SYDNEY - Partai Buruh Australia kemarin menggelar voting untuk mencabut larangan ekspor uranium ke India. Keputusan ini akan mendorong proses kesepakatan nuklir bilateral dan penyelesaian isu yang mengakibatkan ketegangan diplomatik kedua negara.
Pencabutan yang diusulkan Perdana Menteri (PM) Australia Julia Gillard itu disetujui delegasi konferensi kebijakan nasional Partai buruh dengan 206 suara mendukung dan 185 suara menolak.Sebelum voting dilakukan, pihak yang pro dan kontra berdebat sengit untuk mempertahankan pendapatnya. Gillard berpendapat, tidak ada alasan rasional atau intelektual untuk menjual uranium ke China dan tidak ke India yang merupakan negara demokrasi terbesar di dunia.
Selama ini Australia hanya mengekspor uranium ke China,Jepang,Taiwan, dan Amerika Serikat (AS), tapi tidak ke India karena New Delhi tidak menandatangani Traktat Non-Proliferesi Nuklir yang sebelumnya disyaratkan oleh Partai Buruh. “Mari lihat faktanya di sini, penolakan kita untuk menjual uranium ke India tidak membuat India untuk memutuskan mereka tidak memiliki persenjataan nuklir,” ujar Gillard pada konferensi Buruh kemarin, dikutip AFP.
“Kita dapat menghormati traktat itu, kita dapat mengubah pendapat kita, kita bisa dengan dukungan se-bagian besar suara, untuk menjual uranium ke India jika kita menginginkannya dan,delegasi, saya yakin kita dapat membuat pilihan itu.” PM Australia menegaskan, “Kita harus mengambil satu keputusan yang sesuai dengan kepentingan bangsa kita,keputusan untuk menguatkan kemitraan strategis kita dengan India di abad Asia sekarang.
” Gillard mendapat, dukungan banyak pihak termasuk Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith yang mengatakan India tidak hanya secara sukarela diawasi oleh regulator nuklir sipil,tapi juga menjadi kekuatan yang sedang bangkit. Peter Garrett, mantan anggota grup band rock Midnight Oil dan menjadi pengampanye anti-nuklir, merupakan salah satu pihak yang menentang pencabutan larangan tersebut.
Menurutnya, pencabutan itu akan mengirimkan pesan yang membingungkan bagi komunitas global tentang komitmen Australia terhadap Traktat Non-Proliferasi Nuklir.Garrett yang kini menjadi Menteri Pendidikan Australia, mendapat tepuk tangan meriah atas pernyataannya. Meskipun Australia tidak memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), negara itu merupakan produsen uranium terbesar ketiga di dunia setelah Kazakhstan dan Kanada.
Australia mengekspor 9.600 ton oxide concentrate per tahun yang senilai USD1,1 miliar. Australia juga memiliki cadangan uranium terbesar di dunia, mencakup 23% dari total cadangan dunia,menurut Asosiasi Nuklir Dunia (WNA). India merupakan ekonomi terbesar ketiga di Asia. New Delhi sejak lama memprotes kebijakan larangan itu kepada Pemerintah Australia dan menginginkan akses lebih besar untuk uranium demi memenuhi target ambisius energi nuklir.
India berencana membangun 30 PLTN dalam 20 tahun mendatang. Langkah Australia mengizinkan penjualan uranium ke New Delhi menyusul kesepakatan Washington mendukung program nuklir sipil di India yang ditandatangani pada 2008. Industri uranium Australia menyambut perubahan kebijakan tersebut.
Menurut mereka, kebijakan ini dapat mendorong lebih banyak investasi India dalam berbagai proyek pertambangan Australia.“Perusahaan- perusahaan China, Jepang, dan Rusia berusaha mendapatkan peluang ini dan kami berharap perusahaanperusahaan India akan melakukan hal yang sama,” papar kepala eksekutif Asosiasi Uranium Australia Michael Angwin kepada Reuters.
Menurut Angwin,India berpotensi membeli hingga 2.500 ton uranium Australia per tahun pada 2030 meskipun penjualan pertama masih harus menunggu beberapa tahun lagi karena membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menegosiasikan kesepakatan keamanan nuklir. Sebelum menjual uranium pada satu negara, Australia menegosiasikan kesepakatan keamanan nuklir dengan negara konsumen. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar