Cari di Sini

Rabu, 14 Juli 2010

Mengajak Orang Lain Mencintai Ikan





Di mana pun dia berada, Guy Harvey selalu dikelilingi ikan-ikan. Saat di tempat pengamatan samudera di Karibia, ikan-ikan sesungguhnya bergerak mengitarinya. Sedangkan saat berada di studio lukisnya, ikan-ikan itu hidup dalam torehan kanvasnya.

Kecintaannya pada laut dan ekologi membuat Harvey selalu memikirkan cara bagaimana melindungi ikan dan keanekaragaman hayati di lautan. Pria yang dibesarkan di Jamaika itu merupakan salah satu tokoh konservasionis dunia yang memiliki gelar sarjana di bidang biologi laut dan gelar PhD di bidang manajemen perikanan.

Obsesinya untuk menjaga kelestarian hayati di samudera mendorongnya mendirikan Guy Harvey Research Institute (GHRI) pada 1999. Dengan lembaga tersebut, lelaki yang mengambil pendidikan di Scotlandia itu menyediakan berbagai informasi ilmiah tentang perlindungan ikan dan biodiversity.

Tapi yang perlu diingat, kiprahnya dalam lembaga itu hanyalah sebagian kecil dari cerita luar biasa yang telah ditorehkan Harvey sepanjang hidupnya. Dia merupakan pengusaha yang sangat sukses dengan jaringan restauran seafood serta pelukis otodidak yang membuat ikan-ikan menari-nari di atas kanvasnya.

“Saya tidak belajar di sekolah seni atau kursus melukis. Saya tidak pernah mengambil kuliah melukis sepanjang hidup saya. Saya mempelajari semuanya dari mencoba dan kesalahan, serta ketekunan, yang saya kira membawa saya ke tempat saya berada,” tutur Harvey.

Dia mengaku terinspirasi dari novel karya Ernest Hemmingway berjudul The Old Man and the Sea untuk menghasilkan lukisan-lukisan bertema ikan-ikan yang sedang bermain. Imajinasi dalam novel itu kemudian menggerakkannya untuk membuat cerita nelayan terkenal itu mewujud di atas kanvasnya, seperempat abad silam.

Harvey melukis setiap hari dan 10% dari karya lukisannya dijual untuk mendanai organisasi lingkungan yang dipimpinnya. Dia juga menciptakan serial TV berjudul Portraits of the Deep untuk menunjukkan pada penonton tentang ikan-ikan yang bermain dan pentingnya ikan bagi kelestarian lingkungan.

“Untuk melihat warna ikan-ikan yang menyala, bergerak, dan agresif, mungkin merupakan salah satu yang paling menakjubkan bagi penyelam,” ujarnya.

Video-video penyelaman yang menampilkan ikan-ikan di lautan lepas itu ditayangkan di toko-toko dan restoran-restorannya, tempat Harvey juga memasang lukisan-lukisannya di dinding. Di jaringan restoran seafood miliknya, Harvey hanya menyajikan jenis ikan yang tersedia dalam jumlah berkelanjutan di alam. Harvey melarang jaringan restorannya menyajikan menu yang berbahan sirip ikan hiu atau paus.



Melalui GHRI, Harvey membantu mempelopori teknik-teknik baru dalam merekam perilaku ikan di bawah air serta menciptakan sistem untuk mengamati mereka dari jarak jauh.

Saat ini pakar lautan itu turut membantu upaya melindungi hiu dari perburuan. Hiu-hiu diburu secara ilegal untuk diambil siripnya yang berharga mahal di pasar. Harvey memperingatkan, jika jumlah hiu berkurang, keseimbangan samudera yang rentan dapat terancam.

Harvey juga menekankan bahwa hiu-hiu terancam bahaya di Teluk Meksiko karena tumpahan minyak BP. Dia khawatir, ikan-ikan lain juga turut menanggung resiko dari tumpahan minyak tersebut. Tidak menunggu lama, Harvey telah melakukan penggalangan dana melalui penjualan kaus untuk mendanai riset tentang dampak tumpahan minyak terhadap ikan-ikan di laut.

“Kita belum tahu kapan tragedi tumpahan minyak ini berhenti atau sejauh apa dampaknya serta bagaimana ini mempengaruhi kehidupan di samudera,” kata Harvey.

Dari berbagai sepak terjangnya sebagai penyelam, pelukis, ilmuwan, dan pengusaha, Harvey ingin mengajak publik semakin peduli dengan ikan dan kelestarian ekologi maritim. “Ikan hanyalah binatang berbau amis bagi sebagian besar orang. Mereka memiliki daging yang empuk yang bisa dinikmati di piring atau Anda membelinya dalam bungkus plastik dan ikan itu mati, dingin, serta berbau. Mereka merupakan predator lautan yang perlu kita hormati,” ujarnya.

“Saya ingin membuat orang sadar dengan itu, Anda tahu, kita benar-benar perlu berpikir lebih serius tentang bagaimana kita mengelola samudera dan segala yang ada di dalamnya. Jika kita bisa melakukannya, itu akan membahagiakan dan berguna bagi kita,” papar pemilik hari ulang tahun 16 September 1955 itu.

Kecintaan pria kelahiran Lippspringe, Jerman itu pada ikan muncul sejak masih kecil. Dia sering diajak memancing dan menyelam oleh ayahnya di sepanjang pantai. Harvey selalu terobsesi dengan makluk-mahkluk hidup di laut dan mulai melukis berbagai jenis ikan yang dia amati.

Dalam lukisannya, Harvey menuangkan detail dan pilihan warna yang luar biasa. Lukisan Harvey lantas dijual di berbagai pameran seni, toko-toko, galeri-galeri, restoran-restoran, dan di turnamen memancing.

Harvey merupakan generasi Jamaika Inggris ke-10 saat keluarganya berimigrasi ke Jamika pada 1664. Dia mengambil gelar sarjana Biologi Maritim di Aberdeen University, Scotlandia pada 1977. Lantas melanjutkan ke University of West Indies hingga meraih PhD dalam Manajemen Perikanan.

Pada 1985, dia melukis 44 serial dari novel The Old Man & the Sea. Lukisan itu kemudian ditampilkan di sebuah acara di Jamaika. Karena mendapat respon positif selama pameran, dia mulai melukis setiap hari dan pada 1988 menggunakan lukisan-lukisannya untuk berbagai produk lainnya. (Syarifudin, Seputar Indonesia, 13 Juli 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar