AMMAN- Solusi damai masih mungkin dilakukan
untuk mengatasi krisis Suriah. Pernyataan itu diungkapkan pejabat Negeri Tirai
Bambu, sehari setelah Wakil Menteri Luar Negeri China Zhai Jun bertemu Presiden
Suriah Bashar al-Assad di Damaskus.
Zhai Jun meminta semua pihak menghentikan
kekerasan di Suriah. Zhai Jun juga mendukung rencana Assad menggelar referendum
dan pemilu multipartai dalam empat bulan. China yang menjadi salah satu
pendukung Assad, muncul sebagai pemain utama dalam upaya mengakhiri kekerasan
di Suriah.
“China yakin, seperti banyak pihak lainnya,
masih ada harapan krisis Suriah diselesaikan melalui dialog damai antara
oposisi dan pemerintah, berbeda dengan beberapa argumen negara-negara Barat
bahwa waktunya sudah habis untuk perundingan di Suriah,” papar pejabat China,
dikutip kantor berita Xinhua.
China mengkritik sikap Barat. “Negara-negara
Barat lebih mementingkan tujuan mereka sendiri untuk meliberalisasi rakyat
Suriah daripada mempertimbangkan geopolitik,” ungkap sumber tersebut.
Sikap ini tampaknya akan menenangkan Assad
yang sekarang mendapat tekanan dari Barat untuk segera melepas jabatannya.
China dan Rusia merupakan pendukung Suriah dengan mengeluarkan veto untuk
menolak draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang
mengecam rezim Assad. Beijing dan Moskow pekan ini juga menolak resolusi
mengecam Suriah di Majelis Umum PBB yang tidak memiliki kekuatan mengikat.
Amerika Serikat (AS), Eropa, Turki, dan
negara-negara Arab mendesak Assad mundur dari jabatannya. Barat tidak secara
terang-terangan mendukung intervensi militer asing di Suriah, seperti terjadi
di Libya. Namun Liga Arab, dipimpin Arab Saudi, mengindikasikan beberapa negara
anggotanya bersiap mempersenjatai oposisi Suriah.
Menteri Luar Negeri (menlu) Inggris William
Hague menegaskan hal itu lagi pada BBC. “Kita tidak dapat intervensi seperti
yang kami lakukan di Libya. Kami akan melakukan banyak hal lainnya,” katanya.
“Saya khawatir Suriah menuju perang sipil dan kekuatan kami untuk melakukan
sesuatu sangat terdesak, seperti semua orang lihat, kami tidak dapat
mengesahkan resolusi di DK PBB karena oposisi Rusia dan China.”
Di Washington, Kepala Staf Gabungan AS
Jenderal Martin Dempsey menegaskan, intervensi di Suriah akan sangat sulit
karena negara itu bukan Libya yang lain. “Akan menjadi satu kesalahan besar
untuk berpikir ini seperti Libya lainnya,” ungkapnya pada CNN. “Angkatan
bersenjata Suriah sangat mampu, dengan sistem pertahanan udara terintegrasi
yang canggih, dan persenjataan kimia serta biologi.”
Menurut Dempsey, terlalu dini untuk
mempersenjatai gerakan oposisi di Suriah. “Saya akan menantang semua orang
untuk dengan jelas mengidentifikasikan pada saya gerakan oposisi di Suriah pada
saat ini,” tegasnya.
Sementara, dua kapal angkatan laut (AL) Iran
berlabuh di Tartous, Suriah. Perkembangan ini tampaknya akan meningkatkan
kekhawatiran Barat. “Kapal-kapal itu berlabuh pada Sabtu (18/2) dan bertujuan
memberikan pelatihan pada AL Suriah sesuai kesepakatan yang ditandatangani
setahun silam oleh dua aliansi,” papar Press TV, media yang dikelola pemerintah
Iran.
“Kapal-kapal kami melintasi terusan Suez dan
hak Iran untuk berada di perairan internasional,” ujar Menteri Pertahanan Iran Ahmad
Vahidi, dikutip kantor berita Fars.
(syarifudin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar