Cari di Sini

Rabu, 14 Juli 2010

Perempuan Arab Pertama Penakhluk Kutub Utara



Suhu di bawah titik beku dan kondisi alam yang mematikan di Kutub Utara tak membuat Elham Al Qasimi gentar. Melalui perjalanan selama delapan hari pada April silam, dia berhasil menjadi perempuan Arab pertama yang menginjakkan kaki di titik 90 derajat Lintang Utara.

Al Qasimi sanggup menembus batas penghalang dan batas kekuatan seorang wanita melalui tekad dan keyakinan yang kuat. Sebagai perempuan yang belum berpengalaman dalam menakhlukkan medan berat, Al Qasimi berhasil menyelesaikan ekspedisi tanpa bantuan itu bersama timnya yang terdiri atas enam orang.

“Saya tidak memiliki persiapan untuk cuaca dingin. Ini merupakan pertama kali saya merasakan suhu membeku seperti itu,” kata Al Qasimi.

Menurut Al Qasimi, latihan berpekan-pekan dan diet ketat untuk membangun stamina serta kekuatan otot, serasa tidak berpengaruh saat berada di lokasi sebenarnya. Perempuan 27 tahun itu mengakui, beratnya tantangan yang harus dihadapi saat berjalan sejauh 100 mil laut di lingkungan bersuhu di bawah nol derajat Celsius. Ekspedisi itu pun menjadi batu uji untuk mengetahui batas kekuatannya dan pencarian jati diri.

“Saya tidak menjadikan ini untuk membuat satu pencapaian, tapi untuk menguji apa yang dapat saya lakukan,” tutur dara berhidung mancung tersebut.

Sejak kecil Al Qasimi memang sudah berhasrat untuk melakukan petualangan ke Kutub Utara. Hasrat yang kian menggebu itu membuatnya terus mencari informasi untuk melaksanakan rencana besarnya tersebut.

Perempuan asal Uni Emirat Arab ini sangat berterima kasih pada keluarga, teman-teman, dan semua orang yang mendukung niatnya. “Orang-orang yang saya cintai menulis kata-kata pemberi semangat dalam satu buku kecil yang saya bawa,” ujar alumnus Business and Marketing di American University di Dubai pada 2004 dan London School of Economics di Inggris untuk meraih gelar MSc.



Buku itu selalu dibawanya sepanjang perjalanan saat dia berpikir tidak akan sanggup lagi melanjutkan ekspedisi tersebut. “Saat saya mendekati dua mil terakhir, saya mendengar apa yang mereka tulis dalam suara mereka sendiri. Saya dapat merasakan bangsa saya ingin saya terus melangkah maju. Ini merupakan dua mil terakhir yang sangat magis,” katanya.

Dara beralis tebal ini sebenarnya memiliki profesi sebagai manajer investasi. Al Qasimi menganggap, keberhasilannya mencapai ujung dunia itu akan menambah pengalamannya dalam menghadapi tantangan di dunia bisnis.

“Saya ingin menguji skill yang saya pelajari di dunia korporasi di lingkungan yang lebih menantang, untuk melihat, apakah skill itu akan berguna di sana. Selain itu juga mencari tahu jika saya telah memahami skill itu dengan baik dan tumbuh sebagai seseorang,” tutur Al Qasimi yang mengenakan kerudung hitam.

Al Qasimi menjelaskan, berbagai skill yang dia pelajari dalam dunia korporasi antara lain untuk pembuatan keputusan, terorganisir, pemain tim, disiplin dan proaktif. “Saat saya berada di Arktik, saya menyadari bahwa itu semua merupakan skill yang sangat berguna untuk dapat selamat di lingkungan yang sangat ekstrim,” ujarnya dengan wajah yang selalu dihinggapi senyum.

Dengan mencapai ujung dunia di Kutub Utara, Al Qasimi mengaku dapat pelajaran yang sangat banyak dari alam. Baginya, berada di kondisi yang sangat dingin dan mematikan dapat membuat seseorang belajar membuat keputusan yang tepat dalam waktu cepat untuk bertahan hidup.

“Kita jadi lebih terorganisir sehingga dapat melakukan berbagai hal dengan cepat tanpa membuang waktu. Dapat menambah disiplin untuk tetap berjalan meski sangat letih. Serta belajar bekerja sama walaupun dengan orang paling sulit, sebagai satu tim,” kata perempuan yang menjadi manajer investasi di Impetus Trust tersebut.

Saat Al Qasimi mencapai Longyearbyen di Lingkar Arktik, dia bersama tim menumpang satu pesawat Rusia menuju stasiun es mengambang di Rusia. Stasiun itu sebenarnya merupakan gumpalan gunung es yang mengapung di atas samudera. Di stasiun itu mereka membangun tenda yang hangat dan klinik medis sementara. Stasiun es bernama Borneo itu mendukung aktivitas para ilmuwan, peneliti, wartawan, dan tim ekspedisi untuk menuju ke Kutub Utara.

“Semua hal di sana sangat di luar imajinasi. Karena Kutub Utara terletak di tengah perairan Samudera Arktik yang sebagian besar membeku secara permanen dan es tetap mengambang. Saat kami berada di stasiun es tersebut selama beberapa jam, lokasi stasiun es itu telah bergerak sejauh 32 kilometer menuju 89,2 derajat lintang Utara,” ungkap Al Qasimi.



Padahal Al Qasimi harus menuju 89,0 dejarat Lintang Utara untuk memulai perjalanan menuju Kutub Utara. Karena itulah Al Qasimi harus mengendarai satu helikopter untuk menuju lokasi awal perjalanannnya.

“Pemandangan yang saya lihat dari helikopter benar-benar membuat nafas saya tertahan. Di bawah saya seperti padang pasir yang terbuat dari es. Pemandangan yang sangat indah, senyap dan tanpa kehidupan. Saat kami melihat ke bawah, saya dan tim saya terdiam semua. Kami hanya menikmati keindahannya, keterisolasiannya, dan resikonya dan tantangan yang segera kami hadapi,” papar Al Qasimi.

Tantangan mulai menyapanya saat dia turun di tengah gurun es. Dia harus mulai berjalan sejauh 100 mil laut selama dua pekan untuk mencapai Kutub Utara. Itu berarti, Al Qasimi harus berjalan di atas hamparan es selama 10 jam per hari, dan hanya beristirahat dua hingga tiga menit setelah berjalan selama dua atau tiga jam.

“Jika Anda berjalan 10 kilometer per hari, Anda akan kehilangan 3 kilometer saat tidur di malam hari. Karena itu, Anda harus berjalan 35% lebih lama agar dapat mencapai tujuan, karena gerakan es yang mengapung di samudera,” paparnya.

Selain itu, Al Qasimi harus menyusuri potongan es yang sangat jauh sehingga dapat melintasi potongan es itu di lokasi yang aman. Hamparan es di kutub bisa tiba-tiba terbelah karena gerakan air dan lempengan es yang sangat aktif. Padahal selama perjalanan dia harus menarik beban berisi makanan, baju, tenda, dan peralatan survival seberat 35 kilogram.

Setelah melintasi berbagai tantangan, timnya berhasil mencapai 90 derajat Lintang Utara pada 23 April pukul 1.15 siang, dua hari lebih awal dari rencana semula.

Petualangan di Kutub Utara ini tampaknya semakin membuat dara manis itu ingin menorehkan keberhasilan baru di masa depan. Tapi Al Qasimi belum bersedia mengungkapkan rencana petualangannya berikutnya. (syarifudin, seputar indonesia, 4 Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar