Kini ada pertanyaan besar saat pemilu presiden
(pilpres) putaran akhir di Prancis hari ini. Siapa yang akan terpilih untuk
memimpin negeri itu lima tahun mendatang? Yang pasti, siapa pun yang akan
terpilih, akan menghadapi teka-teki bagaimana cara melakukan reformasi untuk
menghadapi tantangan ekonomi abad 21.
Nicolas Sarkozy dari kubu Konservatif memiliki
energi hebat saat terpilih pada pilpres 2007. Namun popularitasnya mulai luntur
setelah melonggarkan aturan 35 jam kerja per pekan dan menambah usia pensiunan
dari usia 60 tahun menjadi 62 tahun. Kebijakan terbarunya ialah mengurangi
biaya tenaga kerja dengan memotong asuransi sosial yang dikenakan pada gaji dan
menaikkan pajak nilai tambah pada sejumlah barang dan jasa.
Di tengah kemerosotan popularitasnya, kini
Sarkozy menghadapi lawan berat, Francois Hollande yang menjadi kandidat
unggulan untuk melengserkannya dari kursi nomor satu di negeri itu. Hollande
menegaskan bahwa dia akan mencabut berbagai kebijakan Sarkozy dan terkesan
menolak mencoba kebijakan reformasi ekonomi yang diusulkan banyak ekonom dan Uni
Eropa.
“Apakah semua orang benar-benar yakin bahwa
liberalisme, privatisasi, deregulasi yang membawa kita menuju ke tempat di mana
kita berada sekarang dalam krisis finansial, akan membantu kita keluar dari
krisis ini?” ujar Hollande pekan lalu saat ditanya apakah dia akan melakukan
langkah-langkah yang diterapkan di Spanyol dan Italia.
Hollande menegaskan, “Saya yakin saat ini
bahwa cara kita dapat menciptakan pertumbuhan ialah melalui teknologi baru,
melalui pendidikan tinggi dan sumber energi baru.”
Saat ditanya tentang proposal panel 2008 yang
dipimpin ekonom Jacques Attali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Prancis,
Hollande menolak usulan tersebut. Attali menyarankan pemerintah menerapkan peraturan
baru untuk sejumlah profesi seperti perusahaan taksi dan farmasi untuk
mendorong kompetisi, atau mengijinkan toko-toko tetap buka setiap hari Minggu.
Terlalu
Nyaman?
Kebenaran yang ada ialah sebagian besar rakyat
Prancis terlalu nyaman dengan kondisi sekarang, meskipun ada 10% pengangguran,
ekonomi yang stagnan dan utang nasional yang mendekati 90% anggaran
pengeluaran. Rakyat Prancis dinilai terlalu nyaman untuk perubahan radikal
terhadap cara hidupnya.
Meskipun saat ini di Prancis ada peringatan
tentang deindustrialisasi dan penurunan ekonomi relatif selama kampanye pemilu,
khususnya jika dibandingkan dengan negara tetangga, Jerman, ternyata publik
tidak terlalu khawatir.
Ini karena Prancis telah kebal dari tekanan
pasar saham yang memaksa Yunani, Irlandia, dan Portugal melakukan bailout dan Italia
serta Spanyol melakukan langkah besar reformasi struktural.
Ada momen singkat saat badan perangkingan
Standard & Poor menghapus rangking kredit –A dari Paris, untuk pertama kali
pada Januari. Paris tetap meminjam dengan tingkat terendah sepanjang sejarah
sebesar 3,1% untuk saham berjangka 10 tahun, karena para investor tidak hanya
menganggap nasib ekonomi Prancis terkait dengan Jerman, tapi juga karena Paris
memiliki catatan yang solid untuk meningkatkan pendapatan.
Janji
Reformasi
Beberapa penasehat ekonomi Hollande menyatakan
bahwa kandidat Sosialis itu akan lebih reformis saat menjadi presiden. “Partai
Sosialis menawarkan posisi lebih kuat bagi serikat buruh di perusahaan dan
lebih konsultatif dala pemerintahan untuk melakukan reformasi sistem pensiun
dan menerima pengurangan pengeluaran publik yang diperlukan,” papar para
penasehat ekonomi Hollande.
Harapan utama Hollande ialah CFDT, konfederasi
serikat buruh terbesar kedua di Prancis yang sejak lama mengidamkan reformasi
untuk masalah pemogokan kerja. Namun CFDT dibayangi oleh CGT, serikat buruh
dari kubu Komunis serta sejumlah serikat buruh yang lebih radikal. Kondisi
serikat buruh di Prancis memang terpecah dan saling berkonfrontasi.
Sarkozy pernah berupaya menegosiasikan
reformasi pensiun dengan berbagai serikat buruh yang ada, namun upaya itu
kandas karena dia justru melawan para pengunjuk rasa. Dia menghabiskan banyak
kampanye untuk melawan serikat buruh, terutama CGT. Sarkozy bahkan menyebut CGT
sebagai lembaga penengah yang mendistorsi keinginan rakyat Prancis.
Jika Sarkozy terpilih lagi, Prancis akan
menyaksikan gelombang unjuk rasa serikat buruh yang menentang rencana
pemerintah untuk memaksakan pelatihan lagi bagi warga yang menganggur untuk
mendapat lowongan kerja pertama yang ada. Puluhan ribu aktivis yang mendukung
kubu Komunis juga memperingatkan akan menentang presiden manapun yang mencoba mencabut
hak-hak sosial mereka.
Teori politik “Nixon to China” menunjukkan
bahwa Hollande mungkin memiliki peluang lebih baik melakukan reformasi negara
kesejahteraan dan pasar buruh, dibandingkan Sarkozy, karena Hollande tidak
banyak digugat serikat buruh yang militan.
Selain itu, beberapa penasehat ekonomi Holande
mengatakan, antara 1997 dan 2002, Sosialis Lionel Jospin membuka lebih banyak
perusahaan negara pada modal swasta dibandingkan Perdana Menteri (PM) konservatif
manapun.
Hollande mengatakan, dia akan segera
meluncurkan negosiasi Eropa untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi jika
terpilih pada pilpres hari ini. Dia juga menegaskan akan menyerukan audit
segera keuangan publik.
Hal itu dapat memberinya pelindung politik
untuk melakukan pemotongan anggaran publik karena buruknya kondisi fiskal dan
ekonomi. Selain itu, Hollande juga sepakat mendorong reformasi struktural untuk
berkompromi dengan Jerman sesuai pakta pertumbuhan Eropa.
Dari
Lembek Jadi Hebat
Pada pemilu presiden (pilpres) Prancis 2007,
Francois Hollande merupakan pria gemuk yang memainkan peran pinggiran setelah
Segolene Royal, kandidat presiden dari Partai Sosialis saat itu dan ibu bagi empat
anaknya.
Sekarang, Hollande merupakan kandidat presiden
dari Partai Sosialis dan berada di tepi kemenangannya. Sosoknya semakin nampak
sebagai negarawan, dengan lingkar pinggang yang seimbang, kerutan kening, dan janji-janji
meyakinkan. Bahkan dia berhasil dengan gemilang melalui debat sengit pekan ini
melawan Nicolas Sarkozy, presiden Prancis.
Meski dalam beberapa hari terakhir jajak
pendapat menunjukkan Hollande unggul, namun dia tetap harus mengalahkan Sarkozy
dalam pemilu presiden (pilpres) putaran akhir hari ini. Namun dari perkembangan
yang ada, Hollande diyakini akan membuat perubahan yang luar biasa untuk
jabatan kursi nomor satu di Prancis.
Dalam foto pawai kampanye yang sempurna di
depan matahari terbit di Prancis selatan, Hollande dengan yakin mendeklarasikan
diri bahwa dia siap memimpin negeri itu.
Ini jelas merupakan kata-kata ambisius bagi
seorang pria yang kadang disebut selunak strawberry oleh teman-temannya
Sosialis. Beberapa pihak menyebutnya manisan yang putih dan empuk (marshmallow).
Bahkan pertunjukan boneka satir, Les Guignols de l'Info, menyamakan dia seperti
kue puding.
Sebagai pemimpin Partai Sosialis sejak 1997
hingga 2008, dia sering kali muncul sebagai corong untuk tokoh-tokoh partai
yang lebih terkenal. Partai itu pun hampir saja terpecah belah saat berada
dalam kepemimpinannya.
Saat Partai Sosialis menuju pemilu 2007, Royal
lebih populer daripada Hollande. Salah satu jajak pendapat menunjukkan Royal
mendapat 42% dukungan, sedangkan Hollande hanya 12%. Hollande bahkan diejek
dengan sebutan “Tuan Royal” salam kampanye kandidat Sosialis saat itu.
Namun seiring perjalanan waktu selama
pemerintahan Sarkozy, Hollande semakin menunjukkan pengaruhnya sebagai
penantang potensial. Namun Sosialis justru memiliki kandidat lain untuk
nominasi partai, yakni mantan Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique
Strauss-Kahn. Setelah karir politik Strauss-Kahn hancur akibat skandal seksual,
Hollande mulain terlihat sebagai kandidat yang lebih baik dan semakin baik.
Hollande dikabarkan mengurangi makan burger
dan merampingkan perutnya yang buncit. Dia mulai memperluas pergaulan dan
memilih teman-temannya. Dia bahkan menanggalkan kaca matanya.
Dia mennajikan menjadi presiden yang normal,
di tengah kekhawatiran publik tentang masa depan. Hingga puncaknya pada debat
televisi melawan Sarkozy, Hollande tampak sangat percaya diri dengan berbagia
argumennya.
“Tidak seorang pun benar-benar mengenal
Francois Hollande. Tak seorang pun benar-benar menduga kekuatan yang dapat dia
miliki. Dan kita telah membuktikannya,” tutur penulis biografi Hollande, Serge
Raffy.
Dalam kampanye terakhir Hollande pada Kamis
(3/5), pensiunan Daniel Troupeau sepakat, “Francois Hollande terlahir untuk
ini. Dia sangat agresif, tapi dia tahu cara memberikan jawaban balik. Dia
memiliki karakter seorang presiden hebat.” (syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar