Cari di Sini

Senin, 06 September 2010

Harapan Baru Keajaiban di Timur Tengah

“Saya berkeyakinan kuat bahwa tidak ada konflik apa pun yang tidak dapat dihentikan. Berbagai konflik itu diciptakan, dilakukan, dan dilanggengkan oleh perilaku manusia. Konflik dapat dihentikan dengan perilaku manusia pula,” ucap George Mitchell

Diplomator gaek George Mitchell, 75, adalah harapan baru perdamaian dan perubahan kebijakan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah. Sanggupkah dia menciptakan keajaiban?

Presiden AS Barack Obama telah menunjuk mantan pemimpin Senat Mayoritas demokrat itu sebagai delegasi khusus untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Namun membawa perdamaian di tanah konflik itu tidak semudah membalik telapak tangan, meski tetap ada harapan untuk itu.

Obama menegaskan akan segera mengirim Mitchell ke wilayah konflik itu. “Akan menjadi kebijakan pemerintahan saya untuk secara aktif dan agersif mendorong perdamaian antara Israel dan Palestina serta antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya,” kata presiden AS yang pernah tinggal empat tahun di Indonesia itu.

Mitchell berjanji akan menggunakan segenap kemampuannya dalam tanggung jawab barunya. “Segala upaya akan saya kerahkan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah,” tegas sang diplomat ulung tersebut.

Negosiator ulung itu menyadari, ada banyak alasan untuk putus asa dalam mengupayakan perdamaian antara Israel dan Palestina. “Tapi presiden dan menteri luar negeri tidak putus atas untuk perdamaian tersebut. Kuncinya ialah komitmen saling menguntungkan semua pihak dan pastisipasi aktif pemerintah AS,” papar sang bintang lama yang kini kembali bersinar tersebut.

“Konflik jangka panjang itu membutuhkan upaya maksimal kita, tidak peduli bagaimana pun sulitnya, tidak peduli bagaimana pun kendalanya,” tegas putra keempat dari lima bersaudara berdarah Irlandia-Lebanon itu.

Menurut analis, terpilihnya Mitchell merupakan angin segar bagi para pecinta perdamaian. Pertama, pemilihannya merupakan sinyal bahwa AS kembali para perannya sebagai mediator yang adil. Tidak hanya karena pengalaman hidup Mitchell sebagai putra pasangan imigran Lebanon, tapi dia pernah memimpin sebuah komisi yang ditunjuk Presiden AS Bill Clinton untuk mencari jalan menghentikan kekerasan Israel-Palestina.

Saat memimpin komisi itu, dia mengeluarkan laporan 2001 yang isinya mendesak Israel menghentikan pembangunan pemukiman baru warga Yahudi di wilayah Palestina dan berhenti menembaki para pengunjuk rasa Palestina yang tidak bersenjata. Mitchell juga mendesak Palestina menghentikan serangan serta menghukum siapa saja yang melanggarnya. Inisiatif Mitchell yang tidak memihak saat itu dapat diterima kedua pihak yang bertikai.

Kedua, setelah meninggalkan kursi Senat, Mitchell memimpin sejumlah negoasiasi damai antara penganut Katholik dan Protestan dai Irlandia Utara pada 1995-2000. Dalam negosiasi itu, Mitchell mendorong negosiasi kesepakatan pembagian kekuasaan natara faksi-faksi yang bertikai hingga terbentuk pemerintahan koalisi. Keberhasilannya menciptakan perdamaian di tengah konflik itu membuat Mitchell mendapatkan 1998 Good Friday Accord.

Sebagian pengalaman Mitchell itu pernah dituangkannya dalam buku berjudul "Making Peace," on the negotiations in Northern Ireland, pada 1999. Buku tersebut mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan yang peduli dengan upaya perdamaian. “Perdamaian di Irlandia muncul setelah 700 hari kegagalan dan satu hari kesuksesan,” kenang pria murah senyum itu.

Semua pengalaman itu tentu akan melengkapi upayanya membawa perdamaian di Timur Tengah saat ini, setelah agresi berdarah Israel yang menewaskan lebih dari 1.330 warga Palestina dan melukai lebih dari 5.500 orang lainnya. Serangan Israel mengakibatkan 4.000 rumah rata dengan tanah dan 17.000 rumah warga Palestina rusak berat.

Pria kelahiran 20 Agustus 1933 di Waterville, Maine, itu merupakan putra imigran Lebanon. Ayah Mitchell kelahiran Irlandia dan bekerja sebagai penjaga gedung. Sedangkan ibunya berasal dari Lebanon.

Pria penggemar baseball sepanjang umur itu mendapat pendidikan di Bowdoin College, Brunswick, Maine, pada 1954 dan Georgetown University Law Center pada 1960. Saat kuliah, dia masuk dalam Korp Kontra Intelijen Angkatan Darat AS di Berlin, Jerman.

Setelah lulus kuliah dia meretas karir sebagai pengacara di Divisi Antimonopoli Departemen Kehakiman Washington pada 1960-1962. Mitchell kemudian menjadi asisten eksekutif Senator Edmund Muskie pada 1962-1965. seelah itu dia kembali menjadi menjadi pengacara di Portland, Maine, pada 1965-1977.

Mitchell ditunjuk menjadi Senat pada 1980 dan terpilih pada 1982. Dia menjadi pemimpin Senat mayoritas dari 1989 hingga 1995.

Mitchell kemudian memimpin sebuah investigasi penggunaan steroid secara ilegal oleh para pemain baseball. Dalam laporan 2007, dia menyebut 89 pemain baseball yang terkait skandal steroid ilegal, termasuk bintang lapangan seperti Roger Clemens, Miguel Tejada, dan Barry Bonds.

Pria tua yang tetap enerjik itu kini masih menjadi mitra di kantor pengacara DLA Piper. Uniknya, dia pernah menjadi chairman Walt Disney Co pada 2004-2006 dan direktur tim baseball Boston Red Sox. Dia juga menjadi kanselor Queen’s University di Belfast, Irlandia Utara.

Sebagai mantan hakim federal, lelaki rendah hati itu pernah ditawari Presiden Bill Clinton untuk satu kursi kosong di Mahkamah Agung (MA). Namun Mitchell dengan lugas mengatakan pada sang presiden bahwa dia tidak tertarik dengan kursi prestisius itu.

Mitchell didiagnosa mengalami kanker prostat tapi kantor pengacaranya mengatakan pada 2007 bahwa penyakitnya itu dapat disembuhkan. Kondisi kesehatannya memang terus terkontrol sehingga meskipun usianya telah mengijak senja, dia tetap tampak bersemangat dalam bekerja mendorong perdamaian dunia. (syarifudin, 24 januari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar