Monday, 28 March 2011 TRIPOLI – Serangan rudal-rudal jelajah Tomahawk dan hujan bom oleh ratusan pesawat tempur Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) kian memastikan banyak orang menentang intervensi militer asing di Libya.
Publik juga mengecam pembunuhan warga sipil oleh rezim Muammar Khadafi. Di permukaan, mungkin terlihat bertentangan untuk menolak intervensi Barat dan Khadafi sekaligus. Namun,kontradiksi ini menyeruak dari kenyataan bahwa tidak ada kekuatan demokratis di Afrika yang mampu dipercaya untuk menghentikan kejahatan terhadap kemanusiaan di Libya.
“Kegagalan Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Negaranegara Afrika Barat (ECWAS) untuk menghentikan perang di Libya menegaskan perlunya memobilisasi pasukan perdamaian internasional untuk memengaruhi politik internasional saat terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan,”papar Horace Campbell,Badan Penasihat Dewan Perdamaian Syracuse, profesor studi Afrika- Amerika, dan pakar politik di Syracuse University.
Saat ini, tidak ada pasukan internasional yang serupa dengan masa Perang Sipil Spanyol, saat kekuatan antifasis bergerak secara internasional untuk memerangi Jenderal Franco. “Tidak ada Pasukan Pertahanan Rakyat Tanzania, dengan tradisinya mendukung kebebasan, yang memiliki kemampuan bertempur dan menggulingkan Idi Amin yang mencengkeram rakyat Uganda,” tutur Campbell, seperti dirilis laman blog.syracuse.com.
Kekuatan yang baru bangkit seperti Turki, Brasil, Rusia, India, dan China memiliki jaringan bisnis yang kuat di Afrika. Namun,mereka diam membisu saat menyaksikan pembunuhan massal terjadi di Libya, baik dilakukan pasukan Khadafi ataupun aliansi Barat. Menurut Campbell, secara oportunis, Prancis dan Inggris memimpin intervensi asing dan memberi lampu hijau bagi pengesahan Resolusi 1973 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menerapkan zona larangan terbang di Libya.
Sebanyak 10 negara memberikan suara mendukung resolusi itu pada 17 Maret. Sementara lima negara lainnya bersikap abstain. Lantas pada 20 Maret, jelas sekali bahwa serangan ratusan rudal yang dilakukan pasukan koalisi asing sudah melampaui semangat resolusi PBB untuk melindungi warga sipil. Mungkin maksud melindungi warga sipil ialah warga negara Barat yang sudah dievakuasi, sebelum serangan koalisi dilakukan.
“Serangan militer asing itu sangat berlebihan, membahayakan nyawa warga sipil (Libya), dan melewati kesepakatan yang dirancang untuk pemberlakuan zona larangan terbang secara defensif,” papar Campbell. Di dalam pemerintahan AS, beberapa petinggi Pentagon awalnya menolak pemberlakuan zona larangan terbang. Namun, serangan bom yang dilakukan rezim Libya dijadikan kampanye agar Paman Sam memimpin pasukan koalisi menyerang negara kaya minyak di Afrika tersebut.
“Faktanya,Inggris,Prancis, dan AS bergerak melebihi mandat resolusi yang harus memastikan bahwa menciptakan perang di Libya ditentang, bahkan oleh negara-negara Liga Arab dan Uni Afrika yang mendukung resolusi PBB itu,” ungkap Campbell. Awalnya, orang-orang yang ingin menghentikan Khadafi membunuhi warga sipil, menyambut resolusi Dewan Keamanan PBB.
Prancis, Inggris, dan AS pun segera menggunakan pengesahan zona larangan terbang sebagai mandat untuk melakukan aksi yang lebih luas daripada resolusi PBB dengan dalih adanya kalimat resolusi yang menyatakan, “semua langkah yang diperlukan”. Di AS,muncul suara-suara keras yang mempertanyakan apakah Presiden AS Barack Obama memerlukan izin dari Kongres untuk menggerakkan pasukan AS melaksanakan Resolusi 1973 Dewan Keamanan PBB? Pertanyaan-pertanyaan muncul dari kedua pihak, baik di Partai Demokrat ataupun Partai Republik.
Bahkan, Dennis Kucinich dari Ohio mengatakan, tindakan Obama dapat mendorong munculnya impeachment( pemakzulan). Menghadapi tekanan itu, pemerintahan Obama bergerak cepat dengan menyerahkan komando operasi militer di Libya pada NATO.Penyerahan ini pun mengandung masalah tersendiri. Sebab, tidak ada kesepakatan di dalam NATO untuk cara menjalankan Resolusi Dewan Keamanan PBB. Turki dan Jerman tetap menentang aksi-aksi Prancis dan Inggris di Libya.
Selain itu, sejumlah isu hukum di AS tidak dapat menjawab berbagai pertanyaan politik tentang alasan Paman Sam melakukan intervensi militer di Libya. “Rakyat Libya yang menentang Khadafi harus mengambil kepemimpinan untuk memerangi rezim. Ini tergantung pada pasukan tempur oposisi untuk menuntut keadilan sosial dan perdamaian di Libya, serta menggerakkan pemberontakan massal sehingga revolusi Libya menjadi milik sah rakyat Libya,”tandas Campbell. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar