Cari di Sini

Senin, 26 Maret 2012

Bandara di Asia Tenggara Memburuk

SINGAPURA – Kejadian ini berulang kali terjadi di sebagian besar bandara utama Asia Tenggara. Pesawat berputarputar di atas bandara sebelum mendarat, atau terpaksa berhenti beroperasi lantaran antre di landasan.

Selain itu,antrean penumpang mengular di bagian imigrasi, pos pemeriksaan keamanan, dan tempat pengambilan bagasi. Kondisi yang semakin buruk tersebut tampak di bandara- bandara ibu kota, seperti Jakarta,Kuala Lumpur, Bangkok, dan Manila, dalam beberapa tahun terakhir. Memburuknya kondisi dan pelayanan bandara-bandara tersebut akibat infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan penerbangan yang kian meningkat di kawasan ini tidak memadai.

“Anda dapat membeli sebanyak mungkin pesawat,tapi jika infrastruktur tidak menunjang, Anda akan melihat penurunan layanan yang mungkin mencegah Anda melaksanakan berbagai rencana untuk mengembangkan maskapai,” papar Andrew Herdman, direktur jenderal Association of Asia Pacific Airlines, seperti dikutip Reuters,kemarin.

Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, kini melayani 51 juta penumpang per tahun, lebih dari dua kali lipat kapasitasnya saat dibangun pada pertengahan1980- an.Bandarainiterkenal buruk karena pesawat-pesawat harus berada di bandara selama hampir satu jam sebelum kembali lepas landas. Pesawat-pesawat di bandara ini juga harus berputarputar di atas bandara sebelum mendapat tempat untuk mendarat di landasan.

Satu jam penerbangan antara Singapura dan Jakarta dapat molor hingga dua jam atau lebih karena landasan yang padat. Ratusan bankir dan eksekutif yang sering terbang dari Jakarta ke Singapura pada Senin pagi harus meninggalkan rumah di saat pagi buta demi mendapat penerbangan pukul 6.00 pagi. Sering pula mereka harus terjebak kemacetan lalu lintas di jalan tol menuju bandara.

Sumber dari maskapai mengatakan, para penumpang tidak ragu untuk menelepon mereka atau bahkan chief executive melalui telepon seluler mereka untuk meminta pesawat menunggu. “Ini masalah umum. Kita tidak dapat pernah memenuhi permintaan ini kecuali mereka presiden atau wakil presiden Indonesia.Tapi,beberapa pelanggan dapat menjadi kasar dan berteriak pada kami,”tutur sumber tersebut pada Reuters.

Adapun, Bandara Suvarnabhumi di Bangkok saat ini sering harus membuat penumpang antre dua jam di bagian imigrasi dan kapasitas pelayanannya terus berkurang sejak dibuka enam tahun silam. Hal ini membuat Pemerintah Thailand mendorong maskapai bertarif rendah untuk pindah ke Don Muang Airport, sehingga dapat mengurangi kepadatan di Suvarnabhumi.

Di Bandara Kuala Lumpur, penumpang pun dapat menunggu berjam-jam. Setelah lepas dari antrean imigrasi yang panjangnya minimal 50 orang, penumpang harus berjalan menuju pesawat di lorong sepanjang ratusan meter. Maskapai bertarif murah (low- cost carriers/LCC) dan rute-rute mereka di Asia Tenggara dalam 10 tahun terakhir pun semakin banyak. Pengamat melihat pertumbuhan ke depan karena kurangnya alternatif lain dan kuatnya pertumbuhan ekonomi.

“Sepuluh tahun silam bandara di kawasan ini mungkin tidak memperkirakan bahwa permintaan LCC dapat menguat seperti hari ini,” tutur Chin Yau Seng, CEO Tiger Airways, maskapai yang berpusat di Singapura. Kondisi semacam ini mempersulit sejumlah maskapai untuk mempertahankan kinerja yang tepat waktu dan menghemat bahan bakar karena pesawat harus menunggu untuk lepas landas atau mendarat.

“Jika masalah ini bertahan lebih lama, maskapai-maskapai ini akan mengenakan tambahan biaya ini pada pelanggan. Jika konsumen tidak dapat menerima tambahan biaya ini, maka maskapai mana pun harus memutuskan keputusan investasi dan pengeluaran mereka,” ungkap Edward Sirait, direktur umum Lion Air.

Lion saat ini memesan 230 Boeing 737 senilai USD22,4 miliar, mencatatkan rekor untuk kesepakatan pesawat komersial terbesar di dunia yang dilakukan oleh AirAsia saat menandatangani kesepakatan pembelian 200AirbusA320neo senilai USD18 miliar.

Berlomba dengan Waktu

Sejumlah bandara di Asia Tenggara diperluas tapi beberapa pengamat industri mengatakan, upaya itu tidak cukup untuk memenuhi kapasitas dan permintaan. Shukor Yusof, analis dari Standard & Poor’s mengatakan, Indonesia dan Filipina merupakan negara yang terlambat dalam mengembangkan fasilitas untuk maskapai, sementara Singapura dan Malaysia berupaya mendahului.

“Indonesia kurang memiliki infrastruktur untuk memenuhi meningkatnya kapasitas sesuai pertumbuhan maskapai domestik dan penambahan pesawat baru,” katanya. Bandara Changi Singapura berencana membangun terminal keempat untuk meningkatkan kapasitas total hingga 82 juta penumpang per tahun, dari saat ini 73 juta penumpang. Terminal baru itu akan selesai pada 2017.

Di Bandara Soekarno-Hatta, pembenahan besar-besaran sedang dilakukan. Bandara ini membuka terminal ketiga tahun lalu untuk meningkatkan kapasitas hingga 62 juta penumpang per tahun pada 2014, naik dari 51 juta penumpang saat ini. Soekarno-Hatta juga merencanakan landasan ketiga dan terminal keempat yang dapat meningkatkan tiga kali lipat kapasitasnya. Namun, rencana itu terhalang oleh masalah akuisisi lahan. Sementara, para penumpang harus melakukan yang terbaik.

“Pekerjaan Anda sebagai penumpang yang terbang dari Jakarta ialah serumit pilot.Anda perlu memeriksa kondisi cuaca dan peringatan perjalanan,” kata salah satu eksekutif di bank investasi Eropa pada Reuters. ● syarifudin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar