Pergi ke Beijing tanpa paket tur, praktis tidak sih? Ya, bisa-bisa
saja, asal Anda tidak keberatan berjalan jauh, naik-turun kereta atau
bis, dan bersusah-payah sedikit. Dengan perencanaan yang bagus, Anda
bisa menghemat uang cukup banyak namun tetap dapat mengunjungi
tempat-tempat yang sama dengan yang didatangi paket tur, bahkan mungkin
dengan jadwal yang lebih leluasa.
Lapangan Tian’anmen dan Kota Terlarang
Sepertinya siapa pun yang berkunjung ke Beijing tak akan mau
melewatkan kedua tempat yang berseberangan jalan ini. Bila naik metro,
Anda bisa turun di stasiun Tian’anmen West ataupun East.
Ikuti petunjuk menuju Lapangan Tian’anmen, yang terabadikan dalam
foto-foto menggetarkan protes mahasiswa tahun 1989. Siapa yang tak
tergerak hatinya melihat seorang pemuda berdiri dengan gagah berani di
depan tank yang siap melindasnya?
Namun kini untuk memasuki Lapangan
Tian’anmen, jangan harap bisa membawa bahkan sekadar niat berdemo.
Pemeriksaan ketat terhadap tas dengan mesin sinar-X, dan juga
pemeriksaan tubuh bila perlu, akan dilakukan oleh aparat yang
berjaga-jaga di pintu-pintu masuk menuju Lapangan Tian’anmen.
Lapangan Tian’anmen luas membentang ke empat penjuru mata angin,
diapit oleh bangunan-bangunan penting pemerintahan. Kota Terlarang
dengan temboknya yang merah gelap terlihat di sebelah utara. Sebenarnya
bagian perbentengan Kota Terlarang yang terlihat dari lapangan inilah
yang disebut ‘Tianan’men’ (men berarti gerbang). Sementara di depan Monumen Pahlawan Rakyat, 6 pemuda belia, bersama 2 orang tentara, harus tegak berjaga meski diterpa angin dingin.
Puas melihat-lihat di Lapangan Tian’anmen, langkahkan kaki menyeberang jalan melewati terowongan bawah tanah ke depan Kota Terlarang.
Setelahnya Anda akan melewati beberapa gerbang dan menempuh
beratus-ratus meter sebelum akhirnya tiba di loket pembelian karcis.
Ya, bermenit-menit yang Anda habiskan tadi belum lagi membawa Anda
memasuki bagian utama Kota Terlarang: Anda baru berada di lingkar luar.
Kota Terlarang buka dari pukul 08.30 sampai pukul 17.00, namun
pembelian tiket terakhir dilakukan pukul 16.10 (dan yah, apa 50 menit
cukup untuk menjelajahi kompleks yang luar biasa besarnya ini?).
Setelah tiket berharga 60 CNY aman dalam genggaman
Anda, selamat mulai menjelajahi Kota Terlarang dan pahami sendiri
mengapa tempat ini disebut ‘kota’, bukan sekadar ‘istana’ atau
‘benteng’!
Bila ingin melihat bangunan-bangunan utama saja, cukup ikuti garis lurus
dari gerbang depan sampai gerbang belakang. Apabila punya cukup waktu
dan tenaga, melipirlah menengok struktur-struktur lain yang ada di kiri
dan kanan. Beberapa patung dan tempayan raksasa dikelilingi garis
pembatas, yang tentunya dimaksudkan agar tidak disentuh-sentuh oleh
pengunjung.
Tapi… astaga, ada saja turis domestik yang nekad memanjat
garis pembatas agar bisa berfoto bersama benda-benda itu. Duh… kalau di
Indonesia saya masih berani menegur, kalau di sini? Saya akhirnya
pura-pura tidak lihat, meski sedih melihatnya.
Selepas Gerbang Wumen di sebelah utara Kota Terlarang,
kalau masih punya cukup energi, Anda bisa lanjutkan terus ke utara ke
Taman Jingshan. Dakilah sampai mencapai tempat Anda bisa menyaksikan
dari atas Kota Terlarang yang sungguh luas. Bila hendak meneruskan ke
tempat lain, tersedia papan petunjuk dalam bahasa Inggris yang
memberikan informasi mengenai cara mendatangi objek-objek wisata lain
dari titik itu.
Oya, saya menyenangi toko suvenir di Kota Terlarang. Cendera mata
seperti tas dan dompet tidak terlalu mahal untuk kualitas yang
ditawarkan. Kalau saya memang lebih senang beli barang bermerk asli
negara setempat daripada beli barang palsu. Namun bila Anda memang
tidak keberatan dengan barang KW2, beberapa tempat belanja yang kami
jabarkan di bagian berikutnya mungkin bisa membantu.
Wangfujing dan tempat berbelanja lainnya
Siapa pun yang pernah berbelanja di Beijing pasti akan memberikan nasihat ini kepada Anda: “Nawarnya sadis aja.” Gila memang. Sehelai selendang yang awalnya dihargai 350 CNY, setelah ditawar-tawar dilepas dengan harga 20 CNY. Modalnya
memang asal kuat mental, karena cara berbicara para penjual yang
terdengar seperti marah, membentak, atau mengomel kerap membuat hati
ciut atau malas menawar lebih lanjut. Peringatan lain, di Beijing cash economy masih
banyak berlaku. Selain di toko-toko merk besar atau hotel jaringan,
kartu kredit masih jarang diterima. Entah apakah ini berkah atau beban
bagi Anda yang sering lepas kendali bila berbelanja.
Turis yang gemar mencoba peruntungan dengan tawar-menawar, biasanya menuju Pearl Market (buka 8.30-19.00, terletak di seberang gerbang timur Tiantandong, naik metro turun di Tiantandongmen), Silk Market (buka 9.30-21.00, turun di Jianguomen), ataupun Yashow (turun di Tuanjiehu).
Saya sendiri menyenangi Wangfujing. Bila naik metro, turun di stasiun Wangfujing, atau bila dari Kota Terlarang, naiklah bis nomor 103.
Kawasan belanja Wangfujing adalah seruas jalan lebar sepanjang 1
kilometer, ditutup untuk kendaraan bermotor. Di kanan-kiri pusat
perbelanjaan modern berdiri mengundang para pembelanja. Sejumlah kedai
kecil yang manis menawarkan minuman dan tempat duduk untuk sejenak
mengistirahatkan kaki yang pegal-pegal karena berpindah dari satu toko
ke toko lain.
Di Wangfujing ada beberapa toko buku besar yang juga menjual
buku-buku berbahasa asing. Selisih harga buku-buku impor itu lumayan
juga dengan harga di Indonesia. Penyuka seni juga bisa menemukan banyak
buku-buku seni keluaran Cina yang juga tidak bisa dikatakan mahal.
Sambil membayar di kasir, saya tak habis pikir mengapa buku-buku di sini
bisa murah.
(Oya, untuk catatan, di Cina biasanya toko-toko tidak memberikan
kantong plastik secara otomatis bila Anda berbelanja. Anda harus
membayar kantong plastik jika memerlukannya. Lebih baik memang bawa
saja sendiri tas belanjaan – lebih murah, dan lebih bersahabat dengan
alam.)
Toko-toko dan pusat perbelanjaan di Wangfujing umumnya menawarkan barang
bermerk, namun kios-kios di tepi jalan juga menjual cenderamata yang
sama dengan yang bisa Anda temukan di Pearl Market ataupun Silk Market.
Dan di malam hari, sejumlah gang yang bercabang dari Wangfujing berubah
menjadi pasar kaget, yang antara lain menjual makanan-makanan unik yang
tak hanya menantang lidah namun juga keberanian.
Makan sate
kalajengking? Buat saya sih tidak terlalu mengagetkan. Tapi sewaktu
melihat kalajengking-kalajengking yang disate itu masih bergerak-gerak…
Emmm, nggak deh, saya cari makanan yang biasa saja. Lebih baik
saya nikmati saja seorang penyanyi opera Cina yang dengan dandanan
lengkap bernyanyi di sebuah balkon.
Kebun Binatang Beijing
Bila naik metro, turunlah di stasiun Beijing Zoo.
Ikuti petunjuk menuju pintu keluar yang sesisi dengan gerbang utama
Kebun Binatang. Belilah tiket di loket, dan ingat, tidak perlu mengomel
kalau ada yang menyerobot antrian Anda.
Tiket terusan termasuk ke bagian panda berharga 20 CNY. Kalau Anda ingin naik sesuatu yang disebut sebagai ‘pleasure boat’
sekalian, harga total tiket adalah 40 CNY. Sayangnya saya tidak ada
waktu untuk mencek apa itu sebenarnya si ‘perahu kenikmatan’. Kalau
yang dimaksud adalah motorboat yang meliuk-liuk kencang di sebuah kanal sempit… oke, mungkin itu definisi ‘nikmat’ bagi sebagian orang.
Daya tarik utama kebun binatang ini memang barangkali panda, baik yang tergolong giant ataupun lesser.
Memang yang namanya panda, tidur-tiduran atau makan rebung saja
terlihat lucu. Kalau Anda gemar pernak-pernik panda, hati-hati dompet
Anda jebol di toko suvenir yang berbau panda, karena selain harganya
(yang tidak bisa ditawar) cukup murah, kualitas barangnya juga lebih
bagus daripada yang dijual di pasar atau jalanan. Dan yang lebih gawat…
toko suvenir kebun binatang menerima kartu kredit, tidak seperti
kebanyakan toko pada umumnya. Hm hm…
Di dalam kompleks kebun binatang juga terdapat Beijing Aquarium, yang
harga tiket masuknya terpisah dari harga masuk kebun binatang. Selain
itu, saat kami berkunjung, juga masih banyak bagian kebun binatang yang
sedang diperbaiki atau ditambah. Hmm, bagaimana kalau nanti sudah jadi
semua, ya? Tentu tambah seru. Saat ini, dengan taman-tamannya yang
teduh, Kebun Binatang Beijing menjadi salah satu tempat bersantai
ataupun bertamasya yang menyejukkan.
Satu hal lagi yang saya sukai dari Kebun Binatang Beijing: sejumlah instalasi seni yang dapat ditemukan di beberapa sudut.
Tiantan (Kuil Langit)
Dengan metro, Anda bisa turun di Tiantandongmen dan
masuk melalui Gerbang Timur. Namun, berhubung tempat kami menginap
waktu itu terletak di sebelah barat Tiantan, kami masuk dari Gerbang
Barat, dengan membayar tiket terusan sebesar 35 CNY.
Seperti juga objek-objek wisata bersejarah lain di Beijing dan
sekitarnya… siap-siaplah ‘berolahraga’. Jarak satu gerbang ke gerbang
lain kurang-lebih 2 km. Jangan lupa membawa minum yang cukup!
Kira-kira di tengah-tengah antara kedua gerbang, ada jalan membentang
dari utara ke selatan, menghubungkan Kuil Langit dan Aula Qinian. Jalur
paling tengah di jalan penghubung itu agak lebih tinggi dari
jalur-jalur lain di kanan-kirinya, karena dikhususkan untuk kaisar yang
dalam upacara-upacara keagamaan harus berpindah di antara kedua bangunan
penting tersebut. Ada pula Tembok Gema dan Altar Bukit Melingkar, di
mana Anda harus mengantri untuk bisa berfoto sambil memijak lingkaran
batu yang dahulu dipijak para kaisar saat upacara.
Taman dalam kompleks Kuil Langit akan disarati bunga berwarna-warni saat
musim semi dan musim panas. Cantik sekali. Dan bila beruntung, Anda
bisa menyaksikan gratis pertunjukan bela diri yang digelar di
pelataran-pelataran kompleks.
Tembok Besar
Dari Beijing, dua bagian Tembok Besar yang bisa Anda datangi adalah yang terletak di Badaling atau di Mutianyu. Karena menurut sebuah situs Tembok Besar Mutianyu ‘less touristy’,
kami pun mengarah ke sana. Kalau mau ikut paket tur Tembok Besar,
harganya bisa mencapai 400-500 CNY per orang atau malah lebih. Dalam
paket tur, kunjungan ke Tembok Besar biasanya digabung dengan satu
tempat pariwisata lain, entah itu Kota Terlarang, Istana Musim Panas,
atau semacamnya. Berikut ini adalah pilihan perjalanan yang kami ambil.
Kami naik metro ke halte Dongzhimen, lalu menuju terminal bis dan naik bis nomor 916 Ekspress (12 CNY sekali jalan, tiket dibeli dari petugas yang berjaga di ujung depan antrian) ke Hoairou. Di Hoairou, bisa naik bis 936 yang hanya ada sejam sekali, atau tawar-menawar dengan supir-supir minibis
yang akan mengantarkan dan menunggui kita sampai puas menjelajahi
Tembok Besar Mutianyu, lantas membawa kita kembali ke terminal bis.
Kami berhasil memperoleh harga 20 CNY per orang, bolak-balik. Dari
terminal bis sampai ke Tembok Besar Mutianyu makan waktu kira-kira
setengah jam.
Setibanya di Mutianyu kami tercengang: Wah, ramainya. Ini yang disebut less touristy? Bagaimana dengan yang di Badaling? Kios-kios cenderamata riuh meneriakkan harga dalam dollar.
Namun yang memikat hati saya adalah para pembuat stempel nama Cina.
Tidak masalah bila Anda tidak punya nama Cina—sang pembuat stempel akan
mencarikan karakter-karakter hanzi yang sesuai. Hanya dalam waktu kurang dari dua menit, usai kerjanya menggurat batang stempel dengan karakter-karakter tersebut.
Harga tiket masuk dan kereta gantung bolak-balik adalah 110 CNY.
Sebelum merasakan enaknya bersantai dalam kereta gantung, terlebih
dahulu kami harus mendaki bukit curam menuju stasiun kereta gantung.
Hufff! Tak heran juga kalau salah satu cenderamata yang banyak dijual
di sekitar Tembok Besar adalah kaus bertuliskan kalimat penuh
kebanggaan, ‘I’ve Climbed the Great Wall’ – karena memang luar
biasa upaya yang harus dikerahkan untuk mencapai tembok tersebut! Saya
juga kagum pada opa-opa dan oma-oma yang ternyata masih kuat naik sampai
ke atas.
Namun memang, setelah mencapai bagian atas Tembok Besar, rasanya
terlupakan segala susah-payah yang tadi harus disampaikan itu. Sejauh
mata memandang, terlihat keagungan alam dan juga kedahsyatan jerih
manusia. Bayangkan, tanpa mesin-mesin modern, nenek-moyang bangsa Cina
telah membangun tembok sepanjang ribuan kilometer bahkan di
tempat-tempat yang sulit tercapai seperti ini!
Total biaya yang kami habiskan untuk menuju Tembok Besar Mutianyu dari Dongzhimen adalah (2 x 12) + 20 + 110 CNY = 154 CNY.
Stadion Olimpiade
Saran saya, datangilah stadion olimpiade Beijing (terkenal sebagai Bird’s Nest, Sarang Burung, karena bentuknya yang unik) dan stadion akuatik Beijing (Water Cube) yang
terletak berseberangan saat senja atau malam hari, agar dapat
menyaksikan keindahan kedua bangunan megah itu dipertegas oleh permainan
lampu. Dengan metro, turunlah di halte Olympic Sports Center atau Olympic Green.
Ini baru sebagian objek wisata yang bisa kita kunjungi di Beijing.
Sekali lagi, jangan lupa mencek stasiun metro mana yang paling dekat
dengan tempat yang hendak Anda sambangi. Dengan modal 2 CNY sekali naik
metro, Beijing sungguh bersahabat bagi pengunjung yang hendak berwisata
hemat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar