ADDIS ABABA- Uni Afrika (UA) kemarin mendesak segera dihentikannya aksi militer NATO yang menargetkan para pejabat senior Libya. Desakan itu muncul dua hari setelah serangan udara aliansi asing di kompleks kediamanan pemimpin Libya Muammar Khadafi di Tripoli.
Organisasi pan-Afrika itu menekankan pentingnya semua pihak terlibat dalam melaksanakan resolusi 1973 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bertindak sesuai hukum internasional dan pengawasan untuk memastikan pelindungan populasi sipil.
“Uni Afrika akan menggelar pertemuan luar biasa pada Mei untuk meninjau lagi perdamaian dan keamanan di benua Afrika, terkait krisis dan ancaman baru,” papar pernyataan UA, seperti dilaporkan kantor berita AFP.
Pesawat-pesawat tempur NATO menyerang kompleks Khadafi di Tripoli pada Senin (25/4). Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates dan Menhan Inggris Liam Fox berdalih bahwa pilihan target serangan di Tripoli itu memiliki legitimasi.
Menteri Luar Negeri (menlu) Libya Abdelati Obeidi meminta Dewan Keamanan dan Perdamaian Uni Afrika untuk menggelar konferensi tingkat tinggi luar biasa untuk mencari jalan melawan pasukan asing. “Delegasi saya mengusulkan menggelar sesegera mungkin sesi luar biasa Uni Afrika untuk mengidentifikasi cara-cara agar benua kita memiliki kemampuan mobilisasi menghadapi pasukan asing yang sepakat melawan kita,” tegasnya.
Perundingan di kantor pusat UA di Addis Ababa dilakukan untuk mencari jalan keluar konflik di Libya. Perundingan itu diikuti delegasi dari Khadafi dan pemberontak Libya. Tapi kedua pihak tidak bertemu secara langsung.
Kemarin, NATO sepakat mendirikan satu pos sipil di basis pemberontak, Benghazi, Libya, untuk meningkatkan kontak-kontak politik dengan oposisi. Para utusan 28 negara anggota NATO mendukung prinsip umum memiliki pos kontak di Libya. Pos sipil itu akan mulai menjalankan aktivitas dalam beberapa hari atau pekan lagi.
Prancis dan Italia hanya satu-satunya negara anggota NATO yang secara resmi mengakui oposisi Dewan Nasional Transisional (TNC). Qatar yang turut bergabung NATO dalam operasi di Libya, juga mengakui TNC. Pekan lalu, Prancis, Italia, dan Inggris mengirim penasehat militer untuk membantu pemerintahan bayangan oposisi di Benghazi.
Sementara itu, pasukan Suriah mengetatkan keamanan di Daraa, saat komunitas internasional mengecam serangan militer terhadap demonstran yang menewaskan sedikitnya 30 jiwa. “Pasukan keamanan menembak mati sedikitnya enam orang pada Selasa (26/4) setelah membunuh sedikitnya 25 orang saat mereka berpatroli ke kota Daraa, dengan tank-tank dan sniper,” papar seorang anggota oposisi Suriah.
Kantor berita SANA melaporkan, militer terus memburu kelompok bersenjata dan ekstrimis di Daraa yang menyerang posisi-posisi militer, memblokade jalan dan memaksa orang-orang yang melintasi jalan untuk berhenti.
Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB hari ini dijadwalkan menggelar sesi khusus untuk membahas Suriah. “Pertemuan khusus itu digelar Jumat, 29 April, pukul 11 siang,” kata juru bicara Komisioner Tinggi HAM PBB Cedric Sapey.
Jerman kemarin menyatakan akan mendukung sanksi-sanksi Uni Eropa terhadap Suriah, terkait kekerasan yang dialami para demonstran. “Kami mendorong respon Eropa terhadap pelanggaran berat HAM. Ini akan dikaji berdasarkan inisiatif Jerman, apakah mungkin menyetujui sanksi-sanksi Uni Eropa terhadap Suriah. Kami akan mendukung sanksi-sanksi itu,” papar Sapey.
Sementara itu, dua polisi Yaman dan seorang demonstran tewas dalam bentrok kemarin di kota Aden. Mereka tewas dalam dua bentrok yang berbeda. “Dua polisi Yaman tewas dalam bentrok antara pasukan keamanan dan demonstran,” kata pejabat kemananan.
Di bentrok yang lain, tentara Yaman menewaskan seorang demonstran dan melukai tiga orang lainnya. “Militer membunuh Mohsen al-Yahri dan melukai tiga orang lainnya,” ujar petugas medis.
Bentrok terjadi saat tentara memindahkan blokade jalan yang disusun demonstran yang menyerukan mogok kerja total setiap Rabu dan Sabtu agar Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh segera mundur.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengecam Suriah dan Yaman atas penyerangan yang dilakukan terhadap demonstran. “Kami mengawasi berbagai kejadian dengan cermat dan dengan keprihatinan yang meningkat. Saya mengecam pada berlanjutnya kekerasan terhadap demonstran damai, terutama pada penggunaan tank-tank dan peluru tajam yang menewaskan dan melukai ratusan orang,” tegas Ban setelah meninggalkan perundingan Dewan Keamanan PBB. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar