KAIRO – Tragedi berdarah di Kota Port Said semakin meletupkan amarah
rakyat Mesir terhadap Dewan Militer.
Ribuan warga kemarin turun ke
jalan, mengecam militer yang dianggap tidak mampu mengurus negeri itu
pascatergulingnya Presiden Hosni Mubarak. Demonstrasi kembali
berujung pada kericuhan. Seorang demonstran dan seorang personel
militer dilaporkan tewas di Kairo, sementara dua tewas ditembak dalam
bentrok melawan polisi di Suez.Dengan demikian, empat nyawa melayang
usai kerusuhan antara pendukung klub sepak bola Al Masry dan Al Ahly
yang menewaskan 74 orang, Rabu (1/2) malam waktu setempat.
Lebih
dari 30 orang terluka dalam bentrok di Suez.“Polisi menembakkan gas
air mata untuk membubarkan ratusan demonstran sebelum akhirnya
melepas peluru tajam,” ungkap saksi mata saat menjelaskan kejadian di
Suez,pada kantor berita AFP. Seorang dokter di ruang jenazah
menyatakan,“Kami menerima dua jasad demonstran yang tewas ditembak di
Suez.” Seorang saksi mata mengatakan, “Demonstran berusaha menerobos
masuk kantor polisi Suez dan polisi menembakkan peluru tajam.” Namun,
sumber keamanan Mesir membantah aparatnya melepas tembakan pada
demonstran.
Menurut sumber itu, ratusan orang menyerang kantor
pusat keamanan lokal di Suez. Sejak Kamis (2/2) hingga kemarin
ribuan orang berunjuk rasa di Kairo.Mereka berkumpul di jalanan menuju
Kementerian Dalam Negeri, mendesak penguasa Dewan Militer Marsekal
Hussein Tantawi turun dari jabatannya. Setiap gas air mata yang
ditembakkan aparat membuat massa berlarian, tapi demonstran berkumpul
dan berpawai lagi. Demonstran yang terluka dibawa menggunakan sepeda
motor saat mobil-mobil ambulans mendekati Lapangan Tahrir.
Ratusan
fans Al Ahly mengenakan kaos tim mereka berpawai dari markas klub
mereka menuju Kemendagri melalui Lapangan Tahrir. “Ini bukan insiden
olahraga. Ini pembantaian oleh militer!” tuduh demonstran. Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mendesak
pemerintah Mesir mengambil langkah tegas untuk merespons insiden
tragis ini. Perdana Menteri (PM) Mesir Kamal al-Ganzuri menggelar
sidang darurat parlemen untuk membahas insiden berdarah tersebut.
Ganzuri menyatakan, direktur dan petinggi Asosiasi Sepak Bola Mesir
(EFA) dan kepala keamanan Port Said telah dipecat.Gubernur Port Said
juga telah menyatakan pengunduran diri.
Anggota parlemen
mendesak Menteri Dalam Negeri Mesir Mohammed Ibrahim agar dipecat.
Ibrahim duduk terdiam di parlemen, mendengarkan tuduhan bahwa dia
lalai. Ibrahim dalam wawancara televisi CBC sebelumnya mengatakan,
“Kejadian itu dimulai dengan provokasi antara fans Al Ahly dan Al
Masry, kemudian saling menghina,hingga berakhir dengan insiden
menyedihkan itu.
” Dalam insiden berdarah di Stadion Port
Said, tayangan televisi menunjukkan polisi antihuru-hara hanya
berdiri saat fans berkelahi di sekitar mereka.Kemendagri menyatakan,
sebagian besar korban tewas akibat terinjak-injak, tapi tim medis
menyatakan beberapa orang ditikam dengan senjata tajam.“74 orang
tewas,termasuk seorang polisi. Ratusan orang terluka,”ujar pejabat
Kementerian Kesehatan Mesir. Polisi menyatakan,47 orang telah ditahan
dan penguasa militer mengumumkan tiga hari masa berkabung. Pengamat
politik Safwat Zayat berpendapat, insiden berdarah ini merusak citra
Dewan Militer.
“Kejadian ini meningkatkan tekanan untuk
mempercepat pemindahan kekuasaan pada sipil,”katanya pada Reuters.
Sejumlah politisi, fans, dan pemain sepak bola mengekspresikan
kekhawatiran mereka terkait insiden di stadion tersebut.“Ada orang
mati tergeletak di tanah! Ada orang mati di ruang ganti,”papar
striker Al Ahly, Emad Meteab.
“Saya tidak mau bermain sepak
bola lagi hingga orang-orang ini mendapat keadilan.” Konfederasi
Sepak Bola Afrika (CAF) menyatakan,mereka akan mengheningkan cipta
pada akhir pekan ini untuk mengenang para korban.“Sepak bola Afrika
dalam masa berkabung,” kata Presiden CAF Issa Hayatou. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar