Cari di Sini

Senin, 06 September 2010

Janji Berantas Korupsi dan Perdagangan Opium




Kata-kata yang diucapkannya dipilih dengan seksama. Kalimat yang meluncur dari mulutnya benar-benar dipertimbangkan dengan matang. Dialah Hedayat Amin Arsala, salah satu tokoh senior yang maju dalam bursa calon presiden (capres) Afghanistan.

Dia menyesalkan sikap kompromi Presiden Afghanistan Hamid Karzai yang mentolelir korupsi hingga negeri itu mengalami kemunduran. Salah satu penasehat terdekat Karzai itu bertekad menantang presiden Afghanistan dalam pemilihan umum yang rencananya digelar Agustus mendatang.

Arsala yang merupakan salah satu wakil presiden Karzai pada 2002 hingga 2004 itu telah mantab maju dalam bursa calon presiden (capres) Afghanistan. “Dia (Karzai) merupakan teman dekat saya. saya menganggapnya adik laki-laki saya. Sangat menyedihkan bagi saya melihatnya mengalami banyak fitnah. Namun jika saya berada di posisinya, saya akan bertindak dengan cara yang sangat berbeda,” papar Arsala yang saat ini menjabat sebagai menteri senior.

Pakar ekonomi dan politisi kawakan itu memang berusia lebih tua dibandingkan Karzai. Bahkan Karzai pernah menjadi wakil menteri luar negeri Arsala dalam pemerintahan Taliban pada awal 1990-an. Dua pria itu pun telah bekerja sama sangat erat selama bertahun-tahun.

Namun lelaki berusia 67 tahun dan mantan pejabat Bank Dunia itu melihat Afghanistan semakin lama semakin mundur di bahwa kepemimpinan Karzai. “Awalnya berbagai kesalahan terjadi dan kita harus membayarnya saat ini. Terlalu banyak kompromi yang dilakukan dengan orang-orang yang seharusnya tidak diajak kompromi. Korupsi terjadi dengan berbagai kompromi itu,” tegas Arsala yang saat diwawancarai mengenakan pakaian warna biru dan putih.

Karzai oleh banyak pihak dikritik keras karena mengijinkan terlalu banyak tuan tanah masuk dalam pemerintahannya, pasca runtuhnya pemerintahan Taliban. Tentu saja Karzai menyangkal kritik tersebut karena dia tidak memiliki banyak pilihan. Kini, citra Karzai semakin merosot karena korupsi meluas dan keamanan memburuk.

Kelemahan Karzai ini yang digunakan Arsala dan para pesaing lain yang ikut masuk dalam bursa calon presiden Afghanistan. Arsala akan menghadapi pesaing lain yakni mantan menteri keuangan Ashraf Ghani Ahmadzai yang juga menjadi capres dalam pemilu mendatang.

Arsala khawatir pemerintahan Karzai akan berlaku curang dalam pemilu mendatang. “Segala upaya harus dilakukan sehingga pemimpin pemerintahan saat ini serta para pejabatnya dapat memastikan pemilu berjalan bersih dan transparan. Jika ada yang mencoba berbuat curang, itu akan mengakibatkan kekacauan,” katanya.

Agustus mendatang merupakan momen yang sangat penting, tidak hanya bagi Afghanistan tapi juga bagi kepentingan Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam itu sangat serius untuk mengamankan pesta demokrasi di Afghanistan dengan memerintahkan penambahan 17.000 pasukan ke negara tersebut.

Pemerintahan baru Afghanistan yang seperti apakah yang akan didukung AS? Tentu saja pemerintahan yang memiliki afiliasi dengan Barat, dan beberapa kandidat capres tampaknya berebut pengaruh AS, termasuk Arsala.

Karena itulah Arsala saat ini gencar mempromosikan diri dengan berbagai program yang akan dijalankan jika dia terpilih sebagai presiden. “Memulihkan supremasi hukum merupakan salah satu prioritas saya. Seiring dengan perang melawan korupsi dan memberantas pertanian opium dan perdagangan narkoba yang kian marak sejak tergulingnya Taliban pada 2001,” tutur Arsala.

“Narkotika merupakan musuh terbesar Afghanistan. Narkotika mendanai teroris dan berbagai elemen yang tidak menginginkan stabilitas di negeri ini, korupsi dalam pemerintahan, kepolisian, kehakiman, setiap orang. Ini kejahatan ekonomi dan mengacaukan masyarakat,” tegas lelaki yang telah berjanggut dan berambut putih itu.

Kehadiran Arsala dalam bursa capres Afghanistan jelas tantangan berat bagi Karzai. Karena seperti halnya Karzai, Arsala berasal dari keluarga tersohor dari kelompok etnis terbesar di Afghanistan, Pashtun. Apalagi etnis Pashtun merupakan pendukung mantan Raja Afghanistan Mohammad Zahir Shah yang masih cukup disegani rakyat.

Arsala merupakan sosok yang tidak asing di mata petinggi pemerintahan AS. Pria itu meninggakan Kabul setelah lulus SMA dan mengambil pendidikan tinggi di AS. Arsala kemudian bekerja di Bank Dunia di Washington pada 1969 hingga 1987, sebelum kembali ke Afghanistan untuk bergabung dengan kegiatan perlawanan melawan pendudukan Uni Soviet.

Tentu saja langkah Arsala menjadi orang nomor satu di Afghanistan tidak akan mudah. Dia akan melawan sekitar lima orang yang telah mendeklarasikan diri melawan Karzai dalam bursa capres. Arsala juga menghadapi kritik yang menyebutnya lebih rapi berpenampilan daripada dalam menjalankan pemerintahan yang efektif.

Arsala juga dikaitkan dengan kelompok teknokrat yang dididik Barat dan kembali ke Afghanistan untuk mencari pekerjaan saat kejatuhan Taliban. Para pengkritik Arsala mengatakan, dia mungkin akan pergi meninggalkan Afghanistan jika situasinya terlalu sulit. Apalagi hingga saat ini Arsala masih memiliki sebuah rumah dan keluarga yang tinggal di Washington.

Menghadapi kritik semacam itu, Arsala bersikap tenang. Dia hanya mengumbar nada optimistis. “Lima tahun ke depan sangat penting bagi Afghanistan. Masa itu menentukan apakah kita dapat mengatasi masalah atau akan kian terjerumus masalah. Saya optimistis, tapi kita harus mengatasi kecenderungan negatif yang saat ini sedang terjadi,” tuturnya.
(syarifudin, sindo 5 maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar