MISRATA- Pemberontak kemarin bertempur untuk merebut bandara Misrata, setelah mereka memukul mundur pasukan yang setia pada Pemimpin Libya Muammar Khadafi.
Pasukan pemberontak yang didukung serangan udara NATO mengklaim berhasil mengusir pasukan Khadafi keluar radius jangkauan rudal yang dapat jatuh ke pelabuhan Misrata. Pelabuhan ini merupakan jalur bantuan untuk setengah juta penduduk Misrata yang terkepung pasukan Khadafi selama lebih tujuh pekan.
“Pejuang kebebasan kami telah mengalahkan tentara Khadafi dengan memaksa mereka keluar Misrata,” papar Khalid Azwawi, kepala komite transisi lokal. “Pemberontak berupaya memaksa mereka keluar, tapi tidak terlalu jauh. Itulah mengapa Khadafi berupaya mengebom pelabuhan.”
Menurut pemberontakan, pertempuran terus berlanjut di sekitar bandara Misrata, kemarin pagi. “Pasukan Khadafi dalam jumlah besar berada di sekitar bandara, hanya beberapa kilometer barat kota Misrata,” kata panglima militer pemberontak Ibrahim Bet-Almal yang menegaskan tidak ada kerja sama antara pasukannya dan NATO.
“Kami sedang berusaha membersihkan daerah di luar kota yang terus dihujani ledakan rudal dan roket secara acak,” papar Ibrahim.
Pasukan yang dipimpin Ibrahim mempertahankan Zintan, di pegunungan baratdaya Tripoli. Mereka juga memukul mundur pasukan Khadafi yang membombardir kota itu dengan sedikitnya 20 roket Grad yang melukai tiga orang dan merusak sebuah rumah sakit.
Satu tim wartawan dari kantor berita AFP pada Rabu (27/4) menyaksikan pemberontak menembakkan senapan salvo di malam hari, saat pesawat tempur NATO terbang di atas kepala.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) mengijinkan rakyatnya membeli minyak, gas, dan produk pengolahan minyak dari pemberontak Libya, Dewan Nasional Transisional (TNC). “Rakyat Libya pemberani, tapi kita perlu akses ke pendapatan minyak sehingga kita dapat memberi makan, melindungi, dan membela keluarga kita,” papar TNC menyambut langkah Kementerian Keuangan AS.
Kepala atau perwakilan dari 61 suku dari penjuru Libya mendesak Khadafi segera mundur. Pernyataan bersama itu dirilis pada Rabu (27/4) oleh penulis Prancis, Bernard-Henri Levy. “Libya masa depan, saat diktator telah pergi, akan menjadi Libya yang bersatu, dengan Tripoli sebagai ibukotanya, dan tempat kita akan bebas membangun masyarakat sipil berdasarkan keinginan kita sendiri,” ungkap pernyataan bersama tersebut.
Levy menjadi juru bicara tidak resmi di Paris untuk gerakan revolusi di Libya. Dia mendesak Presiden Prancis Nicolas Sarkozy memobilisasi dukungan militer dan politik secara internasional.
“Setiap suku di Libya diwakili sedikitnya seorang utusan. Ini daftar 61 tandatangan, beberapa suku diwakili 100%, lainnya masih masih terpecah,” kata Levy.
Pada Selasa (26/4), pasukan Khadafi menembakkan roket-roket Grad di pelabuhan Misrata hingga menewaskan seorang pengungsi Afrika dan melukai lebih dari puluhan orang. Enam orang terluka serius. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar