CHICAGO- Pengadilan banding federal kemarin menyetujui gugatan sipil oleh Donald Vance dan Nathan Ertell terhadap mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Donald Rumsfeld. Kedua orang itu mengaku disiksa saat ditahan oleh militer AS di Irak.
Panel tiga hakim membenarkan keputusan hakim pengadilan yang lebih rendah yang menolak mosi Departemen Kehakiman untuk menolak gugatan yang diajukan dua warga AS terhadap Rumsfeld pada 2006 itu.
Vance dan Ertell dalam gugatannya menyatakan, mereka melaporkan pada FBI bahwa mereka menuduh perusahaan keamanan Irak milik swasta tempat mereka bekerja, Shield Group Security, membayar seorang sheikh asal Irak untuk mendapatkan kontrak-kontrak pemerintah.
Tapi saat perusahaan keamanan itu mulai mencurigai loyalitas kedua orang itu, keduanya dibawa ke penjara oleh militer AS dan ditahan terisolasi di Kamp Cropper, tempat mereka menjadi sasaran kekerasan, dicabut hak tidurnya dan mengalami tekanan ekstrim dengan suara dan cahaya. Kemudian mereka dilepaskan tanpa dakwaan apapun, Ertell setelah enam pekan ditahan dan Vance setelah tiga bulan ditahan.
“Jika tuduhan penggugat benar, dua warga sipil AS itu berupaya melakukan tindakan yang benar dengan menjadi whistle-blower (peniup peluit) untuk pemerintahan AS, tapi menemukan diri mereka ditahan di penjara dan disiksa oleh pemerintah mereka sendiri,” tulis Hakim David Hamilton dalam keputusannya, seperti dikutip AFP. “Tuduhan mereka, misalnya, kepala mereka ditutup kain dan ditabrakkan ke tembok sementara lampu yang terang disorotkan pada mereka, dengan handuk diletakkan di atas kepala mereka pada setiap sesi interogasi.”
Hakim juga menyimpulkan bahwa penggugan memiliki cukup tuduhan bahwa Rumsfeld bertindak dengan sengaja dalam mengesahkan teknik-teknik interogasi yang berupa penyiksaan.
Menurut hakim, gugatan itu, jika benar, cukup untuk mendakwa bahwa Rumsfeld tidak hanya secara pribadi bertanggung jawab dalam menciptakan berbagai kebijakan yang mengarah pada perlakuan terhadap keduanya, tapi dia gagal untuk bertindak menghentikan penyiksaan itu meski mengetahui berbagai laporan tentang penyiksaan para tahanan.
Perang Irak yang dicetuskan mantan Presiden AS George W Bush memang menyisakan banyak masalah hingga sekarang. Pemerintah AS banyak menahan anggota rezim Saddam Hussein dan proses pemeriksaan terhadap mereka tidak dilakukan secara transparan.
Selain itu, kondisi hak asasi manusia (HAM) Irak masih labil menurut laporan yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (8/8). “Situasi HAM di penjuru Irak masih labil saat negara secara lambat mengalami transisi dari konflik ke negara pasca konflik, yang menghadapi tantangan pembangunan yang berat,” papapr Laporan HAM di Irak 2010.
“Meluasnya kemiskinan, stagnansi ekonomi, kurangnya peluang, kerusakan lingkungan, dan tidak adanya layanan mendapas, mengakibatkan pelanggaran HAM yang mempengaruhi berbagai sektor masyarakat,” papar laporan dari Komisi HAM PBB untuk Misi Asisten PBB di Irak itu juga menyebutkan pemilu parlemen Maret 2010 yang tanpa hasil. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar