status hingga Presiden AS Barack Obama menyusun
pemerintahan baru dan Israel menggelar pemilu.
Republik Czech bergabung AS, Israel, Kanada,
Panama, dan negara Pulau Pasifik seperti Nauru, Palau, Marshall Islands, dan
Mikronesia menolak mendukung Palestina. Panama mengatakan bahwa Palestina
memiliki hak untuk diakui sebagai sebuah negara, tapi harus terlebih dulu
menyelesaikan perbedaannya dengan Israel.
Vatikan
Menyambut
Jika AS dan Israel mengecam keberhasilan
Palestin, Vatikan justru menyambut PBB yang secara implisit mengakui negara
Palestina. Vatikan menyerukan status khusus bagi Yerusalem yang dijamin
internasional. Ini merupakan seruan yang mengganggu Israel yang mendeklarasikna
pada 1980 bahwa Yerusalem sebagai ibu kota masa depan rezim Zionis yang tidak
dapat dibagi-bagi dengan Palestina.
Vatikan memiliki status sebagai negara
non-anggota, sama seperti yang didapat Palestina sekarang. “Vatikan menyambut
keputusan Sidang Umum sehingga Palestina menjadi Negara Pengawas Non-Anggota
PBB,” papar pernyataan Vatikan.
Vatikan dan Organisasi Pembebasan Palestina
(PLO) pernah menandatangani kesepakatan hubungan bilateral pada 2000 yang
menyatakan sikap bersama di Yerusalem.
Vatikan kembali meminta jaminan khusus
internasional terhadap Yerusalem sehingga akan tercipta kebebasan beragama dan
identitas Yerusalem sebagai Kota Suci. Israel selalu menolak konsep segala
bentuk mandat internasional terhadap Yerusalem.
Persatuan
Palestina
Selain meningkatkan daya tawar Palestina dalam
diplomasi menghadapi Israel, status baru di PBB juga akan mendorong persatuan
Palestina. Keberhasilan Abbas yang berasal dari faksi nasionalis Fatah itu,
mendorong pemerintahan Hamas di Jalur Gaza bersatu lagi.
Pemimpin politburo Hamas Khaled Meshaal
berpendapat langkah di PBB ini merupakan bagian dari strategi nasional
Palestina, termasuk perlawanan bersenjata di Gaza yang memberi contoh kemampuan
rakyat Palestina untuk melawan dan menghadapi kekuatan pendudukan Israel.
“Saya optimistis ada semangat baru yang membuat
kami mencapai rekonsiliasi. Saat kami berekonsiliasi, bersatu, mengakhiri
perbedaan dan memiliki satu kepemimpinan politik serta satu sistem politik,
kami akan lebih kuat dan lebih baik, serta kami dapat mencapai lebih banyak.
Respon kami terhadap agresi Israel dalam segala bentuk juga akan lebih baik,”
tutur Meshaal di sebuah hotel di Doha, sambil mengenakan baju hitam.
(syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar