Korea Utara (Korut) mungkin memiliki bom atom.
Tapi mereka tidak memiliki cara yang tepat untuk menempatkan bom nuklir itu di
sebuah rudal yang dapat menyerang musuh-musuh yang lokasinya jauh, seperti Amerika
Serikat (AS).
Itulah mengapa pengumuman Korut bahwa
negaranya akan meluncurkan sebuah satelit dengan roket jarak jauh pada bulan
depan, menarik banyak perhatian. Pengumuman itu ibarat membunyikan alarm bahaya
di kawasan Asia, terutama bagi Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.
Washington mengatakan, Korut menggunakan
peluncuran ini sebagai dalih untuk uji coba sistem rudal untuk persenjataan
nuklir yang dapat menjangkau Alaska dan lebih jauh lagi.
Meskipun Korut tidak masuk dalam agenda resmi
Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir di ibu kota Korsel pekan depan, namun
tampaknya rencana peluncuran roket ini menjadi isu utama saat Presiden AS
Barack Obama dan pemimpin dunia lainnya hadir di Seoul.
Apalagi Korut telah menghabiskan beberapa
dekade untuk menyempurnakan roket jarak jauhnya. Peluncuran roket akan
dilakukan sekitar 15 April, bertepatan dengan hari kelahiran pendiri Korut Kim
Il Sung. Peluncuran roket ini akan menjadi yang keempat sejak 1998, saat
Pyongyang mengirim roket jarak jauh melintasi wilayah Jepang.
Uji coba roket pada 2006 dianggap gagal, tapi
Korut berhasil menarik perhatian setelah uji coba peledakan nuklir pertama.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) kemudian melarang Korut
melakukan semua bentuk uji coba rudal balistik atau nuklir.
Peluncuran roket ketiga Korut dilakukan pada
2009. Peluncuran itu dianggap sukses sebagian, dengan dua dari tiga tahap,
mengirim roket hingga di atas Pasifik. “Saat memasuki tahap ketiga, roket itu
gagal. Meski demikian, Korut mengklaim berhasil melakukan uji coba roket
tersebut dan tidak ada satu satelit pun yang ditempatkan di orbit,” papar
pernyataan Komando Pertahanan Antariksa Amerika Utara AS (USNAADC).
Uji coba roket pada 2009 itu dikecam DK PBB.
Namun Pyongyang memprotes DK PBB karena mengangGap uji coba teknoogi satelit
itu untuk tujuan damai. Negara komunis itu lantas keluar dari negosiasi enam
pihak untuk pelucuran nuklir. Beberapa pekan kemudian, Korut melakukan uji coba
nuklir kedua.
Korut kembali dituduh berulah pada 2010. Seoul
menuduh Pyongyang menewaskan 50 pelaut Korsel setelah Korut menembakkan torpedo
ke kapal perang Cheonan milik Korsel. Korut menyangkal tuduhan tersebut.
Para pakar dan pemerintah di negara-negara
tetangga kembali khawatir dengan peluncuran roket Korut bulan depan. Media
pemerintah Korut melaporkan roket Unha-3 akan membawa sebuah satelit ke orbit.
Unha-3 merupakan versi terbaru roket Unha-2 yang digunakan pada uji coba 2009.
Unha-2 mencerminkan pencapaian penting
teknologi rudal yang dikuasai Korut. Menurut pakar rudal David Wright dan
Theodore Postol, Unha-2 sudah lebih canggih dibandingkan roket-roket yang
sebelumnya dimiliki Korut. “Roket itu memiliki panjang 30 meter dan mungkin
didesain menggunakan sejumlah komponen rudal Uni Soviet,” papar Wright dan
Postol.
Tim Brown, pengamat dari GlobalSecurity.org
menjelaskan, lokasi peluncuran roket bulan depan akan dilakukan di pantai barat
Korut. Dugaan ini berdasarkan citra satelit GeoEye dan Google Earth. Lokasi
Tongchang-ri berjarak 56 kilometer dari kota Dandong, China, sepanjang Sungai
Yalu dari Korut.
Posisi peluncuran hanya 70 kilometer dari
kompleks nuklir Korut terbesar di Yongbyon, dan memiliki jalan dan fasilitas
yang lebih baik. Menurut Wright, dengan posisi peluncuran di sana, roket itu
memiliki jalur penerbangan condong ke selatan sehingga akan terbang di atas
negara-negara lain.
Roket jenis baru itu diperkirakan memiliki
mesin dan pendorong yang lebih baik. “Bahkan mungkin roket ini bisa berhasil
membawa sebuah satelit ke antariksa jika membawanya,” tutur Sohn Young-hwan,
pakar roket Korsel yang memimpin Institute of Technology and Management
Analysis di Seoul.
Korut mungkin telah mengisi tahap ketiga roket
dengan lebih banyak bahan bakar sehingga meningkatkan kemampuannya. Perbaikan
semacam itu akan membuat roket tersebut memiliki jangkauan lebih jauh.
Teknologi itu pun telah digunakan untuk membuat roket balistik jarak jauh.
Pyongyang menjelaskan bahwa peluncuran itu
bertujuan untuk berkontribusi terhadap kerja sama dan kepercayaan internasional
di bidang riset sains antariksa. “Namun karena rudal balistik dan roket dalam
peluncuran satelit memiliki bentuk, mesin, lokasi peluncuran, dan proses
pengembangan yang sama, maka negara-negara lain mengaitkannya dengan uji coba rudal,”
papar Mark Fitzpatrick, pengamat di International Institute for Strategic
Studies.
Setelah setengah abad penelitian, Korut diduga
telah memiliki persenjataan nuklir dalam jumlah kecil. Sejauh ini Pyongyang
hanya bisa mengirimkan bom nuklir dengan kapal, dengan mobil, atau dengan
pesawat terbang, tidak dengan rudal.
Meski demikian banyak pengamat mengatakan,
meskipun Korut memiliki plutonium yang cukup untuk empat hingga delapan bom
nuklir sederhana seperti yang dijatuhkan AS di Nagasaki pada 1945, namun
Pyongyang tampaknya belum memiliki kemampuan membuat bom nuklir berukuran cukup
kecil untuk dipasang di sebuah rudal.
Pembuatan hulu ledak nuklir mini memerlukan
lebih banyak uji coba. Pengamat memperingatkan, jika Korut melanggar moratorium
uji coba nuklir, maka Pyongyang mungkin akan melakukan uji coba desain hulu
ledak mini.
Sejumlah negara dan pakar nuklir khawatir
bahwa peluncuran roket bulan depan akan diikuti serangkaian even seperti pada
2009. Apalagi dengan gagalnya diplomasi, uji coba nuklir selanjutnya dan
peningkatan ketegangan di Semenanjung Korea, berada di ambang pintu.
AS telah memperingatkan bahwa peluncuran roket
itu akan merusak kesepakatan diplomatik yang dibuat bulan depan. Saat itu AS
sepakat mengirimkan bantuan pangan ke Korut dengan imbalan moratorium uji coba
nuklir dan rudal, serta penghentian aktivitas di fasilitas nuklir Yongbyon.
Gedung Putih akan mendesak China agar bersedia
menekan Korut yang menjadi aliansinya. Presiden AS Barack Obama diperkirakan
akan membawa masalah peluncuran roket ini dalam pertemuan dengan Presiden China
Hu Jintao dalam konferensi keamanan nuklir di Seoul. Selain itu juga
diperkirakan ada pertemuan antara AS dan aliansinya di Asia, Jepang dan Korsel.
Jepang dan Korsel yang merupakan negara
tetangga terdekat Korut sudah bersiap-siap dengan menguatkan sistem
pertahanannya. Jepang sudah siapkan sistem pertahanan rudal untuk menembak
jatuh roket Korut jika mengancam negaranya.
“Saya telah memerintahkan aparat untuk bersiap
mengerahkan kapal-kapal perang Aegis dan PAC-3. Kami telah berbicara dengan
sejumlah pemerintah lokal terkait tentang pengerahan itu,” papar Menteri
Pertahanan Jepang Naoki Tanaka kemarin, dikutip AFP. PAC-3 merupakan rudal dari
darat ke udara, sedangkan kapal perang Aegis memiliki kemampuan menghancurkan
rudal.
Pencegat rudal dari darat ke udara akan
dikerahkan di gugus pulau Okinawa, Jepang selatan. Semua perintah untuk
menembak jatuh roket Korut harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari
Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihiko Noda. Pejabat Jepang mengungkapkan,
proyektil roket mungkin melintas di atas Okinawa.
Dalam surat yang dikirimkan Korut pada
Organisasi Maritim Internasional (IMO), Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pyongyang
menjelaskan bahwa bagian pertama roket itu akan jatuh di perairan internasional
antara China dan Korsel. Bagian kedua diperkirakan jatuh 190 kilometer timur
Filipina bagian utara. Filipina pun meminta bantuan AS untuk memonitor roket
tersebut karena ada bagian roket itu yang diperkirakan jatuh di negara
kepulauan tersebut.
“Tentu saja kami perlu bantuan AS untuk
memonitor jalur roket itu karena kami tidak memiliki kemampuan untuk itu. Tapi
dengan aliansi kami, kami akan memiliki informasi yang diperlukan. Kita harus
tahu detailnya sehingga kami tahu bagaimana menginformasikan dan memperingatkan
rakyat kami siapa yang akan berada dalam jalur roket,” papar Menteri Pertahanan
Filipina Voltaire Gazmin.
Sementara, Korsel hendak membuat kesepakatan
baru dengan AS untuk memperpanjang jangkauan rudal balistiknya agar dapat
menghadapi ancaman serangan dari Korut. AS dan Korsel segera menyepakati revisi
kesepakatan 2001 yang membatasi jangkauan rudal Korsel sejauh 300 kilometer.
“Rudal dengan jangkauan 300 kilometer hanya
dapat menjangkau wilayah terdepan Korut sehingga ada keterbatasan kemampuan
serangan kami,” kata Presiden Korsel Lee Myung-Bak dalam wawancara dengan
harian Dong-A Ilbo.
Dengan adanya berbagai kekhawatiran itu, jelas,
peluncuran roket ini seakan menertawakan kesepakatan nuklir AS-Korut. “Anda
menggunakan teknologi yang sama di roket jarak jauh dan rudal jarak jauh.
Perbedaannya hanya pada apa yang Anda letakkan di ujungnya,” tutur Hecker. (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar