Cari di Sini

Selasa, 17 Juli 2012

Annan dan Ban Tekan Rusia-China

NEW YORK– Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Liga Arab Kofi Annan dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon kemarin menuju Rusia dan China untuk menekan dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB itu agar bersedia menekan Suriah.

Kunjungan Annan dan Ban itu dilakukan saat paling genting dalam konflik Suriah yang telah berlangsung 16 bulan dan tanpa indikasi akan segera berakhir. Selama ini Barat gagal mendesak Moskow dan Beijing agar lebih keras menekan rezim Presiden Suriah Bashar al- Assad.

“Mungkin Annan dan Ban bakal memengaruhi Rusia dan China agar tercapai target yang diinginkan,”ujar salah satu diplomat senior PBB yang enggan disebutkan namanya kepada AFP. Menurut Juru Bicara Annan, Ahmad Fawzi,utusan PBB dan Liga Arab itu bakal bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.Kemudian Ban bakal bertemu Presiden China Hu Jintao,Perdana Menteri (PM) China Wen Jiabao, dan Menteri Luar Negeri (Menlu) China Yang Jiechi.

Ban berulang kali menegaskan bahwa sikap diam dunia internasional terhadap krisis Suriah justru memberikan lisensi bagi Damaskus untuk terus melanjutkan kekerasan.“Ban menyarankan China menggunakan pengaruhnya agar mendukung rencana perdamaian Annan,” kata Juru Bicara PBB Martin Nesirky. Para diplomat mengatakan, China sangat menentang sanksi terhadap Suriah.Langkah ini didukung Rusia yang merupakan aliansi utama Damaskus.

“Permasalahannya terletak pada Rusia,” ujar seorang diplomat PBB. Inggris, Amerika Serikat (AS),Prancis,Jerman,dan Portugal menginginkan sebuah resolusi berisi sanksi terhadap Suriah agar diloloskan Dewan Keamanan PBB pekan ini. Resolusi itu memberikan ancaman sanksi jika Assad tidak bersedia menarik tentara dan persenjataan beratnya dari wilayah permukiman. Sementara itu,Menlu Rusia Sergei Lavrov menekankan bahwa upaya Barat memaksa Rusia agar mendukung sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Suriah merupakan bentuk pemerasan.

“Kami menyesalkan hal ini. Kami melihat ada unsur pemerasan. Kami diminta memilih antara menyetujui resolusi yang memasukkan Pasal 7 Piagam PBB atau menolak memperpanjang mandat misi pemantau (PBB),” papar Lavrov dikutip AFP. Pasal 7 Piagam PBB menyebutkan tindakan yang bisa diambil PBB dalam menghadapi negara yang dianggap mengancam perdamaian dan menimbulkan konflik. Ancaman itu termasuk dengan keterlibatan militer asing ke sebuah negara.

“Kami menilai ini benar-benar sebagai pendekatan yang kontraproduktif dan berbahaya,” kata Lavrov. Menurut Lavrov, tidak realistis bagi negara-negara Barat mengharapkan Rusia bisa meyakinkan Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mundur dari jabatannya hanya karena Moskow merupakan sekutu lama rezim Damaskus.

“Kami mendengar komentar bahwa kunci penyelesaian konflik Suriah ada pada Moskow. Kemudian dijelaskan pada kami,ketika kami menanyakan tentang hal itu, bahwa itu berarti kami (Rusia) harus meyakinkan Assad untuk mundur atas kemauan sendiri.Itu sama sekali tidak realistis. Dan itu bukan soal keberpihakan, simpati, ataupun antipati kami,” tutur Lavrov.

Lavrov menegaskan bahwa Assad tidak akan meninggalkan kekuasaannya.“Ini bukan karena kami melindungi dia, melainkan karena bagian yang penting dari populasi Suriah yang berada di belakangnya,” paparnya. Tak dapat dipungkiri bahwa Rusia memiliki hubungan sangat erat dengan Suriah. Moskow mengancam akan memveto semua resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan intervensi asing.

Sementara itu, pertempuran sengit antara pasukan Suriah dan pemberontak bersenjata semakin menyebar di sejumlah wilayah di ibukota Suriah, Damaskus. Menurut laporan Reuters, seorang saksi mata menggambarkan pertempuran itu paling sengit sejak oposisi bersenjata melakukan perlawanan terhadap Presiden Assad 15 bulan silam. ● andika hendra m

Tidak ada komentar:

Posting Komentar