Cari di Sini

Minggu, 04 Maret 2012

Menunggu Gebrakan Baru Putin


Pemilu presiden Rusia pada Minggu (4/2) jelas bukan untuk mencari figur selain Vladimir Putin. Hal ini dapat dilihat dari jajak pendapat terbaru yang menunjukkan Putin meraih 60% suara dalam pemilu hari ini. Pesaing utamanya, pemimpin Partai Komunis Gennady Zyuganov hanya meraih 15% suara.

Putin jelas masih di atas angin. Itulah yang membuatnya tetap percaya diri untuk kembali memegang jabatan presiden Rusia. Dia memang menyatakan belum memutuskan apakah dia ingin tetap berkuasa hingga setelah 2018, saat mandat kepresidenannya akan berakhir. Tapi keinginan itu tentu bukan sesuatu yang mustahil bagi tokoh yang tetap mendominasi politik Rusia tersebut.

Dalam pertemuan dengan para pemimpin surat kabar terkemuka di Rusia, pekan ini, Putin mengatakan bahwa unjuk rasa membuatnya bahagia dan tawaran para pemimpin oposisi tidak ada yang kongkrit.

“Saya sangat bahagia tentang situasi ini, karena itu berarti otoritas bereaksi aktif atas apa yang terjadi di negeri ini, pada sentimen rakyat, dan untuk memenuhi berbagai harapan,” tutur Putin pada Kamis malam (1/3) dalam jamuan bersama para pemimpin media massa, dikutip AFP.

Dalam tiga bulan terakhir, puluhan ribu orang berunjuk rasa di Moskow dan beberapa kota lainnya. Bahkan banyak yang berencana menggelar unjuk rasa pada Senin (5/3), sehari setelah pemilu. Menanggapi hal itu, Putin bersikap sangat tenang, seakan gerakan oposisi benar-benar tidak mengusik posisi dan pengaruhnya saat ini.

“Saya pikir ini pengalaman sangat bagus bagi Rusia,” kata Putin yang yakin unjuk rasa lebih banyak diarahkan untuk menentang partai Rusia Bersatu yang berkuasa, bukan serangan pribadi terhadapnya. “Anda katakan populasi kota melawan. Mereka tidak melawan. Ada sedikit pendukung saya (di sana), itu benar. Tapi secara keseluruhan, pendukung saya mayoritas, bahkan di kota-kota besar.”

Untuk menunjukkan superioritasnya atas empat kandidat presiden lainnya, Putin tidak melakukan debat politik dengan mereka. Dia hanya mengirimkan perwakilan kampanyenya untuk talk show, sementara dia menunjukkan diri secang sibuk melakukan perjalanan keliling Rusia.

Sejak awal, Putin menegaskan di berbagai artikel yang ditulisnya tentang kebijakan domestik dan luar negeri, bahwa lawan-lawannya kurang memiliki visi dan hanya mengumbar slogan-slogan kosong. Dia menyatakan bahwa rakyat memihak oposisi itu tidak menarik. Debat-debat juga, menurut Putin, tidak penting. Yang lebih penting ialah hasil dari kerja sebelumnya.

Saat ditanya apakah normal berkuasa untuk waktu selama itu, Putin menjawab, “Ini normal jika semua bekerja, jika rakyat menyukainya.”

Tahun ini, Putin genap berusia 60 tahun dan sesuai undang-undang masih dapat menjabat presiden untuk dua periode lagi. Itu artinya pemerintahannya hingga 2024, saat dia berusia 72 tahun.

Saat ini mandat kepresidenan selama enam tahun, karena perubahan konstitusi yang memperpanjang periode dari empat tahun, masa pemerintahan Presiden Rusia Dmitry Medvedev saat ini.

Putin mengatakan dia tidak tahu apakah ingin berkuasa lebih dari 20 tahun. “Saya belum memutuskan ini untuk diri saya,” kata Putin yang telah berkuasa selama 12 tahun sebagai presiden dan PM Rusia.

Jika Putin berhasil menjadi presiden lagi, dia berjanji untuk menunjuk Medvedev sebagai PM. Posisi itu menurutnya akan membuat Medvedev dapat mengimplementasikan reformasi yang dia canangkan.

Beberapa pengamat mengatakan, pemilihan Medvedev sebagai PM dapat membantu Putin menghindari gelombang ketidakpuasan yang tampaknya bisa muncul sebagai dampak reformasi sosial dan ekonomi.

Putin tetap yakin, gerakan oposisi saat ini mendapat dukungan Amerika Serikat sehingga Rusia lemah. Hal ini ditekankan Putin berulang kali, sambil mengkritik rencana pembangunan tameng rudal NATO pimpinan AS di penjuru Eropa. Putin memperingatkan, rencana tameng rudal itu akan menargetkan kekuatan nuklir Rusia dan merusak stabilitas global. Apalagi Putin mengatakan bahwa Washington menolak memberikan jaminan tertulis pada Moskow bahwa sistem tameng rudal itu tidak akan bertujuan melawan kekhawatiran Rusia.

Memang, kebijakan Presiden AS Barack Obama untuk menekan tombol “reset” dalam hubungan dengan Rusia telah membantu mencapai kesepakatan pengurangan senjata nuklir, New Start, dan sukses menegosiasikan akses rusia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun kesepakatan itu tidak secara praktis terkait dengan masalah tameng rudal tersebut.

Penguatan Ekonomi
Kembalinya Putin ke kursi kepresidenan Rusia memiliki konsekuensi bagi banyak hal. Putin menjadikan isu ekonomi sebagai jaminan untuk dukungan pemilih. Saat masalah utang menjatuhkan pemerintahan Portugal, Yunani, dan Romania, Putin menekankan bahwa dia akan menggunakan pendapatan minyak Rusia untuk meningkatkan pengeluaran, termasuk dalam program sosial dan militer.

Janji Putin ini ternyata mampu meningkatkan popularitasnya dan membuat indeks saham Micex, Rusia, naik 19% sejak 12 Desember silam. Sebelumnya, unjuk rasa anti-Putin mengakibatkan bursa saham di level terendah dalam dua bulan terakhir.

Kepala poling VTsIOM, Valery Fedorov, memaparkan bahwa pengangguran dan inflasi sekarang pada level yang luar biasa, terbaik sepanjang waktu. “Ini menciptakan alasan kuat bagi terpilihnya kembali Putin,” ungkapnya.

Putin mengungkapkan bahwa ekonomi masih tumbuh saat krisis utang Uni Eropa mengancam perekonomian global. Gross domestic product (GDP) per kapita Rusia naik menjadi USD12.000 pada 2011 dari USD2.400 pada 2000, setelah Putin untuk pertama kali menjabat presiden. “Adapun konsumsi tahunan rata-rata per orang naik menjadi USD7.400 pada 2011, dari USD2.000 pada delapan tahun sebelumnya,” papar Citigroup Inc.

Kondisi ekonomi semacam ini jelas membuat Putin semakin di atas angin. Menurutnya, alasan mendasar di balik krisis ekonomi Eropa tidak terjadi di Rusia dan para pembuat kebijakan bertindak lebih tegas dalam mengatasi krisis utang. “Sulit untuk melewati jurang dengan dua lompatan sekaligus. Anda harus lompat sekali dan Anda mungkin berhasil. Beberapa keputusan memang terlambat,” ungkap Putin.

Salah satu kunci keberhasilan Putin ialah Rusia berhasil mengatasi masalah property dan pemukiman kumuh dalam industri konstruksi dengan menghubungkan semua sumber daya ke proyek-proyek infrastruktur dan perumahan untuk militer.

Kementerian Perekonomian Rusia memperkirakan, ekonomi Negeri Beruang Merah tumbuh 1,5% pada kuartal keempat dari tiga bulan sebelumnya, dan meningkat 4,9% pada basis tahunan. Dibandingkan dengan GDP di 17 negara Uni Eropa yang pada kuartal keempat turun 0,3% dari tiga bulan sebelumnya.

Dengan prestasi ekonomi semacam itu, Putin berhasil menciptakan stabilitas di negaranya dan mempertahankan suara pemilih setelah diguncang unjuk rasa terbesar di Moskow sejak robohnya Uni Soviet 20 tahun silam. Dalam setiap kampanyenya, Putin berjanji meningkatkan pengeluaran pemerintah hingga USD164 miliar atau 5% GDP, pada 2018.

Kebangkitan Militer
Di tengah hiruk pikuk kembalinya Putin ke kursi kepresidenan, salah satu hal utama yang dikhawatirkan Barat ialah kebangkitan militer Rusia. Putin dua pekan sebelum pemilu menjanjikan anggaran USD772 miliar untuk persenjataan dalam satu dekade mendatang.

Putin menegaskan bahwa Rusia perlu meluncurkan pembangunan militer besar-besran untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia yang berbahaya saat hukum internasional hancur. Kondisi ini dapat dilihat dari berbagai intervensi Barat ke negara-negara berdaulat di Timur Tengah. Putin memperingatkan bahwa musuh-musuh dapat menginvasi Rusia untuk menguasai submer daya alam yang sangat kaya.

Dalam salah satu artikelnya, Putin menjelaskan bahwa saat dia menjabat presiden lagi, dia akan menjalankan program persenjataan terbesar di Rusia sejak robohnya Uni Soviet. Sebanyak USD772 miliar akan digelontorkan untuk 400 rudal balistik antarbenua baru, 2.300 tank generasi terbaru, 600 pesawat tempur modern, termasuk sedikitnya 100 pesawat antariksa bertujuan militer, delapan kapal selam balistik nuklir, 50 kapal perang, serta satu persediaan artileri baru, sistem pertahanan udara, dan sekitar 17.000 kendaraan miltier baru.

“Proses transformasi global yang sekarang sedang terjadi, mungkin mengakibatkan sejumlah resiko yang sebagian besar tidak dapat diprediksi. Dalam situasi ekonomi global dan kondisi sulit lainnya, sangat mungkin bagi beberapa pihak menyelesaikan masalah mereka melalui tekanan dan kekerasan. Ini tidak mengherankan karean kita telah mendengar beberapa suara yag mengatakan, sangat alami bahwa sumber daya sangat penting di atas kedaulatan nasional. Kita harus melihat semua kemungkinan, meskipun masih hipotesis, terkait Rusia. Ini berarti kita tidak membuat pihak lain tergiur dengan kelemahan kita,” tulis Putin dalam artikel tersebut, dikutip Christian Science Monitor.        

Angkatan bersenjata Rusia telah mengalami transformasi dramatis selama lima tahun terakhir, dengan langkah restrukturisasi. Salah satunya, menghapus angkatan darat mobilisasi skala besar, menjadi ratusan divisi “hantu” yang dapat dikerahkan secara efektif di saat perang.    

Puluhan ribu pejabat tinggi militer juga dipensiunkan, dan perpanjangan masa jabatan tentara pria dikurangi tiga tahun menjadi satu tahun. Selain itu, sekitar 100 brigade tempur mobile saat ini menggantikan ratusan divisi senjata era Perang Dunia II, sebagai inti angkatan bersenjata Rusia.

Semua kebijakan baru di bidang militer yang dilakukan Putin itu jelas membuat Barat semakin khawatir dengan kekuatan Rusia di masa depan. Dan kemenangan Putin dalam pemilu kali ini akan memastikan ketakutan Barat tersebut. (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar