BEIJING- Kapal induk pertama China kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan uji laut untuk mengetes kemampuannya.
Kantor berita Xinhua melaporkan hal tersebut kemarin. Kapal sepanjang 300 meter itu berlabuh di Dalian pada Minggu pagi (14/8), setelah lima hari uji coba yang menimbulkan kekhawatiran internasional atas kemampuan angkatan laut China.
Para pekerja di dok menyambut kedatangan kapal induk itu dengan menyalakan kembang api. Kapal itu akan terus melakukan uji coba selanjutnya dalam beberapa tahap.
“Uji coba di laut dilakukan oleh kapal induk dengan melakukan perjalanan perlahan,” papar laporan Xinhua yang menjadi corong pemerintah China, seperti dikutip AFP.
Kapal induk itu melakukan uji coba di laut saat ketegangan meningkat di Laut China Selatan, memperebutkan wilayah kepulauan Spratly dan Paracel. Daerah sengketa itu diduga kaya dengan sumber daya minyak dan gas.
Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) merupakan militer aktif terbesar di dunia dengan program pertahanan yang sangat dirahasiakan. Mereka mendapat keuntungan dari pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu yang sangat pesat.
Awal tahun ini, China mengumumkan anggaran belanja militer akan naik 12,7% menjadi USD91,7 miliar pada 2011. Pada Januari, China mengumumkan sedang mengembangkan jet tempur siluman pertama. Mereka juga mengembangkan rudal anti-balistik yang mampu menembus pertahanan kapal-kapal perang Amerika Serikat (AS) yang terkuat.
Jepang juga menyatakan kekhawatirannya tentang besarnya anggaran militer China. Sedangkan Kementerian Luar Negeri AS pekan lalu menyatakan pihaknya mendesak Beijing untuk menjelaskan mengapa China memerlukan kapal induk. “Ini bagian perhatian besar kami bahwa China tidak setransparan negara lain. Mereka tidak setransparan AS tentang kemampuan militernya, tentang anggaran militernya,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Victoria Nuland.
Beijing menyatakan bahwa kapal induk itu bukan ancaman bagi negara lain dan akan digunakan sebagian besar untuk pelatihan dan riset. Tapi portal berita yang dikelola Kementerian Pertahanan China menyatakan, kapal induk itu harus dapat mengatasi perselisihan teritorial.
Sementara itu, The New York Times (NYT) melaporkan bahwa Pakistan membiarkan insinyur China memeriksa bangkai helikopter siluman AS yang memiliki teknologi sangat rahasia. Helikopter itu mengalami kecelakaan saat pasukan khusus AS, Navy Seal, menyerbu kompleks kediaman Pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden di Pakistan.
Mengutip sumber anonim, NYT menulis, badan intelijen AS menyimpulkan bahwa tampaknya para insinyur China atas undangan mata-mata Pakistan, mengambil foto-foto detail bagian ekor helikopter Black Hawk yang dilengkapi dengan teknologi canggih untuk menghindari deteksi radar. The Financial Times juga menulis laporan serupa.
Hubungan antara Pakistan dan AS berada di titik terendah akibat operasi militer AS yang membunuh Osama di dekat kompleks akademi militer Pakistan. Selain itu, kedua negara berselisih tentang penahanan seorang kontraktor CIA oleh Pakistan.
Navy Seals AS berupaya menghancurkan helikopter itu setelah mengalami kecelakaan di kompleks kediaman Osama pada 2 Mei. Tapi bagian ekor helikopter itu masih tersisa.
Pejabat keamanan Pakistan menyangkal laporan media dan menekankan, bangkai helikopter itu telah diserahkan pada pejabat AS beberapa saat setelah penyerbuan berlangsung. “Itu hanya spekulasi. Itu semua salah. Bangkai helikopter itu telah diserahkan kembali. Tidak ada bagian helikopter yang tersisa di Pakistan,” papar sumber tersebut.
Pejabat AS menyatakan bahwa mereka tidak memiliki bukti kuat bahwa insinyur China mengunjungi kota Abbottabad tempat Osama tewas. Mereka juga mengatakan, pejabat Pakistan menyangkal menunjukkan teknologi canggih di helikopter itu pada negara asing mana pun.
Laporan itu dibuat berdasarkan percakapan di mana pejabat Pakistan mengatakan mengundang insinyur China ke lokasi kecelakaan helikopter AS. Seorang sumber mengatakan pada NYT bahwa para insinyur China dapat mengambil foto helikopter dan berjalan di sekitar bangkai helikopter.
Reaksi dari China atas tuduhan itu skeptis. “Kami ragu tentang laporan ini. Hal semacam itu tidak akan pernah terjadi,” papar juru bicara Kementerian Pertahanan China pada AFP kemarin. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar