NEW YORK-Suriah memasang ranjau darat dekat perbatasannya dengan Lebanon
dan Turki, sepanjang rute yang digunakan pengungsi untuk menyelamatkan
diri dari kekerasan.
Human Rights Watch (HRW)
mengungkapkan tuduhan tersebut dalam laporan yang dirilis
kemarin.Kelompok yang berbasis di New York itu menyatakan memiliki bukti
dari sejumlah saksi dan penjinak ranjau. “Suriah harus segera
menghentikan memasang ranjau-ranjau darat.Persenjataan militer yang
tidak bisa membeda-bedakan korbannya itu akan membunuh dan melukai warga
sipil selama bertahun-tahun ke depan,” ungkap HRW dikutip BBC. Menurut
seorang mantan penjinak ranjau militer Suriah, dia dan teman-temannya
telah menjinakkan 300 ranjau dari wilayah Hasanieih pada awal Maret.
Daerah
itu merupakan rute yang digunakan pengungsi untuk menuju Turki. Seorang
bocah berusia 15 tahun kehilangan satu kakinya akibat menginjak ranjau
setelah berupaya menolong temannya yang terluka akibat pertempuran di
Baba Amr, Homs. Saat itu mereka berupaya melintasi perbatasan menuju
Lebanon.“ Saya kurang dari 50-60 meter dari perbatasan saat ranjau
meledak. Teman saya tewas,”kata bocah tersebut. Direktur Divisi
Persenjataan HRW mengecam penggunaan ranjau darat. “Setiap penggunaan
ranjau darat anti-personel tidak dapat dibenarkan. Tidak ada justifikasi
atas penggunaan persenjataan itu oleh negara mana pun,di mana pun, dan
untuk tujuan apa pun,” ujarnya.
Suriah tidak menandatangani
Traktat Ottawa 1997 yang melarang produksi, penggunaan, dan penyimpanan
ranjau anti-personil. Traktat Ottawa telah didukung oleh 159 negara.
Damaskus tidak mengomentari tuduhan HRW tersebut. Menurut HRW, jumlah
dan asal cadangan ranjau darat Suriah tidak diketahui dengan jelas.
Tapi,HRW menduga ranjau itu mirip buatan Rusia,beberapa di era Uni
Soviet,seperti ranjau anti-personel PMN-2 dan ranjau anti-kendaraan
TMN-46. Laporan bahwa tentara Suriah meletakkan ranjau-ranjau darat
pertama kali muncul pada November silam, saat pejabat pemerintah
mengatakan pada satu kantor berita, “Suriah telah melakukan banyak
langkah untuk mengontrol perbatasan, termasuk menanam ranjau-ranjau.
”
Sementara, utusan Liga Arab dan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) Kofi
Annan bertemu oposisi Suriah di Turki di penghujung misi perdamaiannya.
PBB menyatakan lebih dari 8.000 orang tewas sejak demo anti-pemerintah
Suriah setahun silam. Annan kemarin menggelar perundingan di hari kedua
di Turki. Dia bertemu sejumlah anggota oposisi Dewan Nasional Suriah
(SNC).Tapi, sedikit orang yang yakin bahwa Annan mampu meyakinkan
oposisi untuk bernegosiasi dengan pemerintah di Damaskus. Anggota SNC
Mohammed Bassam Imadi mengatakan pada BBC bahwa waktu untuk diplomasi
telah habis dan sekarang hanya ada solusi untuk aksi internasional,
seperti di Bosnia dan Kosovo.“Sejak awal tidak ada ruang untuk
diplomasi.
Sejak hari pertama,rezim ini mulai membunuhi orang.
Mereka tidak menggunakan peluru karet, pemukul atau lainnya, mereka
langsung menggunakan peluru tajam,” tuturnya. Setelah bertemu Perdana
Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara, Annan mengakui bahwa
proses diplomatik akan memerlukan waktu. Annan menganggap situasi di
Suriah sangat kompleks. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar