Cari di Sini

Jumat, 20 Juni 2014

Jepang Gerebek Perusahaan Jalan Raya NEXCO


East Nippon Expressway Company workers check the roof of Japan's longest road tunnel, the 11-kilometre-long Kan'etsu tunnel on the Kan'etsu expressway on the border between Niigata and Gunma prefecture on December 4, 2012 following the collapsed roof inside the highway tunnel on December 2 in Koshu, Yamanashi prefecture, some 80 kms (50 miles) west of Tokyo. At least seven people were trapped inside a highway tunnel in Japan after it collapsed, setting a car ablaze and raising fears of another cave-in that forced a halt to rescue efforts. Two vehicles were crushed in the original collapse and one other was set ablaze when large concrete ceiling panels fell in inside one of Japan's longest motorway tunnels at nearly five kilometres long. AFP PHOTO / TOSHIFUMI KITAMURA
TOKYO- Polisi Jepang menyelidiki kecelakaan runtuhnya terowongan Sasago akhir pekan lalu dengan menggerebek perusahaan jalan raya Central Nippon Expressway (NEXCO), kemarin.
Perusahaan itu diduga mengabaikan standar keamanan infrastruktur tua di Jepang. Penggerebekan dilakukan saat sejumlah tim pengawas disebar ke penjuru negeri untuk memeriksa puluhan terowongan tua yang memiliki desain sama dengan terowongan Sasago. Terowongan-terowongan tua itu dibangun pada 1970-an saat boom ekonomi di Jepang.

Tayangan televisi menunjukkan lebih dari sepuluh polisi memasuki kantor pusat NEXCO di Nagoya, Jepang tengah, mencari dokumen perawatan dan keamanan di perusahaan itu.

“Para karyawan NEXCO akan diperiksa terkait dugaan melakukan kelalaian profesional yang berakibat tewas dan terlukanya beberapa orang. Meski demikian polisi tidak menahan seorang pun,” ungkap laporan media lokal, dikutip AFP.

“Polisi juga menggerebek kantor-kantor NEXCO di Tokyo dan wilayah timur Yamanashi, terkait kecelakaan di terowongan Sasago yang melintasi perbukitan dekat Gunung Fuji,” kata juru bicara NEXCO. “Kami bekerja sama penuh dengan otoritas terkait kecelakaan itu.”

Secara terpisah, para petugas melakukan investigasi lapangan di terowongan Sasago yang berada 80 kilometer barat Tokyo. Tayangan televisi menunjukkan kendaraan polisi dan truk derek masuk ke dalam terowongan.

“Anggota komisi investigasi kecelakaan pemerintah Jepang juga akan mengunjungi terowongan sepanjang lima kilometer itu untuk memulai penyelidikan,” tutur pejabat pemerintah Jepang.

Lusa lalu, pemerintah Jepang memerintahkan inspeksi 49 terowongan jalan raya saat fokus penyelidikan di Sasago ditujukan pada penopang langit-langit terowongan yang sudah lapuk.

NEXCO menjelaskan inspeksi keamanan dilakukan secara visual dan survei akustik, dengan para pekerja mengamati retakan dan ketidaknormalan di beton dan struktur logam.

Otoritas Jepang mengatakan selama pemeriksaan lima tahunan terhadap langit-langit terowongan pada September, hanya dilakukan pemeriksaan visual dan tidak dilakukan survei akustik pada struktur logam yang menopang langit-langit terowongan. Setiap struktur logam itu masing-masing memiliki berat hingga 1,5 ton.

Saat terowongan Sasago runtuh, terdapat sebuah truk, satu mobil, dan satu mobil angkutan yang terkubur ketika panel beton roboh di dalam terowongan. Kecelakaan itu mengakibatkan sedikitnya satu mobil terbakar dan seluruh terowongan penuh dengan asap serta debu.

Petugas darurat berhasil menemukan sembilan jasad korban yang sudah terbakar. Jasad itu termasuk jenasah seorang sopir truk yang sempat menelpon temannya untuk minta tolong beberapa saat setelah kecelakaan.

NEXCO menyatakan pihaknya masih tidak tahu kapan dapat membuka lagi terowongan Sasago di jalan raya Chuo tersebut. Padahal terowongan itu termasuk jalur utama yang dilintasi 47.000 kendaraan sehari.

Akibat robohnya terowongan Sasago, lalu lintas dialihkan ke jalur alternatif, kemarin. Tampak kepadatan lalu lintas di jalur alternatif tersebut. Kecelakaan itu juga mempengaruhi aliran barang antara Tokyo dan bagian barat Jepang.

“Jaringan lalu lintas di Jepang memiliki lebih dari 1.500 terowongan. Seperempat terowongan tiu berusia lebih dari 30 tahun,” papar Kementerian Transportasi Jepang, dikutip AFP.

Negara itu juga sering diguncang gempa bumi. Meskipun standar keamanan diperketat dalam 20 tahun terakhir, struktur-struktur tua tetap rentan terhadap gerakan seismik.

Booming ekonomi Jepang pada 1960-an dan 1970-an mendorong pemerintah saat itu membangun ribuan jembatan, terowongan, dan proyek infrastruktur sipil lainnya. Meskipun kini lebih lambat, proyek-proyek besar masih terus dibangun.

Masami Taguchi, profesor sosiologi perkotaan di Universitas Rissho, Tokyo, mengatakan negaranya memerlukan perubahan pola pikir dari perluasan infrastruktur menjadi perawatan infrastruktur. “Tentu saja itu termasuk tindakan pencegahan terhadap kasus serupa di berbagai terowongan. Khususnya kualitas struktur bangunan pada 1960-an harus diperiksa karena Jepang berada di puncak pembangunan pasca perang. Selama periode itu, kuantitas diprioritasnya tanpa merisaukan kualitas,” katanya. (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar