BANGKOK- Yingluck Shinawatra kemarin dikonfirmasi parlemen sebagai Perdana Menteri (PM) perempuan pertama di Thailand. Dia mendapat tantangan berat untuk menciptakan stabilitas setelah lima tahun kekacauan politik.
Yingluck, adik kandung mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra, tampak tenang dan percaya diri setelah dia menang voting parlemen untuk menjadi PM dengan dukungan 296 anggota majelis rendah dari total 500 anggota. PM Thailand ke-28 itu diperkirakan mendapat pengesahan dari kerajaan dalam beberapa hari mendatang untuk peresmian posisinya.
“Saya senang mulai bekerja. Rakyat akan menilai apakah kerja saya memuaskan mereka dan memenuhi harapan mereka atau tidak,” papar Yingluch setelah voting, kemarin, seperti dikutip AFP.
Partai Puea Thai yang dipimpin Yingluck dan mitra koalisinya mendapatkan tiga per lima suara mayoritas parlemen setelah menang telak dalam pemilihan umum 3 Juli silam, mengalahkan kubu Partai Demokrat yang saat itu berkuasa.
Perempuan berusia 44 tahun itu masih mengejutkan para pengamat politik karena gaya kampanye dan caranya mengonsolidasikan dominasi di parlemen dengan membentuk koalisi enam partai yang berjumlah 300 kursi di parlemen.
Yingluck yang menurut Thaksin ialah “kloning-nya”, kemarin, menolak anggapan bahwa saudara kandungnya mengontrol partainya dari jauh. Saat ditanya apakah dia berkomunikasi dengan Thaksin, dia menjawab, “Tidak, saya tidak bicara dengan siapa pun.”
Thailand mengalami periode kekacauan sejak Thaksin digulingkan dari kekuasaan melalui kudeta militer pada 2006. Padahal saat itu Thaksin merupakan satu-satunya PM yang memiliki sejarah menang dua kali pemilu berturut-turut.
Kelompok Kaus Merah yang selama ini merupakan pendukung Thaksin, berkumpul di luar gedung parlemen sebelum voting kemarin dimulai. Mereka menggunakan topi bergambar wajah Yingluck.
Yingluck diperkirakan mendapat tekanan dari kelompok warga miskin dan kelas pekerja, yang selama ini mendukung Thaksin karena kebijakan populis saat pemerintahannya pada 2001-2006. Gerakan Kaus Merah yang memiliki sejumlah perwakilan di partai Yingluck, diperkirakan akan diadili dalam kasus kerusuhan saat unjuk rasa pada April dan Mei silam yang berakhir dengan serangan militer dan lebih dari 90 orang tewas.
Pengamat yakin, ujian utama bagi pendatang baru di pentas politik itu ialah apakah Yingluck dapat bertahan memegang kekuasaan di negara yang pemimpinnya sering berganti atau dikude. Thailand mengalami 18 kali rencana dan aksi kudeta sejak menjadi kerajaan konstitusional pada 1932, dan hanya satu PM yang memerintah satu periode penuh selama empat tahun, yakni Thaksin.
“Kami masih berada di tengah konflik yang sangat besar di negara dengan ide-ide yang sangat berbeda tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dan apa yang harus dilakukan pemerintah,” papar pengamat politik Thailand Chris Baker.
Baker menjelaskan, kekuatan mayoritas di parlemen akan memberi ruang bernafas bagi Yingluck. Tapi PM yang baru itu harus mempertimbangkan apakah harus mengambil kebijakan populis yang beresiko inflasi atau tidak. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar