KUALA LUMPUR- Pemerintah Malaysia akan mengenalkan undang-undang (UU) baru di parlemen tahun depan untuk menggantikan UU Keamanan Internal (ISA). UU baru itu termasuk UU anti-teror dan UU ketertiban publik.
Pengumuman itu diungkapkan Nazri Aziz, menteri hukum de facto di Malaysia, kemarin. Dalam pengumuman mengejutkan, Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak menyatakan pemerintahannya akan mencabut ISA yang sudah berusia 51 tahun. ISA mengijinkan penahanan tanpa pengadilan dalam jangka waktu tidak terbatas. ISA dianggap sebagai penghalang utama hak asasi demokrasi di negara tersebut.
Namun Nazri kemarin menjelaskan, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk mencabut ISA pada pertemuan parlemen Oktober dan draf UU yang baru akan diajukan selama pertemuan parlemen selanjutnya pada Maret tahun depan.
“Kita tidak dapat mencabut ISA pada Oktober karena kita harus memastikan bahwa mereka yang ditahan berdasarkan berbagai UU dan merekay ang harus tetap di dalam tahanan, masih dipenjara,” papar Nazri, seperti dikutip AFP. “Kami kami tidak dapat begitu saja menghapus ISA dalam semalam tanpa mempertimbangkan keamanan nasional.”
Menurut Nazri, UU yang baru akan mengikuti model UU anti-terorisme yang digunakan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia. Para penentang ISA menyatakan harapannya terhadap komentar Najib agar wewenang penahanan akan dialihkan pada polisi, dengan periode yang lebih pendek daripada sebelumnya, dan hanya dapat diperpanjang dengan perintah pengadilan.
Persetujuan pengadilan awalnya tidak diperlukan untuk penahanan seseorang berdasarkan ISA. Namun Nazri menolak kekhawatiran bahwa UU baru hanya akan menjadi kemasan baru dari ISA.
“Najib sudah mengambil langkah berani dengan mencabut ISA sehingga oposisi harus menunggu dan melihat apa yang terjadi di parlemen sebelum membuat pernyataan tidak berdasar tersebut,” kata Nazri.
Najib yang berkuasa sejak 2009 berjanji mengkaji ulang ISA dan pada Kamis (15/9) mengumumkan pernyataan untuk mencabut ISA yang tampaknya berupaya untuk mendorong peluangnya terpilih lagi dalam pemilu 2013. Apalagi saat ini oposisi semakin mendapat banyak dukungan dalam beberapa tahun terakhir.
Sejumlah pihak berharap bahwa UU yang baru akan lebih menghormati hak asasi manusia. “Ini merupakan langkah penting bagi HAM di negara mayoritas Muslim,” papar Amnesty International.
Sedangkan Komisi HAM Malaysia memuji langkah Najib sebagai keputusan bersejarah dan berani. Namun sejumlah pihak masih mengikat kerasnya tindakan pemerintah dalam melumpuhkan unjuk rasa pada Juli silam yang menuntut reformasi pemilu.
Tokoh oposisi Malaysia Anwar Ibrahim menulis di Twitter, “Saya menyambut pencabutan ISA yang sudah lama diperjuangkan rakyat dan ditentang pemerintah. Namun kita harus waspada apakah UU baru akan benar-benar menjadi jaminan kebebasan atau hanya menggantikan UU yang ada sekarang.”
Anwar merupakan mantan deputi PM Malaysia dan di masa lalu pernah ditahan berdasarkan ISA dan diadili untuk kasus sodomi. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar