WASHINGTON- Dana pemerintah Amerika Serikat (AS) yang diperuntukkan mempromosikan bisnis di Afghanistan telah masuk ke Taliban melalui kontrak transportasi sebesar USD2,16 miliar.
The Washington Post melaporkan hal tersebut kemarin. Berdasarkan hasil satu tahun investigasi yang dipimpin militer, surat kabar itu melaporkan, upaya AS dan Afghanistan untuk mengatasi masalah tersebut berjalan lambat dan dari delapan perusahaan pengangkutan dengan truk, melibatkan dana dari Negeri Paman Sam.
“Selain itu, Pentagon memperpanjang kontrak tersebut untuk enam bulan ke depan pada Maret silam,” tulis Washington Post. “Investigasi menemukan dokumen dan bukti kredibel tentang keterlibatan dalam perusahaan kriminal atau pendukung musuh oleh empat dari delapan kontraktor utama.”
Menurut Washington Post, investigasi pada Mei silam melacak pembayaran USD7,4 juta untuk salah satu dari delapan perusahaan itu yang mengalir ke subkontraktor yang menggunakan subkontraktor lainnya untuk menyediakan truk.
“Subkontraktor truk kemudian membuat deposit ke rekening komandan Kepolisian Nasional Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan melintas bagi konvoi truk suplai pasukan AS,” tulis Washington Post.
Pejabat intelijen kemudian melacak aliran dana USD3,3 juta yang ditarik dalam 27 transaksi dari rekening komandan kepolisian, yang ditransfer ke pemberontak dalam bentuk persenjataan, bahan peledak, dan uang tunai.
“Ini melampaui pemahaman kami,” papar Washington Post, mengutip anggota majelis rendah AS John Tierney.
Menurut Washington Post, Tierney merupakan ketua subkomite DPR AS (House) dari Partai Demokrat yang menuduh militer, secara tidak langsung mendukung untuk membayar pemberontak dan elit korup di Afghanistan untuk memastikan konvoi truk yang membawa suplai militer AS melintasi Afghanistan, dapat bergerak dengan aman.
Investigasi itu juga menyebutkan sejumlah kasus pengambilan keuntungan secara berlebihan, pencucian uang, dan aliran dana untuk para broker kekuasaan, pejabat pemeritnah, dan oknum polisi Afghanistan. Enam dari delapan perusahaan truk itu juga terkait dengan pemalsuan dokumen.
Penyelidikan oleh militer AS juga menyebut beberapa studi kasus di mana dana tersebut mengalir dari Kementerian Keuangan AS melalui jalur labirin subkontraktor dan broker kekuasaan.
Seorang pejabat kementerian pertahanan AS menjelaskan, revisi sistem transportasi secara radikal untuk menggantikan kontrak Truk Negara Tuan Rumah yang berakhir pada September, akan diumumkan dalam beberapa pekan ke depan.
Berdasarkan sejumlah penemuan investigasi kontrak baru akan memperbanyak jumlah perusahaan, dari delapan menjadi sedikitnya 30 perusahaan. Kontrak baru juga mengubah sistem keamanan untuk konvoi-konvoi truk. Kontrak tersebut akan mewajibkan pemberian informasi detail dari seluruh subkontraktor dan supervisi oleh unit-unit militer di lapangan, daripada oleh pejabat di kantor pusat militer.
“Saat ini masih buruk. Tapi nanti akan lebih baik,” papar pejabat Kementerian Pertahanan AS.
Tidak seperti di Irak, di mana militer AS lebih memprioritaskan penggunaan kontraktor asal Amerika untuk menyediakan keamanan, rekonstruksi dan pelatihan, penggunaan kontraktor lokal lebih dominan di Afghanistan.
Selama empat bulan pertama tahun fiskal saat ini, Komando Pusat militer AS melaporkan, 53% dari 87.000 personil kotnrak yang dipekerjakan di Afghanistan merupakan warga lokal.
Badan untuk Pembangunan Internasional dan Departemen Luar Negeri AS telah menandatangani sedikitnya 1.000 kontrak dengan vendor non-AS di Afghanistan pada tahun lalu.
“Pekerjaan yang ditetapkan berdasarkan kebijakan yang disebut Afghanistan Pertama itu merupakan bagian integral strategi kontrapemberontakan oleh pemerintahan Presiden AS Barack Obama. Kebijakan itu menyerukan promosi kemampuan, bisnis, dan infrastruktur Afghanistan,” tulis Washington Post.
Banyaknya penggunaan kontraktor lokal untuk tugas-tugas seperti transportasi, keamanan, dan konstruksi itu didesain untuk memfokuskan pasukan AS untuk pertempuran. Dalam sebagian besar kasus, cara ini jauh lebih murah daripada menggunakan sumberdaya Amerika.
“Tapi penggunakan para vendor lokal di Afghanistan memiliki tantangan khusus,” ungkap laporan dari Badan Akuntabilitas Umum AS (GAO). Tantangan itu ialah besarnya potensi penyalahgunaan dana, korupsi, atau mengalirnya dana ke sejumlah organisasi yang memusuhi pasukan AS. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar