Cari di Sini
Senin, 06 September 2010
Jadikan Kulit Manusia Sebagai Layar Sentuh
Bagi siapa saja yang mendapati layar sentuh (touchscreen) di perangkat elektronik (gadget) mereka terlalu rumit dan sering terjadi kesalahan saat ditekan, jangan khawatir. Chris Harrison telah mengembangkan permukaan baru layar sentuh yang lebih nyaman dan mudah, kulit Anda sendiri.
Peneliti asal Carnegie Mellon University itu bekerja sama dengan Microsoft Research untuk menciptakan sebuah ban lengan yang dipasang menghadap langsung ke kulit pengguna. Harrison menyebut teknologi canggih itu Skinput.
Harrison mengombinasikan sebuah proyektor mini yang menciptakan perubahan tampilan dengan satu sensor canggih yang dapat memproses bagian lengan pengguna yang ditekan.
“Ini merupakan teknologi mutakhir dan kami benar-benar melihat masa depan dengan penemuan ini,” papar Harrison.
Menurut Harrison, Skinput dapat digunakan untuk mengontrol peralatan audio, memainkan game sederhana seperti Tetris, melakukan panggilan telepon dan menjalankan sistem browsing sederhana. “Proyek ini berjalan sangat baik dan saya pikir Anda akan mulai melihat gadget di pasaran menggunakan teknologi ini dalam lima tahun ke depan,” tuturnya.
Harrison menjelaskan, gadget canggih itu dapat secara efektif menjadikan lengan seseorang sebagai permukaan layar sentuh dengan menangkap berbagai gelombang ultrasonik yang tercipta saat seseorang menekan lengan di bagian-bagian berbeda.
“Lokasi berbeda di permukaan kulit, memiliki struktur akustik yang berbeda pula, karena kepadatan tulang efek dari jaringan lunak atau gabungan dari semua itu. Kami lantas menggunakan software yang mencocokkan frekuensi suara untuk menentukan lokasi kulit pengguna,” ujar Harrison.
Skinput dapat digabungkan dengan teknologi nir kabel (wireless) seperti Bluetooth untuk mengirimkan perintah ke peralatan yang dikendalikan, seperti telepon, iPod, atau komputer. “Kulit kita merupakan sebuah kanvas input dan itulah yang selalu terjadi dalam tubuh kita. Di masa depan, kita dapat secara akurat berinteraksi dengan tubuh kita dengan sekali gerakan mata,” papar Harrison.
“Kita dapat menjentikkan jari kita, menyentuh ujung hidung kita, dan menepukkan tangan tanpa bantuan visual,” katanya.
Menurut peneliti muda itu, sensor mampu menangkap dua jenis sinyal akustik yakni gelombang garis melintang dan gelombang longitudinal. Gelombang melintang tercipta saat pengguna menekan kulitnya seperti tombol, sedangkan gelombang longitudinal tercipta saat gelombang itu melalui jaringan tipis di lengan dan tingkat kepadatan tulang.
“Saat ini detektor akustik dapat mendeteksi lima lokasi di kulit dengan akurasi 95,5%, yang cukup untuk semua aplikasi elektronik. Kami mencapai akurasi input yang sangat tinggi di laboratorium, dengan satu kesalahan dalam 20 tekanan. Ini sama dengan apa yang terjadi di layar sentuh iPhone,” kata Harrison.
Harrison menggunakan 20 sukarelawan untuk menguji peralatan canggih itu. Semua mengakui kemudahan penggunaan alat tersebut. bahkan, Skinput dapat bekerja dengan maksimal, saat pengguna berjalan atau berlari.
“Ada banyak potensi pasar untuk Skinput. Salah satunya, sebagai audio player di lengan atas Anda. Pengguna tidak memerlukan banyak tombol, cukup menggunakan kulitnya sebagai layar sentuh. Anda hanya perlu menekan jari Anda untuk pindah ke lagu berikutnya, mengubah volume suara, atau menghentikan lagu yang sedang didengarkan,” tuturnya.
Harrison merupakan salah satu peneliti tersohor di dunia yang mengembangkan berbagai teknologi, menggunakan bagian-bagian tubuh sebagai peralatan input. Kini, Harrison sangat tertarik untuk memanfaatkan kulit manusia sebagai media input gadget canggih.
Bagi Harrison, kulit manusia merupakan media yang sangat canggih dengan luas sekitar dua meter persegi. Selain itu, kulit juga mudah diakses oleh kedua tangan manusia.
Di tengah kesibukannya melakukan penelitian, alumnus Human-Computer Interaction Institute di Carnegie Mellon University itu juga menjadi pemimpin redaksi majalah ACM XRDS. Majalah untuk pelajar dan mahasiswa itu banyak mengkaji tentang teknologi modern dan diluncurkan pada musim panas 2010.
Ketertarikannya di dunia penelitian dimulai sejak sekolah menengah atas (SMA). Saat di SMA, dia membuat penelitian tentang mobil bajai di India. “Saya mengarahkannya untuk mengkaji polusi kendaraan bermotor dan kendaraan listrik,” kata Harrison.
Harrison saat itu sangat tertarik dengan aktivitas perusahaan lokal Curtis Instruments di sebuah proyek motor bajai listrik di India. “Saya pun pergi ke India dan memahami masalah polusi motor bajai dan teknologi mobil listrik yang diperlukan untuk proyek semacam itu,” katanya.
Topik penelitian pertama Harrison saat itu diberinya judul “Dampak Bajai Listrik di Negara Berkembang”, khususnya terhadap polusi udara di kota. Itulah tema penelitian pertama saat SMA yang kemudian membawanya lebih tertarik dalam penelitian-penelitian lain mengenai teknologi terapan. (syarifudin, sindo 5 maret 2010)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar