Cari di Sini

Jumat, 20 Juni 2014

Status Baru di PBB: Akta Kelahiran bagi Negara Palestina Merdeka

Palestinians celebrate in the West Bank city of Ramallah on November 29, 2012 after the General Assembly voted to recognise Palestine as a non-member state. The UN General Assembly on Thursday voted overwhelmingly to recognize Palestine as a non-member state, giving a major diplomatic triumph to president Mahmud Abbas despite fierce opposition from the United States and Israel. AFP PHOTO/AHMAD GHARABLI

Keberhasilan Palestina meningkatkan statusnya menjadi negara pemantau non-anggota di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seakan menjadi akta kelahiran bagi negara Palestina merdeka.
Sebanyak 138 negara dari total 193 negara dalam Sidang Umum PBB memberikan dukungan pada Palestina untuk menyandang status sebagai negara non-anggota. Sembilan suara menentang dan 41 negara abstain, serta lima negara tidak berpartisipasi.

Kemenangan Palestina itu menjadi kekalahan diplomatik terbesar Amerika Serikat (AS) dan Israel di Timur Tengah selama ini. Keberhasilan ini seakan menjadi hadiah termanis bagi rakyat Palestina yang baru saja merasakan gempuran serangan udara Israel. Kemenangan ini mengobati kesedihan keluarga korban akibat agresi rezim Zionis yang menewaskan 162 rakyat Palestina.

Ketakutan terbesar Israel ialah sebagai negara non-anggota di PBB, Palestina dapat bergabung badan-badan PBB, termasuk Mahkamah Internasional (ICC). Palestina dapat meminta ICC mengusut berbagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan Israel di tanah Palestina, terutama di Jalur Gaza. Palestina juga dapat mengajukan gugatan terhadap kejahatan perang Israel, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan serius lainnya yang selama ini dilakukan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina.

Selama ini Israel merasa tak tersentuh oleh hukum internasional karena Palestina tidak dapat mengajukan gugatan ke ICC. Apalagi Israel selalu dibela aliansi utamanya, AS, di Dewan Keamanan PBB sehingga setiap draf resolusi yang mengecam Israel selalu diveto oleh Washington. Dengan peningkatan status Palestina di PBB sekarang, Israel harus berpikir lebih panjang sebelum melancarkan serangan militer terhadap warga sipil Palestina. 

“Enam puluh lima tahun silam pada hari ini, Sidang Umum PBB mengadopsi resolusi 181 yang membagi tanah Palestina menjadi dua negara dan menjadi sertifikat kelahiran bagi Israel,” kata Presiden Palestina Mahmud Abbas. “Sidang Umum hari ini mengeluarkan sertifikat kelahiran realitas negara Palestina.”

Presiden Palestina Mahmud Abbas akan menggunakan status saat ini sebagai landasan untuk perundingan langsung dengan Israel. Dia menyerukan resolusi peluang terakhir untuk menyelamatkan solusi dua negara. Dia menegaskan bahwa waktu untuk kesepakatan telah habis. “Tali kesabaran semakin pendek dan harapan kian layu,” tegasnya.   

Abbas menegaskan bahwa Palestina sedang menciptakan tonggak sejarah baru dengan peningkatan statusnya di PBB saat ini. “Besok kita memulai perang sesungguhnya. Kita memiliki jalan panjang dan jalan sulit di depan kita. Saya tidak ingin mengganggu kemenangan malam ini, tapi jalan ke depan masih sulit,” tuturnya.

Pemimpin Palestina memang tidak mengatakan secara langsung kemungkinan bergabung ke ICC yang menjadi kekhawatiran utama Israel. Tapi Abbas menegaskan, “Kami akan bertindak bertanggung jawab dan positif dalam langkah-langkah kami selanjutnya dan kami akan bekerja untuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara dan rakyat dunia untuk perdamaian.”

Pemerintahan Hamas di Jalur Gaza menyambut gembira keberhasilan Palestina di PBB. Bagi Hamas, ini merupakan kemenangan baru di jalan menuju pembebasan Palestina dari pendudukan Israel.

Seperti yang dikatakan Abbas, masa depan Palestina memang masih menghadapi berbagai tantangan berat di pentas diplomatik. Meski sudah mendapat akses lebih besar dalam sistem PBB, tapi tidak jelas apakah Palestina dapat secara otomatif bergabung ICC.

Delegasi Palestina mengakui bahwa Abbas tidak akan terburu-buru bergabung ICC, tapi dapat menggunakan opsi itu sebagai kekuatan pengungkit jika Israel tidak mengubah kebijakannya dalam masalah pemukiman Yahudi dan isu lainnya.

Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki memperingatkan jika Israel terus membangun pemukiman ilegal, Palestina mungkin menggunakan jalur ICC. “Selama Israel tidak melakukan kekejaman, tidak membangun pemukiman, tidak melanggar hukum internasional, kami tidak melihat alasan apapun untuk pergi ke mana pun. Jika Israel melanjutkan kebijakan agresi, pemukiman, pembunuhan, penyerangan, penyitaan, membangun dinding, melanggar hukum internasional, kami tidak memiliki penolong selain mengetuk ke tempat lain,” tegasnya.

Dampak yang dirasakan Palestina dan badan-badan PBB yang menerima partisipasi Palestina juga sangat besar. Mereka akan kehilangan dana ratusan juta dolar dari AS karena mendukung Palestina. Washington bahkan telah mengancam Abbas bahwa Palestina akan kehilangan USD200 juta dana bantuan dari AS karena mengajukan peningkatan status di PBB.

AS dan Israel Berang

AS dan Israel langsung meradang atas hasil pemungutan suara di Sidang Umum PBB tersebut. Duta Besar AS di PBB Susan Rice menyebut keputusan Sidang Umum akan menajdi penghalang perdamaian karena tidak akan mendorong perundingan langsung antara Israel dan Palestina.

Kecaman AS terhadap langkah Palestina itu bukan sesuatu yang baru. Washington sebelumnya juga menghalangi aplikasi Palestina mendapatkan keanggotaan penuh di Dewan Keamanan PBB pada September 2011. Saat itu Abbas memperjuangkan langkah tersebut sebagai rencana pertama Palestina. Setelah langkah itu digagalkan AS, Abbas melaksanakan rencana kedua dengan mengajukan peningkatan status Palestina sebagai negara pengamat non-anggota. Beruntung, langkah kedua ini berhasil.

Para senator AS dari Partai Republik dan Partai Demokrat juga menyuarakan kekhawatirannya. “Saya takut Otoritas Palestina akan menggunakan PBB sebagai klub politik melawan Israel,” kata Senator Republikan Lindsey Graham, dikutip Reuters.

Israel juga tidak kekurangan kata-kata kecaman terhadap Palestina. Dubes Israel di PBB Ron Prosor mengatakan mengakui Palestina akan menjadi penghalang dan prasyarat untuk negosiasi dan perdamaian, bahkan mendorong kekerasan lebih lanjut.

Adapun Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mencoba mengambil sikap lebih netral dengan memperingatkan Abbas bahwa proses perdamaian Timur Tengah harus tetap hidup. Dia juga mendorong Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan Abbas untuk menghidupkan negosiasi.

Sedikitnya 17 negara Eropa mendukung langkah Palestina, termasuk Austria, Prancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Ini merupakan kemenangan Abbas yang selama ini fokus melobi negara-negara Eropa agar mendukung upaya Palestina di PBB. Prancis menganggap langkah Palestina ini terjadi di saat sulit dan akan ada pembalasan berat dari pihak-pihak tertentu, yakni Israel.

Sementara Inggris dan Jerman yang bersikap abstain dalam voting di Sidang Umum PBB, mengatakan bahwa Palestina harus menunggu mengajukan peningkatan status hingga Presiden AS Barack Obama menyusun pemerintahan baru dan Israel menggelar pemilu.

Republik Czech bergabung AS, Israel, Kanada, Panama, dan negara Pulau Pasifik seperti Nauru, Palau, Marshall Islands, dan Mikronesia menolak mendukung Palestina. Panama mengatakan bahwa Palestina memiliki hak untuk diakui sebagai sebuah negara, tapi harus terlebih dulu menyelesaikan perbedaannya dengan Israel.

Vatikan Menyambut      

Jika AS dan Israel mengecam keberhasilan Palestin, Vatikan justru menyambut PBB yang secara implisit mengakui negara Palestina. Vatikan menyerukan status khusus bagi Yerusalem yang dijamin internasional. Ini merupakan seruan yang mengganggu Israel yang mendeklarasikna pada 1980 bahwa Yerusalem sebagai ibu kota masa depan rezim Zionis yang tidak dapat dibagi-bagi dengan Palestina.

Vatikan memiliki status sebagai negara non-anggota, sama seperti yang didapat Palestina sekarang. “Vatikan menyambut keputusan Sidang Umum sehingga Palestina menjadi Negara Pengawas Non-Anggota PBB,” papar pernyataan Vatikan.

Vatikan dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pernah menandatangani kesepakatan hubungan bilateral pada 2000 yang menyatakan sikap bersama di Yerusalem.    
Vatikan kembali meminta jaminan khusus internasional terhadap Yerusalem sehingga akan tercipta kebebasan beragama dan identitas Yerusalem sebagai Kota Suci. Israel selalu menolak konsep segala bentuk mandat internasional terhadap Yerusalem. 

Persatuan Palestina

Selain meningkatkan daya tawar Palestina dalam diplomasi menghadapi Israel, status baru di PBB juga akan mendorong persatuan Palestina. Keberhasilan Abbas yang berasal dari faksi nasionalis Fatah itu, mendorong pemerintahan Hamas di Jalur Gaza bersatu lagi.

Pemimpin politburo Hamas Khaled Meshaal berpendapat langkah di PBB ini merupakan bagian dari strategi nasional Palestina, termasuk perlawanan bersenjata di Gaza yang memberi contoh kemampuan rakyat Palestina untuk melawan dan menghadapi kekuatan pendudukan Israel.

“Saya optimistis ada semangat baru yang membuat kami mencapai rekonsiliasi. Saat kami berekonsiliasi, bersatu, mengakhiri perbedaan dan memiliki satu kepemimpinan politik serta satu sistem politik, kami akan lebih kuat dan lebih baik, serta kami dapat mencapai lebih banyak. Respon kami terhadap agresi Israel dalam segala bentuk juga akan lebih baik,” tutur Meshaal di sebuah hotel di Doha, sambil mengenakan baju hitam.  
(syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar