Kekerasan di Suriah akan menjadi yang terlama
dalam gelombang Kebangkitan Arab yang menggulingkan rezim Mesir, Tunisia, dan
Libya. Selama militer masih setia terhadap Presiden Suriah Bashar al-Assad,
selama itu pula rezim akan bertahan, apapun yang terjadi.
Apalagi pendukung setia Assad tidak hanya dari
kalangan militer. Ada banyak pendukung Assad dan Partai Baath yang berkuasa
saat ini. Pendukung Assad tidak hanya dari komunitas minoritas Alawite Syiah,
Kristiani, dan Druze, tapi juga kelompok borjuis Suriah dan kelas menengah.
“Saya pikir ini akan menjadi perang yang
sangat mengerikan dan berdarah sebelum dapat dihentikan. Dan saya memikirkan
hal itu, karena seperti Anda tahu, menteri luar negeri Amerika Serikat (AS)
Hillary Clinton menyebut krisis itu mengerikan dan Presiden AS Barack Obama
menganggapnya sangat mengerikan, tapi tetap saja perang terus terjadi,” papar
Robert Fisk, koresponden The Independent untuk Timur Tengah.
Saat ini pertempuran antara kelompok oposisi
bersenjata dan tentara rezim terus terjadi, meskipun ada kesepakatan damai yang
dimediasi Kofi Annan, utusan Liga Arab dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
untuk Suriah.
Pertempuran itu tidak berlangsung imbang
karena pemberontak kurang memiliki dukungan persenjataan dan tidak bersatu.
Pemberontak masih kalah dengan kekuatan pasukan rezim Assad yang bersenjata
lengkap, terkoordinir, dan solid. Maka tampaknya mustahil bagi pemberontak
berhasil menggulingkan Assad yang memiliki militer kuat.
“Saya telah pergi ke perbatasan dan mencoba
bertemu pemberontak bersenjata Tentara Suriah Bebas (FSA). Saya telah melihat
tiga atau empat faksi berbeda,” tutur Fisk.
Oposisi Suriah sangat terpecah belah dan tidak
dapat dilihat sebagai satu faksi tunggal. Hal itulah yang membuat banyak
pemimpin dunia, termasuk Obama yang mengatakan bahwa mereka tidak tahu siapakah
oposisi Suriah itu.
Karena tidak diketahui dengan pasti kekuatan
tunggal oposisi, maka Barat tetap sulit memberikan dukungan pada oposisi.
Apalagi sangat mungkin bahwa berbagai kelompok oposisi itu termasuk anggota Al
Qaeda dan mereka mungkin terlibat dalam pembantaian di Houla, Suriah, yang
menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk anak-anak dan perempuan.
Meskipun saat ini sejumlah negara-negara Teluk
yang Sunni telah mempersenjatai pemberontak Suriah, namun langkah itu belum
cukup. Yang dibutuhkan untuk menggulingkan rezim Assad ialah pasukan tank dan
anti-pesawat serta personil militer yang cakap. Hal ini tidak dimiliki oleh
pemberontak bersenjata saat ini dan dalam waktu dekat mendatang.
“Militer Suriah tetap setia pada presiden
Assad. Dan sepanjang itu terjadi, selama itu pula Damaskus tetap menjadi pusat
kota. Bashar al-Assad tidak akan tergulingnya, meskipun Obama atau pemimpin
negara lain menginginkannya,” ungkap Risk.
Diplomasi
Gagal
Dalam setahun terakhir, rezim Assad
menunjukkan bahwa mereka dapat mengelola negara itu, meskipun diterpa krisis,
kemerosotan ekonomi, dan status paria. Bantuan dari Iran membuat Suriah tetap
survive menghadapi berbagai tekanan internasional. Dan sepanjang rezim itu
mampu membuat militer dan aparat keamanan senang, Assad mungkin akan tetap
selamat untuk beberapa tahun ke depan.
“Diplomasi telah gagal. Enam poin rencana
damai Annan tidak dapat berhasil karena tidak diakui rezim dan oposisi Suriah.
Rencana Annan hanya mampu menjauhkan Rusia dari Assad, tapi ini tidak akan
mudah,” papar Aaron David Miller, pengamat dari Woodrow Wilson International
Center for Scholars dan negosiator Timur Tengah dalam pemerintahan Partai
Demokrat dan Partai Republik AS, serta penulis buku "Can America Have
Another Great President?".
Selain itu, Rusia telah menyaksikan
bekas-bekas aliansinya telah berguguran seperti pin-pin dalam permainan bola
bowling. Semua yang berada dalam tekanan AS, seperti Saddam Hussein dan Muammar
Khadafi, telah tumbang. Rusia tentu tidak ingin Suriah mengikuti nasib seperti
Libya. Kini Washington juga mendesak Rusia untuk menekan Iran dalam isu nuklir.
Upaya Arab dan Barat untuk mempersenjatai pemberontak Suriah juga mendapat
tentangan dari Rusia.
Sikap Rusia ini diikuti oleh China. Moskow dan
Beijing juga telah mengeluarkan dua kali veto untuk menggagalkan resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyerukan langkah lebih keras
terhadap Suriah.
Suriah
Bukan Libya
Upaya Barat dan Arab untuk menggulingkan rezim
Suriah tidak akan semudah mereka meruntuhkan Libya. Karena Suriah bukan Libya.
Suriah memiliki sistem pertahanan udara yang canggih dan cadangan senjata kimia
dan biologis. Bahkan serangan udara dan rudal-rudal kendali yang dilakukan
militer asing tidak akan cukup untuk menggulingkan rezim Assad. Pasukan asing
yang menyerbu melalui darat juga akan diperlukan setelah itu.
“Jika Obama menganggap bahwa menggulingkan Assad
merupakan kepentingan nasional utama AS, dia harus menyusun satu strategi untuk
melakukannya. Menurut saya, Suriah tidak termasuk, sehingga tidak cukup untuk
membenarkan intervensi militer sepihak seperti yang dilakukan AS di Afghanistan
dan Irak,” ungkap Miller, dikutip CNN.
Apalagi ketika AS yang memimpin intervensi
militer di Suriah, Washington juga harus bertanggung jawab untuk perbaikannya.
Dan hal ini akan menguras banyak energi, sumber daya, dan dana bagi
pemerintahan Obama yang sedang menghadapi pemilu presiden dan ancaman krisis
ekonomi di Uni Eropa.
Menteri Pertahanan AS Leon Panetta juga
menegaskan bahwa setiap intervensi militer di Suriah memerlukan dukungan dari
PBB. Itu artinya, mempersenjatai oposisi Suriah hanya akan dilakukan dengan
dukungan internasional dan tergantung pada PBB untuk langkah praktis dan
efektifnya.
Saat ditanya apakah ada skenario AS untuk
mengambil langkah militer tanpa persetujuan PBB, Panetta menjawab dengan tegas,
“Tidak, saya tidak dapat membayangkannya.”
Menurut Panetta, saat ini Pentagon sedang
melakukan rencana contingency di Suriah dan membiarkan pintu tetap terbuka bagi
kemungkinan intervensi militer di masa depan. Namun dia tetap menegaskan bahwa
sikap pemerintah AS adalah melakukannya hanya mendapat dukungan internasional.
“Komunitas internasional dan presiden AS sedang dalam proses memutuskan apa
langkah-langkah yang akan kami ambil,” tuturnya.
Tekanan terhadap pemerintahan Obama untuk
mempertimbangkan langkah-langkah militer terus menguat setelah tragedi di
Houla. Washington memang telah mendesak Assad mundur, tapi upaya ini hanya
fokus pada tekanan diplomatik dan sanksi terhadap rezim Suriah. Namun Rusia
tetap menghalangi berbagai sanksi ekonomi yang akan diterapkan Dewan Keamanan
PBB terhadap Damaskus.
Krisis di Suriah juga menjadi isu hangat
kampanye pemilu presiden di AS. Nominasi presiden AS dari Partai Republik Mitt
Romney mendesak Gedung Putih mempersenjatai pemberontak Suriah. Sejauh ini,
pemerintah AS hanya bersedia memberikan bantuan kemanusiaan dan bantuan
non-senjata lainnya pada pemberontak. Namun Washington menolak desakan untuk
intervensi militer dengan alasan menghindari terlibat dalam perang sipil yang
lebih besar.
“Ini bukan situasi yang dapat ditoleransi.
Kita tidak dapat puas dengan apa yang sedang terjadi dan komunitas
internasional harus mengambil langkah-langkah selanjutnya untuk memastikan
bahwa Assad mundur,” ungkap Panetta yang mendesak Rusia harus meningkatkan
peran dalam meredam krisis.
AS dan NATO pernah melakukan intervensi
militer untuk menghentikan pembunuhan etnis di Kosovo tanpa ijin PBB pada 1999.
Namun langkah itu tampaknya tidak akan dilakukan di Suriah.
Iran
dan Suriah Saling Bantu
Saat negara-negara Barat dan Arab berupaya
mengisolasi rezim Suriah, Iran memilih menolong rezim Damaskus. Iran yang
merupakan salah satu aliansi terdekat Damaskus itu menawarkan menjual produk
pertanian pada Suriah.
Iran dan Suriah merupakan dua negara yang
mendapat tekanan internasional. Barat berupaya mengacaukan import pangan,
mengganggu jalur pengiriman kapal hingga melarang transaksi keuangan dengan
Iran. Salah satu cara menghindari sanksi Barat pada Iran ialah dengan membantu
Suriah yang sedang menghadapi masalah serupa. Meskipun bantuan Iran itu tetap
terbatas bagi Suriah.
“Iran akan mencoba membantu Suriah. Saya pikir
sebagian besar akan dilakukan melalui pasar gelap,” ungkap seorang pedagang di
perusahaan pangan internasional di Prancis.
Menurutnya, Iran tertarik membantu
menyelesaikan krisis pangan yang dihadapi pemerintahan Assad. Bahkan Teheran
juga membantu Aljazair, Tunisia, dan Libya yang diguncang revolusi Kebangkitan
Arab.
Pengamat berpendapat bahwa gandum, makanan
ternak, dan biji-bijian lainnya dapat dikirimkan Iran ke Suriah secara rahasia,
untuk menghindari praktek nolrmal dalam tender publik internasional.
“Jelas Iran akan membantu Suriah. Tapi ini
tidak dilakukan secara terbuka. Ini akan menjadi perjanjian bilateral antara
mereka,” papar pedagang pangan lainnya di Eropa barat.
Berbagai lembaga pemerintah biasanya membeli
melalui tender publik di mana kuantitas, jadwal pengiriman, dan detail lainnya
dikirim ke lembaga perdagangan internasional dengan batas waktu untuk tawaran.
Namun pembelian oleh sektor privat biasanya tidak terlalu transparan.
Iran dapat mengirimkan suplai ke Suriah
menggunakan truk-truk melalui Irak atau Turki yang berbatasan langsung dengan
Suriah. Pengiriman juga bisa dilakukan melalui berbagai pelabuhan di Irak dan
Turki, kemudian masuk ke Suriah.
Dengan dukungan Iran dan loyalitas militer
Suriah terhadap rezim Assad, pemerintahan Damaskus tampaknya akan bertahan
lebih lama. Kekerasan di Suriah pun akan lebih panjang dan berdarah.
(syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar