Cari di Sini

Jumat, 04 Mei 2012

Menanti Prancis di Tangan Sosialis


 “Bagaimana Anda dapat memerintah sebuah negara dengan 246 jenis keju?” Itulah pertanyaan terkenal dari Jenderal Charles de Gaulle yang sering dikutip banyak orang.

Kini ada pertanyaan besar saat pemilu presiden (pilpres) putaran akhir di Prancis hari ini. Siapa yang akan terpilih untuk memimpin negeri itu lima tahun mendatang? Yang pasti, siapa pun yang akan terpilih, akan menghadapi teka-teki bagaimana cara melakukan reformasi untuk menghadapi tantangan ekonomi abad 21.

Nicolas Sarkozy dari kubu Konservatif memiliki energi hebat saat terpilih pada pilpres 2007. Namun popularitasnya mulai luntur setelah melonggarkan aturan 35 jam kerja per pekan dan menambah usia pensiunan dari usia 60 tahun menjadi 62 tahun. Kebijakan terbarunya ialah mengurangi biaya tenaga kerja dengan memotong asuransi sosial yang dikenakan pada gaji dan menaikkan pajak nilai tambah pada sejumlah barang dan jasa.

Di tengah kemerosotan popularitasnya, kini Sarkozy menghadapi lawan berat, Francois Hollande yang menjadi kandidat unggulan untuk melengserkannya dari kursi nomor satu di negeri itu. Hollande menegaskan bahwa dia akan mencabut berbagai kebijakan Sarkozy dan terkesan menolak mencoba kebijakan reformasi ekonomi yang diusulkan banyak ekonom dan Uni Eropa.

“Apakah semua orang benar-benar yakin bahwa liberalisme, privatisasi, deregulasi yang membawa kita menuju ke tempat di mana kita berada sekarang dalam krisis finansial, akan membantu kita keluar dari krisis ini?” ujar Hollande pekan lalu saat ditanya apakah dia akan melakukan langkah-langkah yang diterapkan di Spanyol dan Italia.

Hollande menegaskan, “Saya yakin saat ini bahwa cara kita dapat menciptakan pertumbuhan ialah melalui teknologi baru, melalui pendidikan tinggi dan sumber energi baru.”

Saat ditanya tentang proposal panel 2008 yang dipimpin ekonom Jacques Attali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Prancis, Hollande menolak usulan tersebut. Attali menyarankan pemerintah menerapkan peraturan baru untuk sejumlah profesi seperti perusahaan taksi dan farmasi untuk mendorong kompetisi, atau mengijinkan toko-toko tetap buka setiap hari Minggu.

Terlalu Nyaman?

Kebenaran yang ada ialah sebagian besar rakyat Prancis terlalu nyaman dengan kondisi sekarang, meskipun ada 10% pengangguran, ekonomi yang stagnan dan utang nasional yang mendekati 90% anggaran pengeluaran. Rakyat Prancis dinilai terlalu nyaman untuk perubahan radikal terhadap cara hidupnya.

Meskipun saat ini di Prancis ada peringatan tentang deindustrialisasi dan penurunan ekonomi relatif selama kampanye pemilu, khususnya jika dibandingkan dengan negara tetangga, Jerman, ternyata publik tidak terlalu khawatir.

Ini karena Prancis telah kebal dari tekanan pasar saham yang memaksa Yunani, Irlandia, dan Portugal melakukan bailout dan Italia serta Spanyol melakukan langkah besar reformasi struktural.

Ada momen singkat saat badan perangkingan Standard & Poor menghapus rangking kredit –A dari Paris, untuk pertama kali pada Januari. Paris tetap meminjam dengan tingkat terendah sepanjang sejarah sebesar 3,1% untuk saham berjangka 10 tahun, karena para investor tidak hanya menganggap nasib ekonomi Prancis terkait dengan Jerman, tapi juga karena Paris memiliki catatan yang solid untuk meningkatkan pendapatan.

Janji Reformasi

Beberapa penasehat ekonomi Hollande menyatakan bahwa kandidat Sosialis itu akan lebih reformis saat menjadi presiden. “Partai Sosialis menawarkan posisi lebih kuat bagi serikat buruh di perusahaan dan lebih konsultatif dala pemerintahan untuk melakukan reformasi sistem pensiun dan menerima pengurangan pengeluaran publik yang diperlukan,” papar para penasehat ekonomi Hollande.

Harapan utama Hollande ialah CFDT, konfederasi serikat buruh terbesar kedua di Prancis yang sejak lama mengidamkan reformasi untuk masalah pemogokan kerja. Namun CFDT dibayangi oleh CGT, serikat buruh dari kubu Komunis serta sejumlah serikat buruh yang lebih radikal. Kondisi serikat buruh di Prancis memang terpecah dan saling berkonfrontasi.

Sarkozy pernah berupaya menegosiasikan reformasi pensiun dengan berbagai serikat buruh yang ada, namun upaya itu kandas karena dia justru melawan para pengunjuk rasa. Dia menghabiskan banyak kampanye untuk melawan serikat buruh, terutama CGT. Sarkozy bahkan menyebut CGT sebagai lembaga penengah yang mendistorsi keinginan rakyat Prancis. 

Jika Sarkozy terpilih lagi, Prancis akan menyaksikan gelombang unjuk rasa serikat buruh yang menentang rencana pemerintah untuk memaksakan pelatihan lagi bagi warga yang menganggur untuk mendapat lowongan kerja pertama yang ada. Puluhan ribu aktivis yang mendukung kubu Komunis juga memperingatkan akan menentang presiden manapun yang mencoba mencabut hak-hak sosial mereka.

Teori politik “Nixon to China” menunjukkan bahwa Hollande mungkin memiliki peluang lebih baik melakukan reformasi negara kesejahteraan dan pasar buruh, dibandingkan Sarkozy, karena Hollande tidak banyak digugat serikat buruh yang militan.

Selain itu, beberapa penasehat ekonomi Holande mengatakan, antara 1997 dan 2002, Sosialis Lionel Jospin membuka lebih banyak perusahaan negara pada modal swasta dibandingkan Perdana Menteri (PM) konservatif manapun.

Hollande mengatakan, dia akan segera meluncurkan negosiasi Eropa untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi jika terpilih pada pilpres hari ini. Dia juga menegaskan akan menyerukan audit segera keuangan publik.

Hal itu dapat memberinya pelindung politik untuk melakukan pemotongan anggaran publik karena buruknya kondisi fiskal dan ekonomi. Selain itu, Hollande juga sepakat mendorong reformasi struktural untuk berkompromi dengan Jerman sesuai pakta pertumbuhan Eropa.

Dari Lembek Jadi Hebat

Pada pemilu presiden (pilpres) Prancis 2007, Francois Hollande merupakan pria gemuk yang memainkan peran pinggiran setelah Segolene Royal, kandidat presiden dari Partai Sosialis saat itu dan ibu bagi empat anaknya.

Sekarang, Hollande merupakan kandidat presiden dari Partai Sosialis dan berada di tepi kemenangannya. Sosoknya semakin nampak sebagai negarawan, dengan lingkar pinggang yang seimbang, kerutan kening, dan janji-janji meyakinkan. Bahkan dia berhasil dengan gemilang melalui debat sengit pekan ini melawan Nicolas Sarkozy, presiden Prancis.

Meski dalam beberapa hari terakhir jajak pendapat menunjukkan Hollande unggul, namun dia tetap harus mengalahkan Sarkozy dalam pemilu presiden (pilpres) putaran akhir hari ini. Namun dari perkembangan yang ada, Hollande diyakini akan membuat perubahan yang luar biasa untuk jabatan kursi nomor satu di Prancis.

Dalam foto pawai kampanye yang sempurna di depan matahari terbit di Prancis selatan, Hollande dengan yakin mendeklarasikan diri bahwa dia siap memimpin negeri itu.

Ini jelas merupakan kata-kata ambisius bagi seorang pria yang kadang disebut selunak strawberry oleh teman-temannya Sosialis. Beberapa pihak menyebutnya manisan yang putih dan empuk (marshmallow). Bahkan pertunjukan boneka satir, Les Guignols de l'Info, menyamakan dia seperti kue puding.

Sebagai pemimpin Partai Sosialis sejak 1997 hingga 2008, dia sering kali muncul sebagai corong untuk tokoh-tokoh partai yang lebih terkenal. Partai itu pun hampir saja terpecah belah saat berada dalam kepemimpinannya.

Saat Partai Sosialis menuju pemilu 2007, Royal lebih populer daripada Hollande. Salah satu jajak pendapat menunjukkan Royal mendapat 42% dukungan, sedangkan Hollande hanya 12%. Hollande bahkan diejek dengan sebutan “Tuan Royal” salam kampanye kandidat Sosialis saat itu.

Namun seiring perjalanan waktu selama pemerintahan Sarkozy, Hollande semakin menunjukkan pengaruhnya sebagai penantang potensial. Namun Sosialis justru memiliki kandidat lain untuk nominasi partai, yakni mantan Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) Dominique Strauss-Kahn. Setelah karir politik Strauss-Kahn hancur akibat skandal seksual, Hollande mulain terlihat sebagai kandidat yang lebih baik dan semakin baik.

Hollande dikabarkan mengurangi makan burger dan merampingkan perutnya yang buncit. Dia mulai memperluas pergaulan dan memilih teman-temannya. Dia bahkan menanggalkan kaca matanya.

Dia mennajikan menjadi presiden yang normal, di tengah kekhawatiran publik tentang masa depan. Hingga puncaknya pada debat televisi melawan Sarkozy, Hollande tampak sangat percaya diri dengan berbagia argumennya.

“Tidak seorang pun benar-benar mengenal Francois Hollande. Tak seorang pun benar-benar menduga kekuatan yang dapat dia miliki. Dan kita telah membuktikannya,” tutur penulis biografi Hollande, Serge Raffy.

Dalam kampanye terakhir Hollande pada Kamis (3/5), pensiunan Daniel Troupeau sepakat, “Francois Hollande terlahir untuk ini. Dia sangat agresif, tapi dia tahu cara memberikan jawaban balik. Dia memiliki karakter seorang presiden hebat.” (syarifudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar