KAIRO- Mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak kemarin menghadapi pengadilan atas dakwaan pembunuhan dan korupsi. Dia dan dua putranya menyatakan pembelaan tidak bersalah atas semua dakwaan tersebut.
Mubarak menjadi mantan penguasa Arab pertama yang dibawa ke ruang pengadilan. Ini merupakan momen bersejarah bagi kawasan itu karena para pemimpin Arab jarang dibawa ke pengadilan. Ini pertama kalinya Mubarak tampil di depan publik sejak dia digulingkan dari kekuasaan melalui revolusi pada 11 Februari silam.
Mubarak, 83, diterbangkan ke Kairo dari tempat dia ditahan di rumah sakit di resort Sharm el-Sheikh, Laut Merah. Dia yang masih berbaring di atas kasur rumah sakit, dimasukkan dalam sebuah kerangkeng di ruang pengadilan. Kondisi itu mengherankan banyak orang yang melihat proses pengadilan.
Proses pengadilan diawali dengan pembacaan dakwaan terhadap Mubarak dan kedua putranya.
“Ya, saya di sini,” papar Mubarak, sambil mengangkat tangannya saat hakim meminta dia mengidentifikasi diri dan mengajukan pembelaan diri. “Semua dakwaan itu, saya menyangkal seluruhnya,” tegas Mubarak dari balik kerangkengnya, seperti dikutip AFP.
Mubarak yang didakwa membunuh demonstran terancam penjara 15 tahun atau hukuman mati. Sedangkan untuk dakwaan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengumpulkan kekayaan, Mubarak terancam hukuman penjara 5 hingga 15 tahun.
Putra kandungnya, Alaa dan Gamal juga menyatakan pembelaan tidak bersalah dalam kasus pembunuhan demonstran anti-pemerintah. Alaa dan Gamal Mubarak yang didakwa melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengumpulkan kekayaan, terancam hukuman 5 hingga 15 tahun.
Awalnya, tim pengacara Mubarak menyatakan bahwa mereka perlu mengkaji dokumen bukti-bukti setebal 4.000 halaman. Ada spekulasi bahwa kasus ini akan ditunda, meski hakim menyatakan berjanji pengadilan akan berjalan cepat.
Di ruangan pengadilan, Mubarak yang mengenakan pakaian putih tampak tampak pucat wajahnya. Dia terlihat di antara kawat besi di dalam sebuah kerangkeng di ruang pengadilan yang dibuat di Akademi Polisi Kairo. Kedua putra Mubarak berdiri di sampingnya. Mubarak sesekali tampak berbicara dengan putra kandungnya, Alaa dan Gamal. Kedua putranya tampak bergantian menghalangi kamera yang berusaha mengambil gambar wajah ayahnya.
Awalnya pengadilan hendak digelar di sebuah gedung pusat konvensi Kairo, tapi otoritas memindah lokasi ke ruang pengadilan sementara di dalam Akademi Polisi Kairo, atas alasan keamanan.
Mantan Menteri Dalam Negeri Mesir Habib al-Adly dan enam wakilnya juga dihadirkan di pengadilan itu dalam kasus yang sama. Pengadilan digelar di ruang auditorium yang dilengkapi satu kerangkeng hitam untuk menahan para terdakwa, termasuk Adly yang ditugasi Mubarak untuk meredam demonstran. Adly dan enam pembantunya, yang didakwa berkonspirasi untuk membunuh demonstran, terancam hukuman penjara 15 tahun atau hukuman mati.
Pengusaha Hussein Salem yang memiliki kedekatan dengan Mubarak, juga diadili secara in absentia. Salem yang diadili dalam kasus korupsi, terancam hukuman penjara 5 hingga 15 tahun.Mereka semua didakwa mencuri uang negara jutaan dolar dan memerintahkan pembunuhan terhadap demonstran anti rezim pada 25 Januari.
Bentrok antara pendukung dan penentang Mubarak sempat terjadi di luar gedung pengadilan. Kedua pihak saling lempar batu, hingga aparat keamanan melerai keduanya. “Pagar kawat berduri dipasang di luar Akademi Polisi dan lebih dari sepuluh truk mengangkut polisi antihuru hara untuk mengamankan pintu masuk,” papar seorang wartawan AFP.
Lebih dari 1.000 polisi dan tentara mengamankan kompleks pengadilan. Sekitar 600 pengacara dan jurnalis turut mengamati jalannya pengadilan itu. Jutaan orang lainnya menonton pengadilan melalui layar televisi. Keluarga korban tewas saat gelombang demonstrasi melanda Mesir, turut melihat langsung proses pengadilan melalui layar lebar di luar gedung Akademi Polisi.
Bentrok yang terjadi di luar gedung pengadilan membuat Hakim Ahmed Refaat yang memimpin Pengadilan Kriminal Kairo, memerintahkan istirahat sebentar hingga suasana kembali tenang. “Warga Mesir harus tenang untuk memastikan bahwa pengadilan dapat berjalan lancar dengan rahmat Tuhan,” kata Refaat yang dianggap sebagai tokoh independen saat rezim Mubarak.
“Pengadilan Mubarak dan dua putranya ditunda hingga 15 Agustus. Mubarak akan tetap berada di sebuah rumah sakit di Kairo hingga saat itu,” ujar Refaat. “Sedangkan pengadilan terhadap mantan menteri dalam negeri Habib al-Adly dan enam wakilnya akan digelar lagi pada Kamis (4/8).”
Mubarak berada dalam tahanan di sebuah rumah sakit di Sharm el-Sheikh, selama beberapa bulan terakhir. Dia dirawat untuk kondisi jantungnya yang lemah. Selama beberapa pekan terakhir, tim dokter nyatakan Mubarak menolak meninggalkan tempat tidurnya di rumah sakit. Tapi Kementerian Kehakiman Mesir pekan lalu memutuskan bahwa Mubarak harus diadili di Kairo.
Pengacaranya, Farid al-Deeb, berargumen bahwa kliennya terlalu sakit untuk menghadapi pengadilan sehingga Mubarak tidak dapat dikenai sanksi atas tuduhan kebrutalan aparat yang menewaskan 850 orang demonstran. Deeb mengklaim Mubarak menderita kanker dan mengalami koma bulan lalu. Keterangan ini disangkal pihak rumah sakit.
Salah seorang dokter yang menangani Mubarak mengatakan, kondisi mantan Presiden itu stabil tapi mengalami depresi berat dan lemah karena menolak makanan selama beberapa hari.
Tapi tampaknya militer Mesir yang memegang kekuasaan setelah Mubarak mundur, hendak membuktikan bahwa mereka tidak segan mengadili mantan presiden itu. Pengadilan ini merupakan serangkaian proses hukum terhadap beberapa petinggi rezim Mubarak. Beberapa menteri sudah divonis penjara dalam kasus korupsi, termasuk Adly yang divonis 12 tahun penjara dalam kasus suap.
Mubarak merupakan pemimpin Arab kedua yang terguling akibat gelombang revolusi yang melanda Timur Tengah dan Afrika Utara. Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang melarikan diri keluar dari negaranya pada Januari, telah mendapat dua dakwaan dan divonis in absentia untuk kepemilikan persenjataan, narkotika, artefak arkeologi dan penyalahgunaan dana publik.
Kelompok hak asasi internasional mendesak agar pengadilan digelar secara adil dan transparan. “Pengadilan ini menjadi peluang sejarah bagi Mesir untuk menahan mantan pemimpin dan lingkaran dalamnya atas berbagai kejahatan selama pemerintahan mereka,” papar Malcolm Smart, direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Semua orang masih terkejut saat pengadilan dimulai karena memang sangat langka ada mantan pemimpin Mesir atau Timur Tengah yang dibawa ke meja hijau. “Ada momen keterkejutan dan hening dari orang-orang yang berkumpul di luar gedung pengadilan, saat mereka melihat tayangan pengadilan dari layar raksasa,” papar koresponden BBC di Kairo Jon Leyne.
“Saya senang melihat mereka dalam satu kerangkeng. Saya merasa jiwa putra saya akhirnya dapat beristirahat dan darahkan akan dingin,” ujar Saeeda Hassan Abdul Raouf, ibu seorang demonstran yang tewas dalam unjuk rasa. Raouf menyaksikan proses pengadilan itu di luar gedung.
Kejatuhan Mubarak dari puncak kekuasaan terjadi setelah demonstran menduduki Lapangan Tahrir selama beberapa pekan. Setelah Mubarak terguling, mereka kembali ke Tahrir untuk mendesak dewan militer yang memegang kekuasaan, mempercepat pengadilan terhadap Mubarak dan kroni-kroninya.
Awal pekan ini, polisi dan tentara membersihkan demonstran dari Lapangan Tahrir. Demonstran diharapkan tidak lagi memenuhi Lapangan Tahrir setelah menyaksikan pengadilan Mubarak kemarin.
Vonis pengadilan terhadap Mubarak dan kroni-kroninya tidak akan diputuskan dalam waktu dekat karena pengacara para terdakwa masih akan melakukan pembelaan dalam sesi pengadilan selanjutnya. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar