Cari di Sini

Rabu, 14 Juli 2010

Wanita Pertama di Kursi Nomor Satu Australia




Julia Gillard menorehkan sejarah baru sebagai Perdana Menteri (PM) Australia wanita pertama. Dia menggantikan PM Kevin Rudd melalui voting Partai Buruh di parlemen, kemarin.

Perempuan berambut coklat kemerahan itu akan membawa warna baru dalam pemerintahan Australia dengan kepemimpinan gaya lamanya. Berbeda dengan Rudd yang terkesan modern, Gillard mengingatkan publik pada para PM dari Partai Buruh di era 1980-an dan 1990-an. Gillard memiliki gaya kepemimpinan dan pemikiran seperti PM sebelumnya dari Partai Buruh, Bob Hawke dan Paul Keating.

Kemunculan Gillard menjadi orang nomor satu di Australia memang mengejutkan bagi sebagian pihak. Apalagi dia menggantikan Rudd yang memenangkan pemilihan umum (pemilu) pada 2007, menggeser pemimpin konservatif John Howard yang pamornya kian meredup.

Tapi karena Rudd dianggap menjalankan kebijakan yang tidak sesuai, dia mulai kehilangan kepercayaan pemilih. Dan situasi itu menjadi momen menguntungkan bagi Gillard hingga dia terpilih melalui voting di parlemen.

Gillard merupakan politisi yang mengukir karir sebagai kelas pekerja. “Saya tumbuh besar di sebuah rumah dengan orangtua pekerja keras. Saya meyakini pemerintahan yang memberikan penghargaan pada siapa yang bekerja keras, bukan pada siapa yang komplain paling keras,” ujarnya di parlemen, saat Rudd mengatakan berbagai “kebijakan berdasar bukti” dan menjelaskan kompleksitas kebijakan perubahan iklim atau pajak yang diterapkannya.

“Saya percaya pada pemerintahan yang memberi imbalan pada siapa yang bekerja sepanjang hari, bekerja di pabrik-pabrik kita atau peternakan-peternakan kita, di tambang-tambang kita, atau di penggilingan-penggilingan, di ruang kelas-ruang kelas kita, di rumah sakit-rumah sakit kita, mendapat reward atas kerja keras, kesopanan, dan usahanya,” ungkap Gillard.

Gillard tiba di Australia pada usia empat tahun, pada 1960-an dari south Wales, tempat kelahiran gerakan Buruh di Inggris. Ayahnya harus bekerja sebelum sekolahnya selesai karena keluarganya terlalu miskin untuk membiayainya meraih pendidikan tinggi.

Wanita yang suka berterus terang itu awalnya tinggal di sebuah asrama migran di kota pedesaan Adelaide, Australia, sebelum ayahnya sanggup membeli sebuah rumah. Gillard mengambil studi di fakultas hukum dan terlibat dalam politik. Dia lantas menjadi mitra di sebuah perusahaan pengacara sebelum bekerja sebagai seorang penasehat politik.

Gillard pertama kali terpilih sebagai anggota parlemen pada 1998 dan karirnya melejit menjadi pemimpin sayap kiri Buruh. Dia menjadi tangan kanan kementerian kesehatan pada 2003 dan mendukung Rudd untuk merebut jabatan pemimpin Buruh. Sebagai imbalannya, Gillard ditunjuk sebagai deputi ketua Partai Buruh.

Kecemerlangan karir politik Gillard di parlemen tidak diragukan lagi. Dia terkenal dengan kemampuannya meloloskan kebijakan dan membelokkan serangan-serangan politik.

Gillard terus memback-up Rudd hingga tahun ini, saat jajak pendapat menundukkan merosotnya popularitas PM Rudd. Melihat situasi yang menguntungkan itu, Gillard melakukan manuver di parlemen untuk mendepak Rudd, beberapa bulan sebelum pemilihan umum (pemilu).

Gillard berjanji untuk menggunakan konsensus dalam setiap pembuatan kebijakan pemerintah. Cara ini sangat berbeda dengan Rudd yang cenderung bergaya otokratik. Selain itu, Gillard diperkirakan mampu menarik suara pemilih, baik pria dan wanita, pada pemilu mendatang.

Keberhasilan Gillard mendapatkan dukungan parlemen ini sama seperti yang pernah dilakukan Bob Hawke untuk mendapatkan kursi PM Australia pada malam menjelang pemilu pada 1980-an. Gillard pun memandang model kepemimpinannya seperti di era Hawke, saat kabinet membentuk kebijakan melalui konsensus.

Banyak politisi yang memuji kemampuan Gillard. “Kemampuan berundingnya sangat fantastis. Dia memang bagus,” ujar salah satu tokoh industri di Australia.

Industri pertambangan global tampaknya menyambut terpilihnya Gillard. Apalagi saat ini para investor pertambangan dunia mengancam menarik lebih dari USD20 miliar investasi mereka hingga pemerintah Australia mengkaji usulan pajak pendapatan tambang 40%. Gillard menolak menurunkan pajak itu sehingga dia harus menegosiasikan solusinya secara cepat.

Meskipun Gillard memiliki kemampuan negosiasi seperti Hawke dan kecerdikan Keating, dia juga menghadapi tantangan untuk mendobrak tradisi lama, karena belum pernah tercatat dalam sejarah Australia, ada seorang wanita yang berkuasa.

Gillard telah lama menjadi perhatian media massa terkait gaya rambutnya yang ditata ulang. Rambutnya dicat dengan warna coklat kemerahan, tidak seperti aslinya yang berwarna kekuningan.

Pilihan gaya hidup Gillard juga tergolong unik. Dia memilih tidak menikah dan hanya menjalin hubungan tidak resmi dengan seorang penata rambut. Gillard pun memutuskan tidak memiliki anak sepanjang hidupnya.

Seorang anggota parlemen dari kubu konservatif pernah mengkritik Gillard karena berstatus tidak menikah. Anggota parlemen itu lantas meminta maaf atas komentarnya, tapi di kalangan masyarakat konservatif di kelas menengah Australia, status tidak menikah itu bisa menjadi isu panas. (syarifudin, seputar indonesia, 25 Juni 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar