PORT SAID – Tragedi terburuk dalam sejarah sepak bola Mesir. Sedikitnya
74 orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam bentrok antarsuporter di
Kota Port Said, Mesir, Rabu (1/2) malam waktu setempat.
Insiden berdarah ini merupakan
yang paling mematikan sejak Hosni Mubarak terguling dari kekuasaannya.
Akibat tragedi itu,ribuan warga Mesir kemarin menggelar unjuk rasa di
stasiun kereta utama di Kairo dan meneriakkan, “Turunkan penguasa
militer.” Ratusan demonstran berada di depan gedung televisi pemerintah
dan merencanakan pawai keliling Ibu Kota.
Pemimpin Dewan Militer
Mesir Marsekal Mohamed Hussein Tantawi berjanji menangkap para pelaku
bentrok mematikan tersebut.“Saya sangat menyesalkan apa yang terjadi
saat pertandingan sepak bola di Port Said.Saya ucapkan belasungkawa
kepada keluarga korban,” ujar Tantawi dalam pidato yang disiarkan
langsung televisi Mesir kemarin. Tantawi menjelaskan, komite pencari
fakta akan dibentuk. Dia juga berjanji militer tetap menyerahkan
kekuasaan kepada warga sipil setelah pemilu presiden.
“Mesir akan
stabil. Kami memiliki peta jalan untuk pemindahan kekuasaan kepada
sipil yang terpilih. Jika semua orang merencanakan kekacauan di
Mesir,mereka tidak akan berhasil,”tegas Tantawi. Kantor berita Reuters
dan AFP menyatakan korban tewas 74 orang, sementara CNN melansir 79
orang. Bentrokan terjadi setelah wasit meniup peluit akhir pertandingan
yang mempertemukan kesebelasan tuan rumah Al-Masry melawan Al- Ahly, tim
paling sukses di kompetisi utama sepa kbola Mesir.
Meski menang
3-1, ribuan pendukung Al-Masry menyerbu tengah lapangan dan memburu
para pemain Al-Ahly. Sasaran kemarahan mereka juga ditujukan kepada
Ultras, pendukung Al-Ahly, yang sepanjang pertandingan disebut melakukan
provokasi dan ejekan. “Saat perkelahian terjadi, keadaannya sangat
kacau. Sebagian besar korban tewas akibat tergencet banyak
orang,terjatuh, terlempar dari teras tempat duduk,” papar sejumlah saksi
mata dan petugas kesehatan seperti dikutip Reuters. Tayangan televisi
menunjukkan petugas keamanan di stadion tidak terlihat berupaya
menghentikan serbuan fans dan perkelahian brutal itu.
Seorang
petugas keamanan bahkan tertangkap kamera sedang berbicara melalui
telepon seluler saat orang-orang berhamburan ke lapangan.
MenteriDalamNegeriMesir Mohamed Ibrahim menyatakan, 47 orang telah
ditahan untuk dimintai keterangan atas insiden berdarah tersebut.
Perdana Menteri (PM) Mesir Kamal al-Ganzouri menggelar rapat darurat
dewan keamanan yang melibatkan Ibrahim dan satu perwakilan militer.
Ganzouri segera memberhentikan kepala keamanan dan kepala investigasi
Port Said. Dia juga menerima pengunduran diri Gubernur Port Said.
Asosiasi Sepak Bola Mesir (EFA) menghentikan seluruh pertandingan Liga
Primer Mesir.
Sementara Al-Ahly menyatakan menunda semua
aktivitas olahraga dan menetapkan tiga hari masa berkabung. Namun
langkah itu dianggap beberapa pengamat kurang
dapatmeredamkemarahanpendukungsepakbolayangmenjadi korban bentrok
tersebut.Apalagi selama satu tahun setelah Mubarak terguling, kekerasan
terus terjadi di Mesir. “Orang-orang ingin mengeksekusi Marsekal.Kami
akan menuntut hak-hak mereka atau mati seperti mereka,” teriak para fans
di stasiun Kairo saat mereka membuka jasadjasad rekan-rekan mereka dan
membawa keluar dari kereta. Para politikus kemarin mengecam lemahnya
keamanan saat pertandingan sepak bola.
Mereka juga menuduh
pemimpin militer membiarkan atau bahkan menyebabkan perkelahian
tersebut. Ikhwanul Muslimin (IM) menyatakan ada dalang dalam insiden
berdarah tersebut.“Kami mengkhawatirkan ada beberapa pejabat yang
menghukum rakyat atas revolusi yang mereka lakukan dan karena
keberhasilan mereka melumpuhkan para tiran dan membatasi berbagai
keuntungan yang dulu mereka nikmati,” ujar Partai Keadilan dan Kebebasan
(FJP), partai milik IM,yang mendominasi parlemen.
“Aparat
keamanan melakukan atau membiarkan ini terjadi. Orang-orang Mubarak
masih berkuasa. Pemimpin rezim telah jatuh, tapi semua orangnya masih
berada di posisi masing-masing,”teriak Albadry Farghali, anggota
parlemen dari Port Said. Beberapa pengamat menganggap perkelahian itu
didalangi pihak tertentu yang menargetkan Ultras, pendukung Al-Ahly yang
berpengalaman menghadapi polisi di berbagai pertandingan sepak bola,
yang kemudian menjadi salah satu kekuatan oposisi dalam revolusi
menggulingkan Mubarak. Ultras memainkan peran penting dalam
mempertahankan Lapangan Tahrir, Kairo, yang menjadi basis demonstran
anti-Mubarak setahun silam.
“ Semua yang terjadi tidak untuk
mengacaukan permainan sepak bola.Ini politis.Ini didalangi dewan militer
untuk menargetkan Ultras,” ujar Abdullah el-Said, 43, sopir di Port
Said.“Dewan militer ingin melumpuhkan Ultras karena mereka mendukung
demonstran sejak revolusi muncul.” Meski demikian, banyak rakyat Mesir
masih menganggap tentara sebagai satu-satunya penjamin keamanan. Saat
seorang aktivis mengecam tentara sebagai dalang kekacauan, seorang pria
berteriak kepada para demonstran, “Keamanan telah terwujud.Cukup dengan
berbagai unjuk rasa yang menyebabkan kevakuman keamanan.
” Dua
tim sepak bola, Al- Masry dan Al-Ahly, memiliki sejarah persaingan.Saksi
mata menjelaskan, perkelahian mulai terjadi setelah fans Al-Ahly
membentangkan spandukspanduk berisi hinaan dan salah satu dari mereka
turun ke lapangan sambil membawa tongkat besi di akhir pertandingan
sepak bola. “Saya melihat orang membawa pisau.Beberapa terkena berbagai
bentuk senjata, korban lain terjatuh dari kursikursi mereka saat
penyerangan terjadi,”kataUsamael-Tafahni, seorang wartawan di lokasi
kejadian,kepada Reuters. Banyak fans yang tewas akibat tergencet orang
lain yang panik.
Sementara beberapa lainnya tak tertolong akibat
terjatuh. Saat kekacauan meningkat, sejumlah fans menembakkan suarke
tempatdudukpenonton. “Sejumlah rumah sakit di Terusan Suez siaga dan
puluhan ambulans dikirim dari kota-kota Ismailia dan Suez,”ujar petugas
layanan ambulans lokal. Sementara indeks saham Mesir sempat turun 4,6%
pada awal perdagangan pada Kamis (2/2) setelah bentrok berdarah
distadion.Perdagangan sempat dihentikan setelah harga saham turun hingga
5%,termasuk saham milik Orascom Telecom, Palm Hills,dan Ezz Steel.
Bentrokan
berdarah di Mesir semakin memperpanjang tragedi di stadion sepakbola.
Pada Oktober 1982, sedikitnya 66 orang dilaporkan tewas ketika kerusuhan
meletus dalam pertandingan Piala UEFA antara kesebelasan Spartak Moskow
dan HFC Haarlem dari Belanda di Stadion Luzhniki,Moskow. Pejabat Uni
Soviet tidak melaporkan kejadian ini selama bertahun-tahun.Angka korban
tewas diperkirakan lebih dari laporan resmi dan diperkirakan mencapai
340 orang. Publik juga tidak melupakan tragedi Heysel.
Sebanyak
39 orang, sebagian besar warga Italia, tewas, dalam kerusuhan menjelang
Final Piala Eropa (sekarang Liga Champions) antara kesebelasan Juventus
(Italia) dengan Liverpool (Inggris) di Stadion Heysel,Brussels,Belgia,
Mei 1985.Kejadian mengerikanlainnya antaralaintragedi Accra, pada Mei
2001 saat 126 orang tewas akibat berdesakdesakan di stadion utama di
Accra, Ghana. Kejadian ini merupakan salah satu musibah terburuk sepak
bola Afrika. syarifudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar