Krisis pangan di Korut bukan isapan jempol semata.Ratusan ribu rakyat
negeri komunis itu diyakini tewas akibat kelaparan pada 1990-an. Setelah
kunjungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Korut pada November,
lembaga internasional itu memperkirakan ada tiga juta rakyat di negara
itu yang memerlukan bantuan pangan pada 2012.
Karena itu,meskipun
Pemerintah AS menegaskan tidak akan mengirimkan 240.000 metrik ton
bantuan pangan ke Korut berdasarkan kesepakatan 29 Februari, sejumlah
lembaga kemanusiaan tetap akan menyuplai bantuan pangan. Mercy Corps
menyatakan hendak mengirimkan bantuan untuk lebih dari dua juta anakanak
dan puluhan ribu wanita hamil di Korut. Mercy Corps merupakan satu dari
lima lembaga nonpemerintah yang akan mengirimkan bantuan ke negara
komunis tersebut.
David Austin, direktur program Mercy Corps
untuk Korut, menjelaskan,rakyat AS selama beberapa generasi telah
mengirimkan makanan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa
mempertimbangkan masalah politik atau keberpihakan politik yang ada.
“Merupakan perubahan untuk menggunakan makanan sebagai alat kebijakan
dan ini salah satu yang kami sangat khawatirkan. Kami pikir ini
membingungkan karena mengalihkan fokus dari rakyat yang membutuhkan dan
orang yang dapat kita selamatkan,” ungkap Austin,dikutip AFP.
Austin
mengunjungi Korut pada Maret dan telah berbicara pada pengelola
penampungan yatim piatu yang menjelaskan bahwa anak-anak di sana hanya
menerima 60% rasio normal makanan harian dan tidak mendapatkan protein
apa pun selama dua bulan. Dia menjelaskan, anakanak panti asuhan
tersebut makan protein terakhir mereka Januari silam yakni telur.“Itu
menunjukkan pada kita bahwa mereka tidak mendapatkan nutrisi yang cukup,
tapi juga dalam hal rasio.Mereka hanya mendapatkan sekitar 60% dari
yang dibutuhkan seorang anak, ”katanya.
Austin mengungkapkan
bahwa krisis pangan sudah sangat parah di Korut. “Satu generasi
mengalami masalah perkembangan fisik karena malnutrisi yang
kronis,”katanya. Sejak 2007 Austin telah berkunjung ke Korut sebanyak
tujuh kali. Selama kunjungannya, dia telah melihat langsung kondisi
anak-anak di puluhan tempat penampungan yatim piatu, rumah sakit, dan
lebih dari 19 rumah pribadi.
Dia sangat menyesalkan sikap AS
yang hendak menghentikan bantuan pangan karena peluncuran roket yang
gagal tersebut. “Makanan itu tidak akan terasa enak, tapi akan
menyelamatkan banyak nyawa.Tidak ada yang mampu membantu 2,4 juta orang
di negara itu selain makanan,”tutur Austin. Dia berupaya tidak
mengkritik kebijakan AS menghentikan bantuan pangan ke Korut.
“Kita
tahu di sana ada kebutuhan dan kita tahu kita dapat memenuhi kebutuhan
itu. Sebagai organisasi kemanusiaan, kami katakan di sana ada peluang
untuk melakukan itu.Saya tidak ingin menyalahkan. Tapi, saya katakan
bahwa di sana ada peluang untuk menciptakan hubungan positif dan
konstruktif dengan sekelompok orang yang digambarkan Gedung Putih
sebagai tidak bersalah dan kelaparan, dan kita dapat melakukan itu,”
ungkap Austin.
Menurut Austin, bantuan makanan melalui Mercy
Corps akan dikirimkan ke Korut dalam tas-tas yang bergambar bendera AS
dan sebuah pesan “hadiah gratis dari rakyat Amerika.” “Ini satu-satunya
peluang yang kita miliki untuk menciptakan hubungan antara rakyat Korut
dan rakyat AS. Koneksi untuk menyelamatkan nyawa anak-anak itu merupakan
jalan yang luar biasa untuk dilakukan,” tutur Austin.
Uni Eropa
(UE) tahun lalu mengumumkan bantuan senilai USD13 juta untuk membantu
mengatasi kelaparan di Korut dan Program Pangan Dunia (WFP) di negara
komunis itu.Namun,Austin menjelaskan, sejumlah wilayah di Korut tidak
mendapatkan bantuan apa pun karena dana bantuan memang sangat kurang.
Rencana pangan untuk Korut yang dicanangkan pemerintahan Presiden AS
Barack Obama dianggap tidak populer bagi banyak anggota parlemen dari
Partai Republik,lawan politik pemerintah.
Republikan menuding
bantuan pangan itu akan jatuh ke rezim Korut. Anggota parlemen dari
Partai Republik, Ed Royce, mendorong larangan bantuan pangan AS untuk
Korut. Menurutnya, bantuan itu akan digunakan rezim untuk program
persenjataan. Setelah itu Royce menyerukan kebijakan baru untuk Korut
yang di dalamnya termasuk masalah hak asasi manusia dan membawa
informasi dari luar ke negara yang terisolasi tersebut.
Meski di
dalam negerinya mengalami kelaparan, pada Maret 2009 rezim Korut
mengusir keluar sejumlah kelompok bantuan AS yang sesuai kesepakatan
akan membawa 20.000 metrik ton pangan. Krisis kelaparan di Korut juga
dapat dilihat dari ketidakseimbangan pengalokasian anggaran untuk
kepentingan rakyat sipil dan militer. Beberapa pengamat mengatakan,
Korut menghabiskan seperempat anggarannya untuk militer.
Marcus
Noland, dari Peterson Institute for International Economics,Washington,
menjelaskan, saat ini kondisi ekonomi Korut ditandai dengan makroekonomi
yang tidak stabil, meluasnya kesenjangan, dan meningkatnya korupsi.
Sejumlah
pengamat mengatakan, pendapatan per kapita Korut saat ini lebih rendah
dibandingkan 20 tahun silam, salah satunya akibat reformasi mata uang
pada November 2009. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar