SINGAPURA – Kejadian ini berulang kali terjadi di sebagian besar bandara
utama Asia Tenggara. Pesawat berputarputar di atas bandara sebelum
mendarat, atau terpaksa berhenti beroperasi lantaran antre di landasan.
Selain itu,antrean penumpang
mengular di bagian imigrasi, pos pemeriksaan keamanan, dan tempat
pengambilan bagasi. Kondisi yang semakin buruk tersebut tampak di
bandara- bandara ibu kota, seperti Jakarta,Kuala Lumpur, Bangkok, dan
Manila, dalam beberapa tahun terakhir. Memburuknya kondisi dan pelayanan
bandara-bandara tersebut akibat infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan
penerbangan yang kian meningkat di kawasan ini tidak memadai.
“Anda
dapat membeli sebanyak mungkin pesawat,tapi jika infrastruktur tidak
menunjang, Anda akan melihat penurunan layanan yang mungkin mencegah
Anda melaksanakan berbagai rencana untuk mengembangkan maskapai,” papar
Andrew Herdman, direktur jenderal Association of Asia Pacific Airlines,
seperti dikutip Reuters,kemarin.
Bandara Soekarno-Hatta,
misalnya, kini melayani 51 juta penumpang per tahun, lebih dari dua kali
lipat kapasitasnya saat dibangun pada pertengahan1980-
an.Bandarainiterkenal buruk karena pesawat-pesawat harus berada di
bandara selama hampir satu jam sebelum kembali lepas landas.
Pesawat-pesawat di bandara ini juga harus berputarputar di atas bandara
sebelum mendapat tempat untuk mendarat di landasan.
Satu jam
penerbangan antara Singapura dan Jakarta dapat molor hingga dua jam atau
lebih karena landasan yang padat. Ratusan bankir dan eksekutif yang
sering terbang dari Jakarta ke Singapura pada Senin pagi harus
meninggalkan rumah di saat pagi buta demi mendapat penerbangan pukul
6.00 pagi. Sering pula mereka harus terjebak kemacetan lalu lintas di
jalan tol menuju bandara.
Sumber dari maskapai mengatakan, para
penumpang tidak ragu untuk menelepon mereka atau bahkan chief executive
melalui telepon seluler mereka untuk meminta pesawat menunggu. “Ini
masalah umum. Kita tidak dapat pernah memenuhi permintaan ini kecuali
mereka presiden atau wakil presiden Indonesia.Tapi,beberapa pelanggan
dapat menjadi kasar dan berteriak pada kami,”tutur sumber tersebut pada
Reuters.
Adapun, Bandara Suvarnabhumi di Bangkok saat ini sering
harus membuat penumpang antre dua jam di bagian imigrasi dan kapasitas
pelayanannya terus berkurang sejak dibuka enam tahun silam. Hal ini
membuat Pemerintah Thailand mendorong maskapai bertarif rendah untuk
pindah ke Don Muang Airport, sehingga dapat mengurangi kepadatan di
Suvarnabhumi.
Di Bandara Kuala Lumpur, penumpang pun dapat
menunggu berjam-jam. Setelah lepas dari antrean imigrasi yang panjangnya
minimal 50 orang, penumpang harus berjalan menuju pesawat di lorong
sepanjang ratusan meter. Maskapai bertarif murah (low- cost
carriers/LCC) dan rute-rute mereka di Asia Tenggara dalam 10 tahun
terakhir pun semakin banyak. Pengamat melihat pertumbuhan ke depan
karena kurangnya alternatif lain dan kuatnya pertumbuhan ekonomi.
“Sepuluh
tahun silam bandara di kawasan ini mungkin tidak memperkirakan bahwa
permintaan LCC dapat menguat seperti hari ini,” tutur Chin Yau Seng, CEO
Tiger Airways, maskapai yang berpusat di Singapura. Kondisi semacam ini
mempersulit sejumlah maskapai untuk mempertahankan kinerja yang tepat
waktu dan menghemat bahan bakar karena pesawat harus menunggu untuk
lepas landas atau mendarat.
“Jika masalah ini bertahan lebih
lama, maskapai-maskapai ini akan mengenakan tambahan biaya ini pada
pelanggan. Jika konsumen tidak dapat menerima tambahan biaya ini, maka
maskapai mana pun harus memutuskan keputusan investasi dan pengeluaran
mereka,” ungkap Edward Sirait, direktur umum Lion Air.
Lion saat
ini memesan 230 Boeing 737 senilai USD22,4 miliar, mencatatkan rekor
untuk kesepakatan pesawat komersial terbesar di dunia yang dilakukan
oleh AirAsia saat menandatangani kesepakatan pembelian 200AirbusA320neo
senilai USD18 miliar.
Berlomba
dengan Waktu
Sejumlah bandara di Asia Tenggara diperluas
tapi beberapa pengamat industri mengatakan, upaya itu tidak cukup untuk
memenuhi kapasitas dan permintaan. Shukor Yusof, analis dari Standard
& Poor’s mengatakan, Indonesia dan Filipina merupakan negara yang
terlambat dalam mengembangkan fasilitas untuk maskapai, sementara
Singapura dan Malaysia berupaya mendahului.
“Indonesia kurang
memiliki infrastruktur untuk memenuhi meningkatnya kapasitas sesuai
pertumbuhan maskapai domestik dan penambahan pesawat baru,” katanya.
Bandara Changi Singapura berencana membangun terminal keempat untuk
meningkatkan kapasitas total hingga 82 juta penumpang per tahun, dari
saat ini 73 juta penumpang. Terminal baru itu akan selesai pada 2017.
Di
Bandara Soekarno-Hatta, pembenahan besar-besaran sedang dilakukan.
Bandara ini membuka terminal ketiga tahun lalu untuk meningkatkan
kapasitas hingga 62 juta penumpang per tahun pada 2014, naik dari 51
juta penumpang saat ini. Soekarno-Hatta juga merencanakan landasan
ketiga dan terminal keempat yang dapat meningkatkan tiga kali lipat
kapasitasnya. Namun, rencana itu terhalang oleh masalah akuisisi lahan.
Sementara, para penumpang harus melakukan yang terbaik.
“Pekerjaan
Anda sebagai penumpang yang terbang dari Jakarta ialah serumit
pilot.Anda perlu memeriksa kondisi cuaca dan peringatan perjalanan,”
kata salah satu eksekutif di bank investasi Eropa pada Reuters. ●
syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar