Cari di Sini

Rabu, 14 Juli 2010

Sukses dengan Wine dalam Gelas Plastik



Inovasi membuat sesuatu yang terlihat sederhana menjadi produk yang bernilai tinggi di pasar. Prinsip itu membawa James Nash sukses dengan produk ciptaannya, wine di dalam gelas yang disebut Tulipak.

Selama ini, semua orang yang ingin menikmati wine harus membuka sumbat botol. Mereka harus memiliki alat pembuka sumbat botol dan menggunakan gelas kaca untuk menikmatinya.

Tapi, James Nash seakan membuat cara konvensional itu menjadi kuno karena dia memiliki inovasi baru bagi para penggemar wine. Jika air minum mineral sudah banyak yang dikemas dalam plastik gelas, dia menciptakan wine yang juga dikemas di dalam gelas plastik.

Inspirasinya itu dimulai pada dua tahun silam. “Saya mengamati di bar-bar untuk acara outdoor (luar ruangan) dan cara mereka bekerja. Wine selalu disajikan dari botol kaca ke gelas-gelas plastik yang kecil. Ini tidak praktis, repot, dan tidak bisa rata dalam membagikannya,” tuturnya.

Karena itulah James, 52, memutuskan untuk mengemas wine dengan cara yang lebih aman, lebih praktis, dan tidak perlu alat untuk membuka sumbat botol. Kendati demikian, cara pengemasan itu harus tetap mempertahankan cita rasa dan kelas wine yang bagus.

James pun merancang tutup plastik yang mudah dibuka tapi juga tahan bocor. Ruang udara di antara cairan wine dan plastik penutup dia isi dengan gas nitrogen sehingga wine tetap terjaga kesegarannya saat dibuka konsumen.

Saking praktisnya, pembeli cukup membuka tutup gelas dengan menarik plastik tipis yang menempel di mulut gelas dengan tangan. Tidak perlu alat pembuka sumbat botol. Mereka dapat sudah langsung menikmati wine yang dingin dan segar kapan pun, di mana pun.

Menurut James, Tulipak sangat cocok untuk dibawa saat kegiatan outdoor, baik itu konser musik di lapangan terbuka, atau kegiatan alam lainnya. “Saya yakin produk ini sangat sempurna untuk berbagai kegiatan seperti piknik, makan bersama di taman, liburan di pantai, konser musik, atau hanya menikmati siang hari di serambi rumah,” paparnya.

Hebatnya, Tulipak menggunakan gelas plastik yang dapat didaur ulang sehingga lebih ramah lingkungan. Walau terbuat dari plastik, James menjamin, gelas Tulipak tahan lama dan tahan banting. James berani menjamin, dalam kondisi normal, jika terjatuh, gelas itu tidak akan retak, pecah, atau bocor isinya.

James mengisi Tulipak dengan wine sebanyak 187 mililiter. Wine yang dipilih James pun tidak sembarangan. Dia khusus memilih wine terbaik dari Selena Valley di Australia Selatan. selain itu, dia juga menggunakan jenis wine Shiraz, Chardonnay yang lezat dan Rose.

Sepak terjang James dalam industri wine membuatnya mampu mencium keinginan pasar untuk wine-wine yang populer. Setelah melakukan riset di industri minuman beralkohol, James menemukan bahwa wine sangat diminati di pasar, terutama mereka yang ingin menciptakan citra high class dan memasuki budaya mainstream.

Setelah melakukan perjalanan ke Hong Kong dan China untuk mencari cara termurah dalam memproduksi Tulipak, James akhirnya menemukan sebuah perusahaan yang menawarkan biaya produksi yang paling realistis di Yorkshire.



James lalu meminta bantuan dari saudara kembarnya Reg yang berpengalaman dalam bidang catering outdoor untuk melengkapi inovasinya dan menyempurnakan pengembangan produk.

Keyakinan James atas peluang pasar untuk produknya, membuatnya mengumpulkan modal usaha sebesar 500.000 poundsterling (Rp6,8 miliar). Modal itu berasal dari uang pribadi, teman-teman, mitra, atau pun penyedia dana swasta. Setengah dana tersebut digunakannya untuk mengembangkan teknologi pembuatan gelas wine yang “tahan banting”.

Desain produknya terlahir dari proses yang mahal dan rumit, walau sekilas terlihat sangat sederhana. Teknologi tinggi yang digunakan James membuat gelas Tulipak tak tergores sedikit pun, mulai dari proses produksi hingga di tangan konsumen.

Selain itu, James juga melakukan modifikasi penggunaan mekanisme pemanasan untuk merekatkan plastik penutup dan mulut gelas. Teknologi ini membuat proses penutupan gelas tanpa bekas lem di mulus gelas. Metode ini terinspirasi dari teknologi pembuatan yoghurt.

Untuk pemasarannya, James menggunakan berbagai event outdoor, terutama konser-konser musik. Salah satunya saat Hari Tahun Baru silam. “Kami mendapat respon luar biasa. Banyak pegawai bar dan pengunjung konser menyukainya. Sangat besar respon yang mereka berikan. Dari sanalah saya tahu bahwa kamilah pemenangnya,” tuturnya.

Metode produksinya memungkinkan untuk menghasilkan 6.000 gelas Tulipak berisi 18,75 cl dalam satu jam. Tulipak secara resmi diluncurkan di pasar pada bulan Juli 2007 saat dipasarkan dalam konser Rod Stewart di Glasglow. Saat itu terjual 25.000 unit dalam waktu kurang dari satu hari.

Saat ini, James terus menggalang kerja sama baru dengan berbagai perusahaan wine terbesar di dunia, serta jaringan supermarket dan maskapai penerbangan. “Produk kami benar-benar terus mengalami penguatan. Ini ide sederhana dan pertama kali di dunia,” paparnya.

Dalam upaya lobinya untuk mendapatkan tambahan dana, James tidak jarang menghadapi penolakan. Salah satunya saat semua anggota panel Dragons Den menganggap Tulipak itu sampah. Dragons Den merupakan program BBC TV untuk menyeleksi para entrepreneur dan pemenangnya akan mendapat dana segar untuk pengembangan bisnis.

Saat itu anggota panel Dragon mencemooh idenya. “Orang-orang tidak ingin membeli wine di gelas plastik yang ditutup dengan plastik. Untuk alasan itu, saya menolaknya,” kata Duncan Bannatyne, salah satu anggota panel Dragons Den.

Tapi James tidak menyerah dengan penolakan Dragons Den. Dia bangkit. James berhasil menggandeng Marks & Spencer (M&S) untuk menjadi mitranya. Pekan lalu, M&S meluncurkan wine dalam gelas untuk wine Shiraz, Rose dan Chardonnay. Setiap gelas berisi 187 mililiter seharga 2,25 poundsterling (Rp30 ribu). Saat peluncuran, produk itu segera ludes dibeli banyak orang. (syarifudin, seputar indonesia, 18 Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar