MANAMA- Ratusan polisi anti huru hara Bahrain mengerahkan tank-tank, kendaraan lapis baja, dan menembakkan gas air mata untuk mengusir demonstran anti pemerintah dari Lapangan Mutiara di Manama kemarin.
Bentrok sengit tak terhindarkan antara aparat keamanan dan demonstran hingga menewaskan sedikitnya tiga pengunjuk rasa dan dua polisi. Pemerintah Bahrain lantas mengumumkan pemberlakuan jam malam mulai pukul 4.00 sore hingga 4.00 pagi di Lapangan Mutiara dan distrik finansial di Manama.
“Polisi ketiga tewas akibat terluka, setelah ditabrak mobil yang dikemudikan seorang demonstran,” ungkap Kementerian Dalam Negeri Bahrain kemarin, seperti dirilis kantor berita AFP. Dua polisi lainnya yang tewas terlebih dulu juga ditabrak mobil yang dikendarai pengunjuk rasa.
Sedangkan anggota parlemen dari kubu oposisi menjelaskan, tiga demonstran tewas saat polisi menembakkan gas air mata dan menembaki kamp pengunjuk rasa di Lapangan Mutiara, beberapa saat setelah fajar kemarin.
Unjuk rasa anti pemerintah itu sebagian besar diikuti oleh mayoritas Muslim Syiah. Ratusan demonstran yang menginap di lapangan itu sebelumnya sudah khawatir polisi akan menyerbu kamp mereka seperti yang terjadi pada 17 Februari silam. Lapangan Mutiara memagn menjadi salah satu lokasi terpanas selama gerakan menggulingkan pemerintahan Sunni di Bahrain.
“Bentrok terbaru terjadi sehari setelah lima ulama Syiah di Bahrain memperingatakan bahwa pembantaian mengerikan diperkirakan terjadi di Lapangan Mutiara terhadap para pengikut Syiah yang secara damai menuntut hak-hak mereka,” papar pernyataan anggota parlemen dari kubu oposisi yang meminta bantuan internasional demi meredakan krisis.
Pasukan pemerintah Bahrain yang frustrasi semakin brutal dalam menghadapi pengunjuk rasa. Serangan juga terjadi di desa Sitra, selatan ibu kota, yang dilakukan kelompok pria bersenjata. “Mereka datang dan melepas tembakan ke arah penduduk, melukai 200 orang. Lebih dari 200 orang lainnya dibawa ke rumah sakit karena menghirup gas air mata,” papar seorang petugas medis di desa mayoritas Syiah tersebut.
“Rumah sakit dikepung oleh geng-geng dan pasukan keamanan bersenjata yang menargetkan warga Syiah, pendukung utama protes anti rezim sebulan terakhir,” ujar petugas medis. Seorang demonstran dan seorang aparat keamanan juga tewas dalam bentrok di wilayah selatan.
Raja Hamad di Bahrain mendeklarasikan keadaan darurat pada Selasa (15/3), sehari setelah pasukan militer dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memasuki negara itu untuk membantu pemerintah mengendalikan demonstran.
Saudi yang merupakan pemerintahan Sunni, menyatakan merespon permintaan bantuan dari Bahrain berdasarkan pakta pertahanan bersama enam negara Dewan Kerjasama Teluk.
Amerika Serikat (AS) memperingatkan negara-negara Teluk menghormati hak asasi rakyat Bahrain, tapi mengatakan bahwa masuknya pasukan asing itu bukan infasi. “Kami serukan agar tenang dan menahan diri pada semua pihak. Kami khususnya khawatir dengan meningkatnya laporan aksi-aksi provokatif dan kekerasan sektarian oleh semua kelompok,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Tommy Vietor.
Bahrain merupakan aliansi dekat AS. Bahrain menjadi lokasi Armada Kelima AS dan menjadi tempat bank-bank serta institusi keuangan internasional. Paman Sam menegaskan, tidak ada solusi militer dalam mengatasi krisis politik di Bahrain. Washington juga menghimbau setiap kekerasan terhadap demonstran harus dihentikan.
Menteri Luar Negeri (menlu) AS Hillary Clinton mengatakan, rakyat Bahrain harus mengambil langkah sekarang menuju resolusi politik untuk mengatasi krisis. “Kami sarankan semua pihak untuk bernegosiasi membahas resolusi politik,” katanya.
Sejumlah pemimpin negara mengecam masuknya pasukan Teluk ke Bahrain. Kelompok pejuang Syiah, Hezbollah, mengkritik intervensi militer asing tersebut. “Intervensi militer dan penggunaan pasukan terhadap gerakan damai tidak akan memberi solusi dan akan memperumit masalah, daripada memberi solusi,” kecamnya.
Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menganggap langkah tersebut pelanggaran dan malapetaka. “Ekspedisi ini sangat melanggar dan pengalaman buruk dan bangsa-bangsa regional akan menganggap pemerintah Amerika bertanggung jawab untuk ini,” katanya, setelah rapat kabinet.
Otoritas Syiah di Irak juga mengecam aksi pemerintah Bahrain terhadap demonstran. “Kami mengecam aksi tidak bertanggung jawab ini. Kami meminta mereka segera menghentikan ketidakadilan terhadap rakyat,” ujar Basheer al-Najafi, satu dari empat otoritas Syiah tertinggi di Irak. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar