Reformasi pemilu menjadi harapan rakyat
Malaysia. Namun pemerintah dinilai tidak cukup bertindak untuk memastikan
pemilu berjalan jujur dan adil.
“Selama pemilu sebelumnya, ada banyak komplain
tentang jual beli suara, khususnya di wilayah yang jauh seperti Sabah dan
Sarawak,” ujar Ong Kian Ming, pengamat politik dan dosen di University College
Sedaya International, Kuala Lumpur, pada laman Business Live.
Menurut Ong Kian Ming, ada juga banyak protes
tentang pemilih hantu. “Kita harus membersihkan daftar pemilih untuk mengakhiri
masalah pemilih hantu,” tuturnya.
Saat menghadapi berbagai tekanan untuk
reformasi pemilu, Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak dengan enteng
menyatakan koalisi Barisan Nasional (BN) tidak ingin mempertahankan kekuasaan
melalui cara-cara tidak jujur. Dia pun berjanji memperbaiki sistem pemilu. BN
telah berkuasa di Malaysia selama 55 tahun sejak negara itu mendapat
kemerdekaan dari Inggris pada 1957.
“Kami tidak ingin dipilih atas dasar
kecurangan dalam bentuk apapun. Kami ingin rakyat menunjukkan dukungan mereka
dengan cara yang bersih dan adil,” kata Najib yang menggantikan Abdullah Ahmad
Badawi setelah BN hampir dikalahkan oleh koalisi oposisi Pakatan Rakyat pada
pemilu 2008.
Setelah ribuan orang berunjuk rasa di jalanan
pada Juli lalu, sembilan anggota Komite Pemilihan Parlemen dibentuk. Sejauh ini
komite itu telah membuat 33 rekomendasi pada Komisi Pemilu. Komisi telah
mengadopsi beberapa usulan, termasuk menandai pemilih dengan tinta yang tidak
dapat dihapus untuk mencegah pemilih memberikan suara lebih dari satu kali.
Pada Kamis (26/4), komisi pemilu mengadopsi
enam usulan lagi, termasuk mendahulukan pemungutan suara bagi personil militer
dan kepolisian, mengijinkan pemilih yang cacat untuk ditemani saat memberikan
suara oleh seorang teman yang dipercayainya dan tidak hanya oleh anggota
keluarga, serta mengijinkan warga Malaysia di luar negeri untuk mengikuti
pemilu dengan mengirimkan surat suara melalui pos.
Ketua Komisi Pemilu Abdul Aziz Yusof
menyatakan pihaknya sedang mempelajari rekomendasi lainnya. “Beberapa
rekomendasi itu memerlukan amandemen terhadap undang-undang yang ada saat ini,
dan rekomendasi lainnya melebihi kewenangan komisi untuk melaksanakannya,”
ungkapnya.
Para pengamat dan pengkritik menganggap
reformasi pemilu yang dijalankan pemerintah masih belum cukup. Karena itulah
aktivis menyerukan unjuk rasa lagi hari ini di berbagai kota di berbagai
negara.
Toh Kin Woon, pemimpin Koalisi untuk Pemilu
Jujur dan Adil menyatakan beberapa masalah utama tidak diselesaikan oleh
pemerintah. “Kami ingin Komisi Pemilu membersihkan daftar pemilih sebelum
menggelar pemilu. Daftar pemilu merupakan masalah yang terus ada sejak dulu.
Ada pemilih yang didaftar dua kali. Ada juga nama-nama pemilih yang dihapus
tanpa memberi tahu pemilih itu,” paparnya.
Menanggapi kritik itu, Abdul Aziz menyatakan
bahwa Komisi Pemilu telah melakukan yang terbaik untuk terus memperbarui daftar
pemilih. Namun dia mengakui bahwa penghapusan nama pemilih memerlukan waktu
lama berdasarkan undang-undang yang ada saat ini.
“Di Malaysia, kami memiliki sekibat 12,7 juta
hingga 12,8 juta orang dalam daftar pemilih. Kita mengirim semua daftar itu
pada Departemen Registrasi Nasional untuk memeriksa dan memastikan bahwa daftar
pemilih itu bersih,” ujar Abdul Aziz.
Ong Kian Ming menegaskan, ada lebih dari
400.000 nama yang meragukan dalam daftar pemilih. Riset yang dilakukannya
menemukan sedikitnya 938 alamat yang didaftarkan untuk masing-masing orang dari
51 hingga 100 pemilih. Ada juga 324 alamat yang ditulis untuk masing-masing
orang dari lebih 100 pemilih terdaftar. Selain itu juga ada beberapa pemilih
yang memiliki nama dan tanggal lahir yang sama.
Menurut Ong, kesalahan dalam daftar pemilih
saat ini dapat menghasilkan hingga 35 kursi di parlemen federal, dari total 222
kursi. Padahal selisih kemenangan kurang dari 2.000 suara pada pemilu lalu. “35
kursi itu cukup untuk menentukan siapa yang mengontrol parlemen,” tegasnya pada
kantor berita DPA.
Jual beli suara juga menjadi masalah besar
dalam pemilu mendatang. Ong memperingatkan, untuk mengatasi masalah ini, rakyat
harus benar-benar terdidik tentang pentingnya suara mereka.
Tidak hanya itu, Ong yang memimpin Proyek
Analisis Daftar Pemilih Malaysia (MERAP) melaporkan bahwa ada 59.000
warganegara asing yang terdaftar sebagai pemilih di Malaysia. Menurutnya, ada celah
dalam rincian pendaftaran mereka dan ini meningkatkan kecurigaan tentang status
mereka sebagai pemilih.
“Jika Anda keturunan Malaysia yang lahir di
luar negeri, Anda akan memiliki kode ‘71’ dalam kartu identitas Anda. Jika Anda
tidak memiliki tanda ‘71’, itu berarti Anda keturunan asing yang lahir di
Malaysia,” kata Ong.
Ong menekankan, ada 59.000 pemilih yang
mencurigakan karena nomor kartu identitas mereka tidak mencantumkan kode “71”
tapi mereka terlalu tua untuk lahir di Malaysia. Sebanyak 59.000 pemilih dengan
status mencurigakan itu merupakan bagian dari 65.455 warga asing dalam daftar
pemilih. “Pemilih itu lahir sebelum 1980-an tapi mereka tidak memiliki nomor
kartu identitas lama,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa 65.455 warga asing dalam
daftar pemilih itu termasuk keturunan dari warga Filipina, Indonesia,
Afghanistan, Spanyol, Malta, dan Slovakia.
Menurut Ong, berbagai kondisi itu membuat
peluang oposisi untuk memenangkan pemilu menjadi semakin kecil. “Dengan sistem
sekarang, meski terjadi distorsi, meski tidak jujur, oposisi masih punya
peluang, tapi peluang ini telah berkurang,” tuturnya. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar