DAMASKUS– Presiden Suriah Bashar al-Assad menegaskan negaranya dalam
status perang dan memerintahkan kabinet barunya melumpuhkan pemberontak
antirezim.
Penegasan Assad muncul saat
Turki bertekad membalas insiden penembakan jet tempurnya oleh rudal
Suriah, karena melanggar batas wilayahnya. “Kita hidup dalam kondisi
perang sebenarnya dari semua sudut pandang. Ketika suatu negara dalam
kondisi perang, semua kebijakan dan kemampuan kita harus digunakan untuk
menjamin kemenangan,” kata Assad pada kabinet barunya, dikutip kantor
berita SANA. Assad menegaskan bahwa semua upaya diarahkan untuk
memenangkan perang. Dia mengkritik negara-negara yang mendesaknya turun
dari jabatanpresiden.
“ Barat selalu mengambil dan tidak pernah
memberi, dan ini telah dibuktikan pada setiap hal,”tuturnya. “Kita
menginginkan hubungan baik dengan semua negara tapi kita harus tahu di
mana kepentingan kita berada,” imbuh Assad. Beberapa jam kemudian,
pemberontak menyerang stasiun televisi propemerintah Ikhbariya TV. “Tiga
jurnalis dan karyawan tewas dalam serangan tersebut,” ungkap laporan
SANA. Jaringan televisi itu menjadi target sanksi Uni Eropa (UE) yang
diumumkan Senin (25/6).
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNHRC) dijadwalkan mendengarkan laporan di Suriah,
termasuk mencari fakta mengenai pembantaian di Houla. Ketua komisi
pencari fakta yang ditugaskan untuk menyelidiki berbagai pelanggaran HAM
dalam konflik Suriah, Paulo Pinheiro,telah diizinkan masuk negara itu
untuk pertama kali awal pekan ini. Awal bulan ini UNHRC memerintahkan
komisi pencari fakta untuk menyelidiki pembantaian di Houla bulan lalu,
yang menewaskan 108 orang.
Pengawas Suriah untuk Hak Asasi
Manusia (SOHR) menyatakan korban tewas mencapai 68 warga sipil,41
tentara, 7 tujuh pemberontak pada Selasa (26/6). “Kekerasan terjadi di
sekitar posisi Garda Republik di Qudsaya dan Al- Hama, hanya 8 kilometer
dari pusat Damaskus,” tutur Ketua SOHR Rami Abdel Rahman kepada AFP di
Beirut.Dia menjelaskan bahwa ini merupakan pertama kali artileri
digunakan sangat dekat dengan ibu kota. Pasukan elite Garda Revolusi
yang dipimpin adik kandung Presiden Assad, Maher, mendapat tugas
melindungi ibu kota Suriah.
Sementara itu, Turki menegaskan
bahwa aturan untuk militernya telah berubah,setelah Suriah menembak
jatuh satu jet F-4 Phantom di wilayah timur Mediteranea pekan lalu.
Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kepada
parlemen bahwa jika pasukan Suriah mendekati perbatasan Turki, mereka
akan dianggap sebagai ancaman. “Setiap elemen militer yang mendekati
Turki dari perbatasan Suriah dan menjadi risiko keamanan dan bahaya,
akan dianggap sebagai ancaman militer dan akan diperlakukan seperti
target militer,” tegasnya.
Suriah bersikeras bahwa F-4 Phantom
ditembak karena memasuki wilayah udara Suriah. Namun, Turki berdalih
pesawatnya berada di wilayah udara internasional saat ditembak rudal
pelacak panas Suriah. NATO segera menggelar pertemuan darurat untuk
membahas insiden tersebut karena Turki merupakan salah satu
anggotanya.Semua anggota NATO menyatakan solidaritasnya terhadap Turki.
Dalam perkembangan lain, Kepala Operasi Penjaga Perdamaian Perserikatan
Bangsa- Bangsa Herve Ladsous menjelaskan bahwa misi pemantau di Suriah
akan tetap dihentikan karena kekerasan yang kian memburuk.
April
lalu, pemerintah Suriah menyepakati enam poin rencana damai yang
dimediasi Utusan PBB dan Liga Arab Kofi Annan. Pemantau PBB dikerahkan
ke Suriah untuk mengawasi gencatan senjata,namun gencatan senjata tidak
pernah dipatuhi semua pihak yang bertikai. Sementara itu, Menteri Luar
Negeri Rusia Sergei Lavrov akan menghadiri konferensi internasional
tentang Suriah yang digelar di Jenewa pada 30 Juni, untuk menghidupkan
lagi rencana perdamaian.
Moskow meminta agar Iran diizinkan hadir
dalam konferensi itu.Namun,ide ini ditolak Amerika Serikat dan
aliansinya. Pengamat berpendapat, tanpa adanya kesepakatan mengenai
agenda atau siapa yang akan berpartisipasi,tidak jelas apakah pertemuan
itu akan tetap digelar. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar