BENGHAZI- Jenderal Abdel Fatah Younes, mantan pejabat senior rezim Muammar Khadafi yang membelot menjadi panglima komando pemberontak, tewas ditembak kelompok bersenjata saat menuju Benghazi.
Kabar tersebut diungkapkan kemarin oleh Dewan Transisi Nasional (NTC). Younes ditembak saat dalam perjalanan ke Benghazi setelah dia dari garis depan untuk mengetahui situasi militer.
“Dengan sedih, saya informasikan pada Anda meninggalnya Abdel Fatah Younes, panglima komando pasukan pemberontak kita,” papar Kepala NTC Mustafa Abdel Jalil, kemarin, saat sejumlah serangan bom NATO kembali mengguncang pusat ibu kota Libya, Tripoli. “Pelaku pembunuhan telah ditangkap.”
Jalil tidak memberi penjelasan lebih rinci tentang dalang serangan tersebut. “Kami mengadakan masa berkabung selama tiga hari untuk menghomati Younes,” ujarnya.
Rumor pun berkembang di Benghazi sejak Kamis (28/7) bahwa Younes yang dikenal sebagai orang nomor dua dalam rezim Khadafi yang membelot hanya beberapa hari setelah revolusi Libya bangkit, ditangkap dan dibunuh oleh pemberontak sendiri. Tapi rumor ini tidak dapat dikonfirmasi.
“Saya minta Anda untuk berhenti memperhatikan berbagai rumor bahwa pasukan Khadafi mencoba masuk ke dalam barisan kita,” kata Abdel Jalil setelah pertemuan tertutup dengan anggota NTC.
Beberapa saat setelah pengumuman tewasnya Younes, dua kendaraan berisi senjata anti-pesawat terbang dan sepuluh pria bersenjata menembaki ke arah udara di hotel Tibesti, tempat pengumuman itu dibuat.
Seorang saksi mata mengatakan, mereka berusaha masuk ke dalam hotel dengan persenjataan mereka, tapi pasukan keamanan menenangkan mereka dan meminta mereka pergi. “Mereka berteriak ‘Kalian membunuhnya,’” teriak kelompok bersenjata itu, menuduh NTC.
Lebih dari tiga ledakan mengguncang pusat Tripoli pada Kamis (28/7), saat televisi Libya melaporkan pesawat-pesawat terbang di atas ibu kota Libya. Televisi Al-Jamahiriya melaporkan bahwa beberapa lokasi warga sipil dibombardir NATO pada Kamis (28/7).
“Pemberontak Libya menguasai dua lokasi dekat perbatasan Tunisia pada Jumat (29/7) sebagai bagian dari serangan pra-Ramadan yang bertujuan menggulingkan Khadafi,” papar seorang koresponden AFP.
Lokasi pertama yang dikuasai ilaha kota Al-Ghazaya, 12 kilometer dari perbatasan Tunisia, dan lokasi kedua yakni kota Umm Al-Far yang dihuni ratusan warga dan terletak 10 kilometer dari perbatasan Tunisia.
Serangan di Al-Ghazaya dimulai pada pukul 8.00 pagi waktu setempat untuk mengusir pasukan Khadafi. Sejumlah amunisi ditemukan disimpan di sebuah sekolah dan gedung-gedung publik lainnya di kota tersebut.
Pemberontak kemudian bergerak menuju Umm Al-Far dan membombardirnya, meledakkan sisa amunisi. Dusun kecil itu dapat mereka kuasai pada pukul 5.00 sore dan para pemberontak yang sebagian besar jalan kaki, bergerak ke jalanan untuk mengamankan desa itu dalam satu setengah jam berikutnya.
Selama ini Al-Ghazaya digunakan sebagai basis pasukan Khadafi untuk menembakkan roket ke pasukan pemberontak di kota Nalut. Setelah Al-Ghazaya dikuasai pemberontak, pemimpin Libya menegaskan bahwa dia siap berkorban untuk memastikan kemenangan dalam perang sipil.
Serangan dini hari dari perbukitan sekitar merupakan bagian aksi ofensif pemberontak yang bertujuan melumpuhkan Tripoli dan menggulingkan Khadafi. Serangan awal dimulai pada Rabu (27/7), seperti diungkapkan sumber militer pada koresponden AFP di Zintan, wilayah Nalut, barat Libya.
Sebelum pemberontak menuju kota itu, seorang koresponden AFP melihat puluhan kendaraan militer ditarik mundur saat menghadapi tembakan artileri pemberontak dari perbukitan di sekitar Al-Ghazaya. Perbukitan Nafusa itu merupakan lokasi pertempuran sengit antara pasukan Khadafi dan pemberontak. Dua pihak sudah bertempur secara seimbang selama lima bulan, setelah gerakan pemberontakan yang menyulut perang sipil.
Khadafi menegaskan, dia siap berkorban untuk mengalahkan pemberontak setelah dia diperingatkan bahwa batas waktu baginya untuk mundur dan berada di Libya sudah habis. “Kami tidak takut. Kami akan mengalahkan mereka,” tegas Khadafi dalam pesan suara, merujuk pada aliansi NATO dan pemberontak. “Kami akan membayar harganya dengan nyawa kami, perempuan kami dan anak-anak kami. Kami siap mengorbankan diri kami sendiri untuk mengalahkan musuh.” (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar